Share

Bab 2

Author: Bintang
"Enak ya .... Kalau enak, makan yang banyak. Kapan-kapan juga boleh main lagi ke sini," ucapku dengan suara yang sedikit bergetar.

Namun, tatapan Marven tidak juga berpaling dariku. Rasanya seolah-olah sekujur tubuhku tergelitik, hingga membuatku kembali diselimuti oleh perasaan geli dan hangat yang sulit dijelaskan.

"Wah, bagus deh. Aku paling suka makan Bi Ellie ...." Belum sempat Marven menyelesaikan kalimatnya, ponselnya tiba-tiba berdering.

Marven pun berbalik menuju ruang tamu untuk menjawab.

Aku diam-diam melirik punggungnya. Bahunya yang tegap, pinggangnya yang ramping, tubuhnya yang kekar ... terlihat kuat sekali.

Teringat kembali dengan sentuhan hangat di belakang tubuhku dan ucapannya yang menggantung tadi ... entah mengapa, benakku mulai membayangkan tubuh kekar Marven yang membelit denganku ....

Tidak berani lagi berpikir sembarangan, aku akhirnya memutuskan buru-buru membersihkan peralatan makan. Dari ruang tamu terdengar suara Marven berkata, "Oke. Sebentar lagi aku turun untuk ambil."

Begitu aku selesai mencuci piring dan keluar dari dapur, Marven melambaikan ponselnya ke arahku. "Bi Ellie, bisa tolong ambilkan paket di bawah?"

Melihat tangannya yang dibalut perban, aku pun tidak tega menolak. Aku mengangguk dan segera turun untuk mengambil paket. Saat aku kembali ke atas dan menyerahkan paketnya, Marven malah memintaku membukakannya.

Aku tidak curiga sama sekali dan langsung membukanya. Namun ketika melihat isinya, wajahku langsung merona hebat.

Itu ... itu ternyata cetakan mainan dewasa!

Saking kagetnya, aku refleks menjatuhkan benda itu ke lantai. Wajahku panas seperti terbakar. "A ... apaan ini?"

Marven melangkah pelan ke arahku dan memungut benda itu dengan satu tangan. "Bi Ellie, ini cetakan yang kugunakan untuk buat mainan. Karena bendaku ini cukup besar, jadi aku pakai cara ini untuk menghasilkan uang."

Sambil berkata demikian, pandangannya refleks melirik ke bagian bawah. Aku refleks ikut melirik ke arah pandangannya, lalu membelalak kaget.

Kenapa dulu aku tidak sadar ternyata benda bocah ini kuat sekali?

Teringat kembali dengan mainan-mainan yang pernah kugunakan sebelumnya, semuanya jauh berbeda dengan milik Marven ini.

Andai saja bisa ....

Baru saja pikiranku kembali melantur, Marven tiba-tiba mendekatiku.

"Bi Ellie, bisa bantu aku nggak?"

Melihat gerak-geriknya yang misterius, aku refleks mengangguk. "Mau bantu apa?"

Marven menunjuk tangannya yang terluka, lalu berkata, "Aku sulit bergerak kalau cuma pakai satu tangan, Bi Ellie bisa bantu aku buat cetakan ini nggak?"

Menyuruhku membantunya mencetak mainan ... kalau begitu, bukankah artinya ....

Pandanganku tak kuasa melirik ke celana Marven.

Karena merasa malu, aku ingin menolaknya. Namun, Marven kembali melanjutkan, "Kalau nggak bisa produksi, aku harus bayar denda ke orang lain. Kalau bukan karena tanganku terluka, aku juga nggak perlu minta bantuan sama Bi Ellie."

Mendengar ucapannya ini, dalam hatiku merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun, tangannya terluka karena putraku.

Denganm wajah yang sudah merah padam, akhirnya aku setuju untuk membantunya.

"A ... apa yang harus kulakukan?"

Marven duduk di sofa, satu tangannya mulai membuka ikat pinggang, sementara tangan lainnya memberi isyarat padaku untuk mengambil cetakan yang ada di dalam paket.

"Nanti Bibi tinggal masukkan saja cetakan itu ke tubuhku ...."

Melihat lekuk di celananya itu, wajahku merah padam. Begitu memikirkan bahwa nanti aku harus menyentuh bagian intimnya itu, sekujur tubuhku terasa panas.

Lantaran melihat aku masih belum bergerak, Marven tiba-tiba mendekat ke sisiku. Kemudian, dia mengambil cetakan itu dengan tangannya yang sehat dan meletakkannya ke tanganku.

"Bi Ellie, kamu malu ya?"

Cetakan di tanganku membuat tubuhku semakin panas. Embusan napas hangat Marven menyapu wajahku, membuatku tak kuasa menahan getaran yang merambat di sekujur tubuh.

Marven terkekeh. "Nggak nyangka ternyata Bi Ellie sesensitif ini. Tapi justru itu bisa merangsangku, biar hasil yang aku buat nanti bisa lebih sempurna."

Marven menarik tanganku dan meletakkannya di dadanya yang kekar, lalu perlahan-lahan merosot ke bawah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 9

    Sebenarnya Marven tidak ingin membantu ayah Jasper. Namun, karena dia terlilit utang dan sangat membutuhkan uang, akhirnya dia pun menyanggupi permintaan itu.Ternyata, insiden di mana Jasper memukul Marven juga merupakan bagian dari rencana. Marven sengaja mengucapkan kata-kata yang menghina diriku di hadapan Jasper, hingga membuat Jasper tersulut emosi dan memukulnya.Dengan cara itu, Marven mendapat alasan untuk masuk ke rumahku secara sah. Kemudian, dia bisa mendekatiku dan melakukan semua itu. Bahkan alasan soal membuat cetakan yang dia pakai untuk mendekatiku hanyalah kedok semata.Hari itu, setelah aku pergi, Marven melihat ponselnya dan mendapati bahwa video yang dia rekam telah terhapus. Dari sana, dia menyadari bahwa aku mungkin sudah tahu semuanya, makanya dia mulai meneleponku berkali-kali.Tabita mendengarkan pengakuan Marven dengan wajah marah. Dia kembali menendang anaknya sekali lagi dengan geram."Marven, Marven ... aku harus bilang apa padamu? Bukankah uang bulanan ya

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 8

    Mengetahui bahwa Jasper tidak menyukai sesama jenis membuatku sedikit lega. Namun, kenyataan bahwa dia justru jatuh cinta pada Tabita benar-benar membuatku bingung.Aku terdiam sejenak, lalu menepuk pundaknya perlahan. "Nak, kamu sudah dewasa. Ibu akan menghormati pilihanmu. Tapi orang seperti Marven terlalu berbahaya. Kita harus persiapkan diri mulai sekarang."Jasper memahami kekhawatiranku dan mengangguk menyetujui.Aku pun memutuskan untuk membawa Jasper pergi dari tempat itu, agar Marven tidak mendapat kesempatan untuk mencelakainya. Kami menginap di sebuah hotel untuk sementara, sambil diam-diam mengamati karena ingin tahu langkah apa yang akan diambil Marven selanjutnya.Mungkin karena aku tak kunjung pulang, atau mungkin karena dia menyadari video semalam telah terhapus, Marven terus-menerus meneleponku. Namun, aku langsung memutus sambungan setiap kali dia menelepon dan akhirnya, aku memblokir nomornya.Orang seperti dia tidak layak lagi diberi kesempatan untuk membela diri. D

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 7

    Aku melihat tangannya yang satu lagi mengeluarkan ponselnya dan membuka kamera. Namun, mengingat orientasi seksual anakku, akhirnya aku tidak menolaknya.Harus diakui, usia muda memang sangat menyenangkan. Apalagi, pria muda yang masih kuat tentu lebih menyenangkan lagi. Malam ini, aku merasakan kebahagiaan yang telah lama tidak kurasakan.Tubuhku bagai bunga yang telah lama layu, kini disirami kembali dan mekar dengan indah yang luar biasa. Menjelang larut malam, aku baru bisa tertidur lelap, dalam rasa letih dan nyeri yang masih membekas.Saat aku terbangun, waktu sudah hampir menjelang siang. Aku masih terbaring di kamar. Di sampingku, Marven sudah tidak ada.Aku segera duduk dengan panik. Saat melihat bekas-bekas yang tersebar di tubuhku, sudut bibirku justru menampilkan senyum kecil. Meski awalnya semua ini kulakukan demi membantu Jasper, pada akhirnya, aku sendiri juga menikmati semuanya.Teringat akan Jasper, aku pun bergegas menuju kamarnya. Namun, ternyata Jasper tidak ada di

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 6

    Jasper menggeleng pelan. "Bu, tadi waktu aku menyeberang jalan, aku nggak sengaja tertabrak. Aku kaget sekali, makanya aku langsung telepon Ibu. Tapi, orang yang nabrak itu baik, kok. Dia kasih aku empat juta untuk periksa ke dokter. Karena aku merasa nggak kenapa-kenapa, jadi aku biarkan dia pergi."Mendengar penjelasan Jasper, hatiku akhirnya tenang. Di saat bersamaan, aku kembali bertanya-tanya, anak sejujur dan sepolos ini, bagaimana mungkin dia bisa berbohong padaku? Bagaimana mungkin ... dia benar-benar menyukai sesama jenis?Meski hatiku masih diliputi keraguan, melihat dia baru saja mengalami kejadian seperti ini, aku memutuskan untuk menunda pembicaraan. Tunggu sampai kami pulang, baru aku akan tanyakan semuanya dengan jelas.Memang benar tangan Marven tidak terluka, tapi bagaimanapun juga dia adalah anak dari sahabatku. Sahabatku juga masih berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Mau tak mau, aku harus membiarkan Marven ikut pulang ke rumah bersama kami.Pikiranku benar-b

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 5

    Saat ini, aku benar-benar ingin mengalihkan emosiku secepat mungkin. Secara refleks, kedua kakiku melingkari pinggang Marven.Baru saat itulah aku sadar, tangan Marven yang katanya cedera, kini sedang mencoba menarik rokku. Sementara itu, ekspresi wajahnya tampak tenang dan sama sekali tidak menunjukkan rasa sakit.Bukankah katanya tangannya cedera? Kenapa sekarang bisa bergerak sebebas itu?Hanya saja, pandanganku telah buram dan tidak bisa lagi memedulikan semua itu.Kring ... kring ....Ponselku tiba-tiba berdering, membuyarkan lamunanku seketika. Marven menatapku dengan mata yang memerah, seolah-olah kehilangan kendali. Secara refleks, dia hendak mematikan panggilan itu.Namun saat mataku melirik ke layar dan melihat nama peneleponnya, aku segera mendorong Marven dan meraih ponselku.Itu telepon dari Jasper. Kenapa dia menelepon lagi? Meskipun aku masih marah karena kebohongannya, bagaimanapun juga Jasper adalah anakku sendiri. Bagaimana kalau ada hal penting yang ingin dia sampaik

  • Gairah Anak Sahabatku   Bab 4

    Tangannya memasuki rokku, lalu menarik celana dalamku yang telah basah kuyup. Merasakan tubuh yang muda dan kekar ini, gelora dalam lubuk hatiku yang terdalam sontak terpicu. Aku tidak lagi memedulikan tuntutan moral, aku hanya ingin tenggelam dalam kenikmatan ini.Bruk!Mungkin karena tenaga Marven terlalu kuat, ranjang itu malah ambruk. Aku dan Marven sama-sama terjatuh ke lantai. Rasa sakit di tubuh membuat akal sehatku kembali.Saat ini, aku mendengar suara pintu digedor dengan tergesa-gesa dari luar."Ada orang di dalam? Apa yang terjadi? Kenapa suaranya kuat sekali?"Mungkin karena suara ranjang yang ambruk terlalu keras, sehingga menarik perhatian tetangga di lantai bawah. Suara ketukan di luar pintu semakin keras, membuatku perlahan sadar. Aku buru-buru merapikan pakaian lalu keluar kamar.Bagaimanapun juga, ini memang kesalahan kami. Aku segera meminta maaf berulang kali kepada tetangga. Untungnya, mereka cukup rasional. Setelah memastikan bahwa kami bukan sengaja membuat kega

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status