Share

GTMTMA BAB 5

Pintu ruang VVIP terbuka, bersamaan dengan penghuninya menyambut sang tamu dengan wajah sinis. Berapa lama mereka tidak bertemu. Cukup lama untuk saling menahan diri. Sebab tiap kali mereka bertemu hanya akan ada baku hantam.

Seperti kali ini, Alfa sudah mati-matian menahan diri untuk tidak meninju wajah percaya diri Birru. Wajah yang sudah membuat hatinya kehilangan, dan merasakan lara untuk waktu yang lama.

"Jauhi dia!" Ultimatum pertama datang dari pihak Birru. Dengan seringai meremehkan menjadi tanggapan untuk perintah Birru.

"Kenapa aku harus menjauhinya. Ingat, kau hanya pendatang baru yang kebetulan segera mendapat status suami. Tapi percayalah, hubungan kami lebih dari sekedar yang kau lihat." Birru mengepalkan tangan. Dia tahu rasa sakit yang Alfa miliki mengubahnya jadi benci, sama seperti Birru yang membenci dirinya sendiri karena kejadian di masa lalu karena kesalahannya.

"Aku tidak mau basa basi denganmu. Jangan dekati dia selagi statusnya masih istriku. Atau kau sengaja melakukan ini?" Giliran Alfa yang menggeram marah. Apa maksud ucapan Birru. Apa lelaki itu berniat mempermainkan Zee. Tidak akan dia biarkan hal itu terjadi.

"Kalau kau berniat mempermainkannya kenapa kau menikahinya? Kau ingin melakukan kesalahan yang sama. Memberi harapan lalu membuangnya. Sama seperti yang kau lakukan pada Cyntia!" Begitu nama Cyintia disebut, tubuh Birru membeku. Berapa lama dia mencoba berdamai dengan nama itu. Lama, tapi tetap saja Birru tak bisa melakukannya.

"Kau diam? Yang kukatakan benar?" Birru sungguh tak bisa menjawab. Hal itu membuat Alfa meradang. Hingga satu hantaman mendarat di wajah Birru, membuat pria itu tersungkur di lantai. Tak cukup sampai di situ, Alfa naik ke atas tubuh Birru, mencengkeram kerah lelaki yang tampak pasrah dengan tindakan Alfa.

"Aku tidak peduli kalau kau menyakiti perempuan lain. Tapi Zee, jangan harap aku akan membiarkannya. Jika aku tahu dia menitikkan air mata walau hanya setetes karena kau, akan kuhabisi kau!" ancam Alfa. Lelaki itu segera beranjak dari raga Birru yang terdiam di tempat.

"Bersikaplah baik padanya! Tidak boleh ada Cyntia kedua dan seterusnya!" tambah Alfa sebelum menghilang di balik pintu. Birru bergeming di tempatnya. Tak lama, sudut matanya berair. Lelaki itu menangis, penyesalannya di masa lalu tidak mungkin tertebus.

"Maafkan aku, Tia."

Birru melangkah gontai masuk ke kamarnya. Mengabaikan Zee yang langsung memeluk kertas kerjanya, melindunginya. "Lagi gak mood gelut sama kamu, gemoy." Kata Birru langsung masuk ke kamar mandi.

"Dasar manusia batu!" gerutu Zee. Kembali fokus pada sketsa design yang sudah dikoreksi oleh Kamelia.

"Aku dengar itu, gemoy." Zee seketika membungkam mulutnya sendiri. Melirik ke arah kamar mandi. Punya indera keenam apa ya si manusia batu, pikir Zee. Meski detik berikutnya gadis itu menggeleng pelan.

Malam beranjak larut, Birru kembali ke kamar hampir tengah malam. Lelaki itu memberi laporan pada sang kakek mengenai tinjauan lima tahunan. Di luar dugaan, Abdi justru ragu untuk melepas Birru, dinas luar yang biasanya akan selesai lebih dari empat bulan.

Sementara Birru semakin yakin untuk pergi. "Ini akan jadi kesempatanku berjauhan dengan Zee, sebelum aku mengakhirinya," batin Birru. Saat melangkah ke arah kasur, dirinya tiba-tiba tertarik untuk mendekai Zee yang sudah pulas memeluk guling.

Selama sebulan mereka menikah, tak pernah gadis itu membantah perintahnya, meski tak jarang sang istri membantahnya. Beberapa kertas bertebaran di meja, rancangan pakaian yang seketika mengingatkan Birru pada seseorang. "Ma, Birru rindu Mama. Semua terasa berat setelah Mama pergi."

Jemari Birru bergerak mengambil satu design, mengamatinya sebentar. "Not bad," komen lelaki itu. Dia baru tahu kalau Zee adalah mahasiswa design pakaian, yang masuk tahun terakhir. Artinya tahun depan sang istri akan lulus. "Aku mau hidup. Aku ingin punya panggung sendiri. Fashion show sendiri," gumam Zee tak jelas dalam tidurnya.

Meski demikian, Birru hanya tertarik pada bagian "aku ingin hidup" Memangnya kau mau mati apa sebentar lagi," kata Birru tanpa perasaan.

"Kau yakin dia orangnya?" Vero bertanya pada orang suruhannya. Keduanya berada di sebuah minimarket dimana mereka tengah mengamati Zee yang sedang belanja. Program dietnya akan segera dimulai. Istri Birru mulai melatih diri, salah satunya dengan mengkonsumsi yogurt yang sangat dianjurkan untuk orang yang tengah berdiet.

"Yakin. Sumberku valid." Orang itu segera pergi. Dengan Vero tersenyum tak percaya. Bagaimana bisa seorang bertubuh gemoy itu adalah istri Birru, kekasihnya. Pria tampan dan berkharisma yang menjadi dambaan hampir semua wanita.

"Yang benar saja." Vero tak tahan untuk berkomentar. Hingga kakinya melangkah mendekati Zee. "Hai, kamu istrinya Birru?" Zee memutar badannya, melihat wanita cantik, tinggi dengan masker menutupi wajah. Walau begitu, Zee sudah bisa menebak siapa perempuan ini.

"Iya, kenapa?" Vero mengepalkan tangan. Tidak percaya Zee terkesan berani menantangnya.

Di tempat Kamelia, sebuah mobil baru saja masuk ke halaman rumahnya. Tentu saja setelah pengemudinya menyamarkan presensinya dengan masker dan kacamata. Kamelia hanya tertegun, melihat kehadiran orang yang sudah lama tak muncul di hadapannya.

"Anda datang? Apa sudah waktunya aku pulang?" Sambutan Kamelia tampak sinis dan dingin pada tamunya.

"Maafkan aku Nak. Semua kesalahanku. Hingga kamu kehilangan suamimu, menantuku. Juga waktu bersama putramu." Penyesalan terlihat jelas di netra yang tampak berkabut. Kamelia menghela nafas. Ingin marah tapi semua tak akan berguna. Suaminya meninggal demi menyelamatkannya. Sementara sang sahabat turut terkorban.

Menyisakan Kamelia yang depresi hingga perlu perawatan intensif. "Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang. Oh iya selamat, rencana Anda berjalan sukses."

"Itu hanya usaha kecil untuk membalas budi meski aku mengharapkan hasil besar dari rencanaku." Lelaki itu menatap wajah Kamelia. Kasih sayang dan cinta tak pernah luntur pada wanita itu.

"Harusnya cucumu itu bisa takhluk," ujar Kamelia. Sang tamu tertawa terbahak mendengar ucapan Kamelia.

"Yang kau sebut cucu itu adalah putramu sendiri." Wajah Kamelia berubah manyun. Benar sekali yang dikatakan orang itu. "To the poin saja. Apakah aku sudah boleh pulang, Ayah?"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status