Share

Dia Gadis Temperamental

Langit memperhatikan rekaman cctv yang dikirimkan oleh operator ke ponselnya. Di sana tampak jelas ada orang dapur yang membawa keranjang yang berisi minyak-minyak dalam kemasan plastik. Karena keranjang itu diisi terlalu penuh, satu minyak kemasan jatuh tepat di lantai di dekat anak tangga terakhir. Tapi petugas dapur hanya mengambil plastik bungkus minyak yang jatuh itu dan memasukkannya ke kotak sampah. Namun, cairan minyaknya sendiri dibiarkan tetap tergenang di sana tanpa dibersihkan.

Beberapa detik kemudian, muncul Kahyangan yang membawa alat kebersihan di tempat itu. Gadis itu sendiri nyaris kepeleset karena menginjak genangan minyak tersebut. Untungnya tangan gadis itu sigap memegang pegangan tangga sehingga tidak jatuh.

Selanjutnya, baru saja Kahyangan mengeluarkan kaki dari genangan minyak itu dan belum sempat membersihkannya, muncul dirinya dari atas. Akhirnya peristiwa itu pun terjadi. Dimana dirinya yang nyaris kepeleset dipeluk oleh Kahyangan sehingga tidak jadi jatuh.

Langit menghela nafas panjang. Ternyata kejadiannya nyaris sama dengan apa yang dia perkirakan. Yaitu Kahyangan memeluknya karena refleks ingin menolong dan bukan seperti yang dituduhkan oleh Mentari. Tapi yang jadi pertanyaannya adalah kenapa Mentari bisa sampai emosi seperti kemari? Dia tidak yakin kalau ini hanya faktor cemburu.

Apakah Mentari memang punya masalah dengan Kahyangan?

Hatinya jadi bertanya-tanya.

***

"Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan rekaman cctv di tempat kejadian?" tanya Dewa pada Langit saat berada di meja makan.

"Sudah, pa," jawab Langit singkat.

"Hasilnya bagaimana?"

"Seperti yang sudah aku perkirakan kemarin. Gadis itu memelukku karena refleks menolongku. Genangan minyak di lantai dekat tangga itu karena ulah orang dapur. Nanti aku kirimkan rekamannya pada papa agar papa bisa menyaksikannya sendiri."

"Hum," sahut Dewa. Kemudian dia menyuapkan makanan sembari memikirkan yang terjadi ini. Kalau memang gadis petugas kebersihan itu tidak salah dan telah dituduh salah bahkan sampai dihajar, harus ada penyelesaiannya. Harusnya Mentari mendapatkan sanksi. Tapi masalahnya adalah Mentari calon menantunya. Dia tidak ingin mempermalukan calon menantunya hanya karena seorang gadis petugas kebersihan. "Jadi apa yang akan kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?"

"Tentu saja aku harus menasehati Mentari atas kesalahannya. Kalau perlu memberinya sanksi. Lalu menemui gadis petugas kebersihan untuk memberikan ganti rugi atas luka-luka yang diderita akibat perbuatan brutal Mentari."

"Jangan memberi sanksi pada Mentari. Dia calon istri kamu. Memangnya kamu mau mempermalukan harga diri calon istri sendiri?"

"Aku tidak ingin melakukannya, pa. Tapi apa yang dilakukan Mentari sudah di luar batas. Marah karena cemburu boleh. Tapi tidak dengan membabi buta seperti itu. Dia tidak mencerminkan pribadi seorang dokter. Apalagi dia punya jabatan di rumah sakit. Yang dilakukannya itu membuat aku jadi menebak kepribadian dia yang sesungguhnya."

Gerakan tangan Dewa di atas piring terhenti. Pria itu menoleh pada Langit dengan pandangan yang menyipit. "Maksud kamu?"

Langit menghela nafas panjang. "Semoga perkiraan tidak benar. Tapi apa yang sudah dilakukan oleh Mentari seolah mencerminkan pribadinya yang temperamental."

Dewa membisu. Tidak mau berkomentar meskipun benaknya memikirkan Mentari. Lalu dia kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Setelah sarapan selesai, Langit berpamitan pada papa dan mamanya. Dia beranjak menuju rumah sakit yang dipimpinnya. Hal yang dilakukan pertama kali olehnya begitu sampai adalah mendekati seorang petugas kebersihan pertama yang dia temui.

"Apa kamu melihat Kahyangan?" tanya Langit pada petugas kebersihan itu.

"Tidak, pak. Sepertinya Kahyangan tidak masuk kerja gara-gara peristiwa kemarin."

"Oke, terima kasih."

"Iya, pak."

Langit meninggalkan petugas kebersihan itu. Sebenarnya dia sudah menebak kalau Kahyangan tidak masuk kerja hari ini karena apa yang dilakukan Mentari pada gadis itu cukup parah. Harusnya juga Kahyangan untuk sementara dirawat di rumah sakit. Tapi gadis itu menolak dengan alasan dirinya tidak apa-apa.

Tidak langsung masuk ke ruangannya, kini Langit malah masuk ruangan HRD. Hal itu membuat orang-orang di sana terkejut seperti mendapatkan kejutan. Khususnya bagi staf wanita. Hanya saja, tujuan kedatangan Langit datang bukan untuk tebar pesona melainkan untuk bertemu sang manager.

"Aku datang untuk bertanya sesuatu denganmu," ucap Langit tanpa basa basi.

"Iya, pak. Apa itu?"

"Aku mau minta alamat tempat tinggal petugas kebersihan yang bernama Kahyangan."

"Ini masih lanjutan kasus yang kemarin ya, pak? Akan saya berikan, pak. Tapi kalau bapak mau membesuk Kahyangan ke rumahnya, dengan adiknya saja, pak."

Kening Langit mengerut. "Adik?"

"Iya, pak. Kahyangan itu punya adik yang bekerja di sini juga. Tapi bedanya kalau Kahyangan bekerja sebagai petugas kebersihan, adiknya bertugas sebagai dokter."

Mata Langit melebar mendengar itu. "Oya? Apakah dia sudah datang?"

"Untuk saat ini dia jadwal siang, pak."

"Oke, kalau begitu nanti kalau adiknya sudah datang, tolong minta menghadap aku segera."

"Baik, pak."

Langit meninggalkan tempat itu menuju ruangannya. Begitu sampai, dia langsung menelpon Mentari. "Kalau sudah tidak sibuk, datanglah ke ruanganku."

Beberapa menit setelah telpon itu, Mentari datang. Tanpa basa-basi, Langit langsung menyalakan rekaman cctv pada saat kejadian dirinya dipeluk oleh Kahyangan.

"Kamu bisa lihat kan di sini? Ada orang yang menumpahkan minyak di dekat tangga. Dan Kahyangan menolongku karena refleks. Ini seperti dugaanku yang sudah aku jelaskan padamu kemarin. Secara logika tidak mungkin kalau Kahyangan sengaja menumpahkan minyak hanya untuk menjebakku. Dan yang membuat aku tidak mengerti, kamu bisa sangat marah sampai menghajarnya."

Mentari menundukkan wajahnya. "Aku terbawa emosi. Aku minta maaf."

"Bukan padaku kamu harus meminta maaf, tapi pada Kahyangan. Apa kamu mau melakukannya?"

Mentari membisu. Sedikit pun dia tidak sudi untuk meminta maaf pada Kahyangan. Lebih baik dia mati daripada meminta maaf pada gadis itu.

"Kenapa diam? Apa kamu tidak bersedia?"

Mentari mengangkat wajahny perlahan. Lalu dia menatap Langit. "Sebenarnya kamu ini tunanganku atau tunangan Kahyangan sih? Dari kemarin kamu terus membelanya dan terus membuat aku jatuh. Kalau kamu sudah tahu apa yang terjadi, ya sudah jangan dibahas lagi. Toh, dia itu bukan siapa-siapa kamu dan hanya seorang petugas kebersihan."

Rahang Langit mengencang mendengar itu. "Aku tidak menyangka kamu bisa bicara seperti itu. Kenapa kamu selalu menyangkut pautkan kejadian kemarin dengan pertunangan kita padahal tidak ada hubungannya sama sekali. Kalau manusia normal, ketika tahu dirinya melakukan kesalahan apalagi fatal, dia akan segera meminta maaf. Berbeda cerita jika kamu adalah manusia yang tidak memiliki hati nurani."

"Ya! Aku tidak memiliki hati nurani! Puas kamu!" sahut Mentari dengan mata menyala. "Aku tidak suka kamu dekat-dekat dia karena aku membenci dia!"

"Dekat-dekat dia? Aku mendekatinya karena aku menolongnya dari amukan kamu. Jika dia tidak aku tolong kemarin itu, mungkin dia akan mati. Kamu terlihat begitu emosi dan membabi buta."

"Aku memang ingin membunuhnya! Kamu tau itu!"

"Alasannya?"

"Aku tidak menyukai dia karena dia setiap hari tebar pesona biar mendapat pujian cantik dan lainnya."

"Dengan pakaian seragam petugas cleaning service yang longgar memangnya dia bisa tebar pesona?"

"Terserah kamu mau percaya apa tidak. Tapi inilah yang aku lihat."

"Kalau pun dia tebar pesona, apa hakmu untuk menghajarnya? Setiap manusia berhak berpenampilan yang ingin dipuji orang. Kamu juga begitu kan? Setiap pagi kamu berdandan cantik dan berpakaian bagus agar bisa dipuji orang kan?"

Mentari menelan saliva. Dia merasa tertohok.

"Ada yang salah dengan dirimu, Mentari. Aku harap kamu segera berubah karena kamu adalah seorang dokter."

Mentari membisu. Menciptakan keheningan untuk beberapa detik waktu.

Keheningan itu tiba-tiba pecah oleh suara ketukan di pintu. Baik Langit maupun Mentari menoleh ke pintu.

"Masuk!" seru Langit.

Pintu pun terbuka. Dari baliknya Purnama muncul. Hal itu membuat pandangan Mentari langsung menyipit.

'Purnama? Kenapa dia datang ke sini?' tanya Mentari dalam hati.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status