Share

Gagal Move-on
Gagal Move-on
Author: Sarsar Rahma

Bab 1 Kasus Spesial

“Kerja bagus!”

Aku memberikan laporan serta berbagai bukti yang berhasil kukumpulkan sesuai permintaan klien. Termasuk soal data di flashdisk itu. Aku menyerahkan semuanya kepada Bima.

“Ini gak mudah. Tapi cukup menarik karena menegangkan. Lain kali, beri aku tugas yang lebih menantang,” kataku.

Bima pun tersenyum. “Tunggu saja! Tugas tersebut akan segera datang,” katanya. “Duduklah!” pintanya sekali lagi.

Lantas, aku pun duduk di sofa. Disusul Bima yang membawa laptop untuk menunjukkan sesuatu.

“Cepat, cepat! Aku sibuk sekarang!” ucapku tidak sabar.

Aku ingin mempercepat pertemuan kali itu. Tapi Bima malah meminta lain. “Lupakan sejenak tentang studio kayu! Aku punya kasus spesial yang harus dibahas,” katanya membuatku otomatis mengerutkan kening.

“Kasus spesial? Sekarang?” tanyaku.

“Iya, sekarang. Ini penting!” kata Bima lagi. Ia meyakinkan bahwa apa yang akan disampaikannya sungguhan penting.

Sedikit menimbang, aku pun akhirnya merelakan sebagian waktuku untuk mendengarkan penjelasan tentang kasus yang akan Bima berikan. “Oke deh, aku ngalah. Kasus apa kali ini?” tanyaku kemudian. Aku lantas meletakkan alat pengukir kayu yang tak sengaja terbawa di atas meja.

“Kali ini kasus dugaan perselingkuhan,” jawab Bima dengan mantap. Membuatku refkeks menghela napas begitu mendengar kalimat itu. Raut wajahku berubah tak senang. Aku pun protes kepada Bima.

“Dari sekian banyak kasus, kasus semacam itulah yang paling aku gak suka,” kataku. “Kasih ke Kevin aja!” saranku kemudian. Nada bicaraku agak tinggi dan mungkin terdengar sinis. Mungkin juga, itu membuat Bima tidak mengerti kenapa suasana hatiku bisa berubah secepat itu hanya karena mendengar kata perselingkuhan.

Namun, seakan sudah tahu kalau aku akan menolak kasus itu mentah-mentah, Bima pun tetap berupaya supaya aku mau menerima kasus tersebut.

“Sagi, jangan hanya karena kamu pernah diselingkuhi, lantas bikin kamu jadi gak suka sama kasus-kasus perselingkuhan. Tolong pisahkan antara pekerjaan dan perasaan pribadi!” jelas Bima memberi nasihat. Tapi aku menanggapi lain nasihat itu.

“Bima, tolong dipahami! Ini gak ada kaitannya sama pengalaman pribadi. Aku hanya gak suka sama kasus receh yang gitu-gitu aja. Aku butuh kasus yang lebih menantang,” balasku dengan serius. “Udah, suruh Kevin aja yang selidiki!” terusku setengah memaksa.

Tapi Bima tak mau kalah. “Tapi aku maunya kamu yang selidiki kasus ini,” ungkapnya tegas. Membuat pandanganku bergerak secepat sinar laser. Aku menatap tajam Bima sekarang.

“Kenapa aku? Kamu kan tau aku gak tertarik sama kasus begituan. Kenapa harus aku, sih?” tanyaku heran sekaligus kesal.

“Karena kasus ini spesial. Kamu tau di mana spesialnya? Itu ada di klien dan targetnya.”

Mendengar itu, aku jadi curiga sekaligus penasaran. “Memangnya, siapa mereka?” tanyaku kemudian.

“Lihat ini!” Tanpa basa-basi, Bima langsung memutar posisi laptop ke arahku. Bima menunjukkan foto seseorang yang sangat kami kenal. Tentu saja, hal itu membuatku sangat terkejut begitu melihatnya.

“Ini ... Leo?!” ucapku yang tak lepas memandangi foto itu. Aku sungguh terkejut melihat foto-foto Leo yang ada di laptop Bima. Mengapa Leo? Apa maksudnya semua ini?

“Benar,” jawab Bima singkat.

“Dia target atau kliennya?” aku penasaran.

“Itu foto yang dikirimkan klien. Jadi tentu dia adalah targetnya,” jawabnya pasti.

Seketika aku menatap Bima lagi. “Jadi maksudmu, Leo selingkuh?” tak yakin, aku mempertanyakannya.

Lalu dengan santai, Bima pun menjawab. “Itu baru dugaan. Klien meminta kita untuk menyelidikinya.”

“Siapa kliennya?” aku makin penasaran.

“Aku yakin, kamu sudah bisa menebaknya. Tapi lebih baik, kamu lihat sendiri nama pengirim email itu,” saran Bima. Aku pun bergegas memeriksanya.

“Venus?” ucapku membaca nama si pengirim email. Lagi-lagi aku dibuat terkejut saat tahu bahwa klien itu adalah orang yang kukenal. Dia adalah kakakku sendiri.

Ya. Venus adalah kakakku, dan Leo adalah suami Venus. Jadi dengan kata lain, Leo adalah kakak iparku. Venus mencurigai Leo selingkuh dengan wanita lain. Dia sampai menyewa detektif untuk menemukan jawaban atas kecurigaannya itu.

“Nggak. Gak mungkin lah! Leo gak mungkin selingkuh!” sangkalku pada informasi yang Bima berikan. Aku tetap meyakini bahwa Leo bukan orang seperti itu. Meski status Leo adalah mantan yang berubah jadi kakak ipar, aku tetap mempercayainya sebagai orang baik-baik.

“Jadi kamu lebih percaya Leo daripada kakakmu?” tanya Bima seketika. Aku pun terdiam.

“Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Jika ingin tahu lebih jelas, maka kita harus menyelidikinya,” terus Bima. Mencoba membuka jalan pikiranku.

Aku masih terdiam. Aku tetap membisu di tempat dudukku, sembari menatap layar laptop. Lalu tiba-tiba, aku terdorong untuk mengusulkan sesuatu. “Gak bisakah kasus itu ditolak aja?”

“Ditolak? Kenapa?”

“Aku gak mau ikut campur urusan rumah tangga mereka,” jawabku memberi alasan. Membuat Bima tak tinggal diam ketika mendengar alasan tersebut.

“Sagi, tolong dibedakan! Dalam kasus ini, kita tidak sedang ikut campur urusan rumah tangga orang. Mereka bahkan gak tahu kalau kita agen mata-mata. Kita hanya disewa untuk membantu urusan klien. Ini adalah bentuk profesionalitas dalam bekerja,” jelas Bima panjang lebar. Dia berusaha meyakinkanku supaya mau terlibat dalam penyelidikan kasus itu.

Lalu entah dari mana datangnya, kalimat itu pun muncul di kepalaku. Dan aku tak segan untuk mengungkapkannya kepada Bima. “Kenapa kamu tertarik banget sama kasus ini? Kamu ... lagi nyari celah buat kembali ke Venus?” tanyaku saat itu.

Sontak Bima terdiam. Sepertinya dia tak menyangka bahwa aku akan berpikir seperti itu.

Bima tak bisa menjawab pertanyaanku. Dia seolah punya alasan khusus, tapi tak mau memberitahuku. Akhirnya, ia pun memilih untuk menunduk. Dia tak berani lagi menatap mataku yang kini tengah meminta penjelasan.

“Setidaknya, pertimbangkanlah gimana perasaan aku saat harus menerima tugas itu,” ungkapku kemudian. “Aku ... aku gak peduli kamu mau balik lagi ke Venus atau enggak. Tapi tolong, jangan libatkan aku dalam kasus ini! Selidiki sendiri kalau gak mau Kevin yang mengurusnya!” terusku. Lalu aku pergi meninggalkan ruangan Bima. Suasana hatiku mendadak tidak baik sekarang. Rasanya seperti ada yang mengganjal di benak terdalamku. Dan itu sungguh membuatku tidak nyaman.

Akankah Bima menolak kasus itu sesuai permintaanku? Demi menjaga perasaan istrinya?

(*)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status