Share

Gadis Terhina Menjadi Terhormat
Gadis Terhina Menjadi Terhormat
Penulis: Dunia Ceria

Serasa anak pungut

Hari ini adalah hari pertunangan adikku dengan seorang pria tampan dan kaya raya, semua keluarga dan kerabat begitu memujinya, bagaimana tidak, suaminya itu adalah anak dari orang terkaya di kota Bandung kota di mana kami tinggal selama ini. 

Wajar saja jika adikku mendapatkan suami seperti itu karena dia cantik, seksi, menarik, pintar dan juga punya karier yang bagus. 

Nasibnya berbanding terbalik denganku, parasku tidak cukup cantik, kaki tanganku banyak ada bekas penyakit kulit yang aku derita dulu dan tubuhku kurus karena terlalu letih bekerja, hal itu berhasil membuat keberuntunganku menjauh, ditambah lagi aku yang hanya lulusan SMP berbeda dengan adikku yang lulusan sarjana, sehingga sering kali aku mendapat cibiran baik dari keluarga dan juga kerabat keluargaku. Aku juga hanya bekerja di tempat ibu Susi sebagai karyawan laundry jadi gak perlu ijasah. 

Jangankan melamar, menyapa saja lelaki enggan melakukannya kepadaku, Terang saja sampai saat ini aku belum menikah, padahal usia sudah dua puluh delapan tahun, fix yang lelaki cari itu paras dan fisik yang aduhai bukan sisi lainnya. 

Disana aku bekerja sangat keras, berdiri menyetrika pakaian hingga delapan jam sehari, dengan setrika uap yang beratnya kurang lebih tiga kilogram, bisa terbayang bukan bagaimana tenagaku terkuras habis saat bekerja, tapi aku selalu mensyukuri. 

Tempat bekerja yang terbilang kotor dan panas membuat wajahku yang tidak glowing makin kusam, pulang kerja sudah tidak ada aura segar yang tersisa. 

Mama tentu sangat bahagia dan bangga dengan pertunangan Lolita hari ini, ia pasti merasa tak sia-sia menyekolahkan putri kesayangannya hingga jenjang sarjana, hasilnya luar biasa dapat calon mantu orang kaya. 

"Dewi, ayam sayur di atas meja prasmanan habis, ambilkan sana!" Perintah mama kepadaku. 

Tanpa mengucapkan sesuatu aku segera ke dapur untuk mengambilnya, setiap mama memberikan perintah aku sebisa mungkin melaksanakannya secepat yang aku bisa, jika tidak pasti akan dimarahi sejadi-jadinya. 

Lolita bak ratu dirumah ini, apa pun tentangnya harus diutamakan, aku bagaikan pelayan di rumah sendiri, jadi harus siap sedia memenuhi segala keinginan sang ratu. 

Kadang terpikir, apakah aku anak tiri, pungut ataukah anak haram dari selingkuhan ayahku. 

Pikiran itu sering datang dulu, namun sekarang sudah tidak sebab sudah yakin aku memanglah anak kandung ayah dan ibuku, alasan dibedakan karena Lolita memang lebih segalanya dari diriku ini. 

Salah sendiri aku sakit keras bertahun-tahun hingga memutus sekolahku dan juga membuat keuangan keluargaku terpuruk karena biaya pengobatan untukku, mungkin itu juga salah satu sebab mama tidak begitu sayang padaku saat ini. 

"Ayam sayurnya, Bi." Pintaku pada bi Asih pembantu di rumahku ini dan juga yang membantu memasak hari ini. 

"Biar bibi saja yang bawa ke depan, Non."

"Gak usah, Bi, biar aku saja."

"Non Dewi," ucapnya lagi.

"Iya, Bi, kenapa?" 

"Non Dewi yang sabar ya, nanti juga akan tiba jodohnya, Non, Tuhan pasti sedang menyiapkan yang terbaik buat Non." Kata Bi Asih menyemangatiku. 

Bi Asih adalah orang pertama yang menghiburku hari ini, yang lainnya mungkin mengejekku atas ketidakberuntunganku ini dalam hati mereka, bahkan mungkin mereka tidak mengangapku ada. 

Kadang aku memang mudah berprasangka buruk kepada orang, mungkin ini adalah hasil dari pola pengasuhan berat sebelah yang membentuk karakterku. 

Kusajikan ayam sayur di atas wadah di atas meja prasmanan, karena tempatnya di ruang utama, aku kembali harus melihat kemesraan Lolita dan Erwin calon suami kayanya. 

Terlintas rasa cemburu ketika melihat kemesraan dan keberuntungan mereka, mengapa aku tidak seberuntung Lolita, mengapa nasibku seperti ini, mengapa? Mengapa? Keluhan batinku semakin berkecamuk. 

"Dewi! Bikinin jus jeruk untuk aku dan mas Erwin, haus nih!"

Tanpa sepatah kata aku kembali ke dapur membuat jus jeruk untuk adikku. 

Lolita memang memanggilku nama, tidak pernah memanggil dengan embel-embel kakak ataupun mbak. 

"Bi, Lolita sama calon suaminya mau jus jeruk, biar aku yang buatin tapi bibi yang bawain ya."

Lebih baik aku menghindar sesering mungkin, daripada timbul sakit hati, aku semakin merasa Lolita seperti sengaja menunjukkan keunggulannya di depan semua orang. 

***

"Wik, nanti lu pulang kerja cuciin baju-baju gue ya, gue hari ini pulang malem ada meeting."

"Cuci aja sendiri, aku capek kalau pulang kerja," jawabku ketus. 

"Songong banget sih lu, gitu aja gak mau bantu!"

"Pulang kerja aku capek banget, Lita, kalau gak kerja kakak cuciin deh!" Jawabku malas. 

"Lu udah jelek songong lagi, pantesan gak dapet jodoh!" Ejeknya lagi. 

Aku tidak memedulikannya lagi, aku segera bangkit dari dudukku diruang makan untuk segera pergi bekerja, aku pamit sama ayah dan mama, tapi mama malah mengabaikanku dengan raut wajah masam karena aku telah menolak perintah Lolita, mama gak akan ngomelin aku sekarang karena ada ayah, biasanya sepulang aku kerja bakal diomelin. 

Bodo amatlah pulang kerja diomelin, udah biasa seperti itu, andai saja ada tempat untuk menginap, ingin rasanya nggak pulang untuk semalam. 

Di tempat kerja keringatku sudah bercucuran, hari ini lumayan ramai dan tentu kerjaanku jadi menumpuk hingga harus lembur sampai jam 7 malam. 

"Dewi, ini bonus hari ini."

Bu Susi memberikanku uang lima puluh ribuan, memang sudah biasa seperti itu, setiap kali aku lembur pasti diberikan bonus tiga puluh sampai lima puluh ribu. 

"Terima kasih, Bu Susi, untuk bonusnya hari ini." Ucapku penuh syukur, lumayan buat dimasukin celengan panda yang ada di kamarku.

"Iya sama-sama, kerja yang rajin nanti ibu kasih bonus lagi."  

"Iya, Bu, pasti."

Seperti biasa aku pulang dengan berjalan kaki karena jarak dari rumah hanya lima kilometer, kalau naik ojek akan mengurangi tabungan yang aku kumpulkan. 

Sampai di rumah aku ragu untuk masuk rumah, karena diparkiran ada mobil tunangan Lolita, gak enak kan kalau sampai memergoki mereka lagi bermesraan. 

"Eh ini orangnya sudah pulang, sebentar ya mama ngomong sama Dewi dulu."

Dengan cepat mama menarikku kekamar, perasaanku jadi gak enak, ini pasti ada apa-apanya pikirku, apalagi Lolita juga ikut masuk. 

"Gini, Wik, itu karyawannya Erwin mau melamar kamu, emang sih duda anak satu tapi umurnya baru empat puluh tahun, jadi masih ok lah ya, lagian kapan lagi ada yang mau ngelamar kamu, Terima aja ya."

"Terima ya, Wik, jadi kan aku sama bosnya terus lu sama karyawannya! Cocoklah dengan derajat kita masing-masing." 

Lolita juga menambahkan kata-kata yang semakin membuatku ingin berteriak. 

Mereka tidak menunggu jawabanku yang tengah syok, sungguh mama dan saudariku tidak pernah menghargaiku, mereka lantas menarikku kembali ke ruang tamu dengan perasaan tidak bersalah sedikit pun. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
sabar ya wi. nan akan ada jodoh yang baik untuk mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status