Share

Ditinggalkan

"Jadi, kapan kalian punya momongan? Kalian butuh penerus, ucapanku benar bukan Handika?"

Uhuk!

Keina hampir melemparkan makanan yang tengah ia kunyah dari mulutnya saat mendengar ucapan Reymand Nayara. Ia mengangkat segelas air putih lalu meneguknya cepat. Pertanyaan dari Reymand begitu mengejutkan hingga membuat ia hampir tersedak. Keina melirik ke arah Alden yang hanya menampilkan senyuman tipis. Sementara ayahnya, Handika hanya mengangguk sepenuhnya setuju dengan usul Reymand.

"Itu benar Pa, Baron butuh teman untuk bermain. Usia Keina hampir menginjak kepala tiga, tidak baik untuk menunda-nunda, Alden,"

"Ya Alden, bagaimana jadinya perusahaan tanpa seorang penerus? Kalian harus segera merencakan program kehamilan,"

"Aku punya kenalan seorang dokter kandungan yang hebat, kalian mau mencobanya? Dia juga yang merekomendasikan obat untukku hingga aku mengandung Baron,"

Keina hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan Vivian yang juga merupakan salah satu menantu di keluarga Syarakar. Vivian dan Delon suaminya selalu menggembor-gemborkan kebanggaan karena telah memberikan seorang cucu laki-laki untuk Reymand. Gerak-gerik mereka yang berusaha menjatuhkan Keina bukanlah tanpa alasan, posisi direktur paling tinggi yang sepatutnya menjadi jabatan Delon, Reymand alihkan ke tangan Alden. Permusuhan diantara mereka tidak terelakkan kembali dan Keina mau tak mau harus terseret di dalamnya. Kali ini mereka menyerang titik lemah hubungan Keina dan Alden, seorang anak!

"Mama Audrey dan Mama Tiana juga ingin menimang cucu dari kalian, Sayang,"

"Iya, jadi sebaiknya kalian segera merencanakannya. Kami sudah tidak sabar,"

Keina merasa terpojok, ia menelan ludahnya melihat keseluruhan tatapan di meja itu beralih kepadanya. Anak? Cucu? Hah... Jangankan keturunan, untuk menyentuh Keina saja Alden melakukannya hanya dalam hitungan jari. Belum lagi Keina dipaksa meminum obat untuk mencegah kehamilan. Jadi bagaimana bisa mereka memiliki anak jika ia yang harus bekerja keras sementara yang lain tidak terlihat perduli bahkan mungkin tidak sudi?

"Kami masih ingin menikmati masa-masa pacaran kami. Kami tidak ingin terburu-buru,"

Lihat? Apa ia bilang? Alden sama sekali tidak menginginkan seorang keturunan darinya.

"Pokoknya tahun ini kalian harus punya anak. Papa tidak mau tahu, jika kamu tidak bisa mengusahakannya, perusahaan akan Papa alihkan ke tangan Delon. Kamu tidak keberatan bukan, Handika?"

Keina hanya bisa menelan ludah saat melihat ayahnya malah tersenyum lebar. Mereka memang satu frekuensi. Ia tidak pernah melihat orang tua dan mertuanya berdebat tentang hal apapun selama ini.

"Sama sekali tidak, aku juga ingin mereka memiliki keturunan segera. Ini cucu pertama bagiku, aku lebih merasa antusias,"

"Kami akan berusaha mengabulkan keinginan kalian, anak atau apapun itu, benar bukan, Sayang?" balas Keina yang mulai gemas dengan obrolan ini.

Sementara raut wajah Alden terlihat menegang mendengar ucapan Keina, pria itu mengepalkan sebelah tangannya menampilkan ketidaksenangannya mendengar gagasan Keina. Namun hanya sekilas dan hanya Keina yang bisa menangkap gerakan itu, karena sedetik kemudian pria itu tersenyum tipis lalu berkata, "Keina sudah memutuskannya, aku mengikuti saja apa keinginannya,"

Semua yang berada di meja itu bersorak kecil terkecuali Keina dan Alden. Keina dapat merasakan tatapan tajam Alden yang menatapnya tidak senang atas perkataannya yang sembarangan. Keina membuang wajah lalu menuangkan kembali sampanye untuk ia teguk, mengalihkan pemikirannya atas respon tidak menyenangkan dari Alden. Sudut hati Keina mencelos rupanya Alden benar-benar tidak menginginkan anak darinya. Mungkin pria itu tidak ingin semakin terikat dengan pernikahan ini.

Belum selesai pembahasan mereka tentang keturunan, sudut mata Keina melihat ponsel Alden bergetar samar di dalam kantung jasnya. Untuk sesaat Alden terlihat melebarkan matanya saat membaca sebuah pesan yang masuk ke dalam sana. Keina mengangkat alisnya, tiba-tiba merasa penasaran dengan isi pesan itu karena raut wajah Alden yang tidak biasa.

"Pa, Ma, semuanya maaf, tapi aku harus segera pergi,"

Keina melongo. Ia mengerjapkan matanya saat Alden tiba-tiba berdiri dari kursinya lalu bergegas untuk pergi.

"Kamu mau kemana, Alden? Siapa yang sudah menghubungimu?"

"Ah ini Erik yang menghubungi. Erik bilang ada pekerjaan mendesak,"

"Tapi, ini pesta ulang tahun pernikahan kamu, apa kata para tamu nanti?"

Alden terlihat mengabaikan perkataan Reymand, ia kembali bergegas, "Ada hal yang penting yang harus aku lakukan, Pa. Ini menyangkut perusahaan. Ada klien penting yang meminta bertemu mendadak. Aku harus meeting dengannya malam ini,"

"Tapi Alden..."

Alden terlihat mulai melangkah tanpa menghiraukan panggilannnya.

Keina hanya bisa ternganga melihat tindakan Alden yang tiba-tiba. Ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka, tapi Alden malah sibuk dengan pekerjaan atau apapun itu namanya. Alden bahkan tidak menatap wajahnya, pria itu berjalan lurus keluar dari area pesta tanpa memberikan sedikit penjelasan untuknya. Seolah bayangannya memang tidak terlihat di sini padahal Keina berada persis di samping kanannya.

Sudut hati Keina terasa berdenyut nyeri. Sudah ia peringatkan agar Alden tidak membuat masalah, tapi Alden malah meninggalkannya tanpa pesan di pesta wedding anniversary mereka. Keina hanya bisa tersenyum getir, ia merasa kehilangan wajahnya melihat para tamu yang menatapnya dengan bingung.

Dengan cepat Keina bangkit, ia berbisik pada Tiana. Ia tersenyum kecil mencoba menyembunyikan wajah terlukanya. "Aku harus pergi ke toilet sebentar, Ma,"

Tanpa mendengar jawaban Tiana, Keina berjalan ke arah toilet dengan cepat. Ia segera membuka ponselnya lalu menghubungi nomor sekertaris pribadi Alden yang bernama Erik. Setelah panggilannya terhubung, Keina langsung menyapa.

"Selamat malam, Erik,"

"Selamat malam Bu Keina,"

"Maaf Erik, saya mengganggu sebentar,"

"Iya Bu, ada apa?"

"Apa Pak Alden ada jadwal meeting hari ini? Apa kamu tadi menghubunginya?

"Tidak Bu, saya tidak menghubunginya, Pak Alden sendiri yang mengosongkan jadwal untuk hari ini. Bukankah sekarang ada pesta anniversary yang harus Pak Alden hadiri?"

Perasaan Keina terasa sesak seketika mendengar penuturan Erik. Netranya sudah memanas. Jadi, Alden berbohong? Tapi, kenapa? Kemana Alden pergi sebenarnya dengan tergesa begitu?

"Baiklah, terimakasih Erik. Jangan katakan pada Alden saya bertanya hal ini padamu,"

"Baik Bu,"

Keina memejamkan matanya setelah panggilannya berakhir. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak. Kenapa perasaannya memburuk saat melihat Alden pergi dengan terburu seperti itu?

Untuk sejenak Keina menghela nafasnya panjang, mencoba menormalkan deru nafasnya yang seolah kehilangan arah. Setelah perasaannya sesaknya sedikit berkurang, Keina menyimpan ponselnya lalu membasuh wajahnya di depan wastafel.

"Tersenyumlah Keina, kau pandai melakukannya, bukan?" ucapnya lebih kepada dirinya sendiri.

Meski ia telah ditinggalkan, ia merasa harus menyapa para tamu yang telah datang memenuhi undangan mereka.

Keina kembali melanjutkan langkah dengan langkah tegap, melupakan seluruh perasaan sesaknya. Sekali lagi ia harus menunjukkan pada dunia bahwa dia baik-baik saja hidup bersama dengan Alden.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Yunita Yunita
๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ด ๐˜ด๐˜ข๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜บ๐˜จ ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ข๐˜ต ๐˜บ๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ข
goodnovel comment avatar
MAF_0808
salut banget ama Keina
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
bagus kali lahh.. lanjut lanjut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status