Share

Gairah Berbahaya Pewaris Arogan
Gairah Berbahaya Pewaris Arogan
Penulis: Ash Nine

Wanita Di Atas Ranjang

“Ah …” 

Suara erangan Emily memenuhi ruangan ketika wanita itu merasakan sentuhan kasar seorang pria tepat di bagian sensitif tubuhnya.

Emily melengkungkan punggungnya, memberikan ruang untuk pria yang berada di atasnya untuk menyentuhnya lebih jauh. 

Entah apa yang merasuki dirinya malam itu, tapi, tak lama setelah Zack, calon tunangannya mengajak untuk bertemu di hotel malam itu, Emily seolah dirasuki oleh hasrat yang amat menggebu. 

“Hngh!” 

Lenguhan yang tertahan keluar dari mulut Emily saat merasakan milik sang pria mulai menjajahi miliknya. 

Karena keseluruhan ruangan yang amat gelap, wanita itu tak tahu di mana harus melayangkan tangannya. Tak kuasa menahan gairah, Emily menggenggam sejumput rambut milik pria yang terus menyerangnya dengan kecupan basah.

Tepat saat itu juga, Emily merasakan sesuatu yang berbeda. Pria yang sedang bercumbu dengannya memiliki rambut pendek, padahal Zack, kekasihnya, memiliki rambut yang lebih panjang!

“Kamu bukan … Zack!”

***

“Urgh!”

Emily terbangun dengan tubuh setengah telanjang, merasakan sakit yang amat sangat tepat di intinya. Saat ia bangkit untuk duduk, selimut yang menutupi tubuhnya jatuh ke perut hingga memperlihatkan keindahan tubuh bagian atasnya yang menggoda.

Ketika dirinya ingin bergegas, maniknya tak sengaja melihat noda darah di ranjang, membuat Emily kembali mengingat malam panas yang baru saja dia alami. Pria yang memeluk dan mengukungnya, dan terus menyentuhnya sampai Emily melenguh penuh gairah. Namun, pria yang dia pikir adalah calon tunangannya itu, ternyata adalah pria asing yang tidak Emily kenal!

‘Apa yang aku harus lakukan?’ batinnya, kembali melihat noda darah yang ternyata tersisa di pahanya. 

‘Bukankah ini bukti yang bisa kulaporkan ke polisi?’ 

Kala Emily bermaksud bangkit berdiri, tak sengaja dilihatnya pintu toilet terbuka, menampilkan seorang pria tinggi dan tampan melangkah keluar. Handuk putih melilit di pinggangnya, air menetes-netes dari ujung rambut putih keperakan miliknya, membuat pria itu terlihat lebih menggoda untuk siapapun yang menatapnya.

Dalam hati, Emily bertanya-tanya apakah warna rambutnya itu dibleaching atau asli. Wajah indah pria itu menampilkan keanggunan seorang aristokrat. Mata hitam gelapnya bergerak menatap Emily seperti percikan api yang mengejutkannya.

Itu dia! Pria yang melakukan hal tak senonoh semalaman padanya!

“Dasar pria brengsek! Kamu yang semalam memerkosaku, kan!?” Emily merasakan kemarahan yang membara di dadanya atas ketidakadilan dan penghinaan yang telah terjadi terhadapnya.

Dia maju menerjang dan mencoba mencakar wajah sempurna pria itu. “Dasar pria tak beradab!”

Emily berusaha menerkam pria itu, tapi pria itu meraih lengan Emily lalu menjatuhkannya kembali ke ranjang. Pria itu mengambil selimut yang jatuh ke lantai lalu melemparkannya ke arah Emily. Menutupi sebagian tubuh Emily yang terbuka karena pakaiannya yang acak-acakan.

“Memerkosamu? Nona, kamu sendiri yang naik ke ranjangku. Jangan menuduhku yang tidak-tidak,” Pria itu tersenyum, hampir mengejek. Dia menggunakan handuk kecil yang ada di tangannya untuk menggosok rambutnya yang basah, seolah merasa tak bersalah. 

Emily menggertakkan giginya, merasakan panas di wajahnya karena emosi yang meluap.

“Bukankah kau wanita yang dikirim Zack kemari? Jadi, kenapa kau harus merasa tersakiti?” Pria itu berkata kembali.

“Apa maksudmu?” tanya Emily. Tentu saja dia merasa tersakiti. Dia adalah korban di sini.

“Dia yang mengirimmu kemari.” Melihat kebingungan yang tidak dibuat-buat itu, Benedict akhirnya mengerti kalau wanita ini dikirim ke sini tanpa persetujuan dan sepengetahuan wanita itu sendiri. Mana masih perawan, haruskah dia merasa iba?

Emily yang mendengar jawaban itu hampir menyemburkan tawa. Zack itu pacarnya, seminggu lagi mereka akan bertunangan, mana mungkin Zack mengirimnya untuk ‘disantap’ laki-laki lain.

Mana ada pacar yang seperti itu. Zack tidak akan mungkin melakukan hal tak beradab seperti itu. Ya kan?

"Terserah jika kau tak percaya," cetus pria itu yang membuat Emily kembali menatapnya.

Emily melihat ke langit-langit kamar dimana ornamen-ornamen cermin terpasang di sana.

Beberapa waktu sebelumnya, Benedict dan Zack merayakan kesepakatan bisnis mereka. Zack menuangkan sampanye ke gelas Benedict. Seharusnya itu tidak masalah, hanya saja yang ada di gelas itu bukan hanya alkohol saja. Melainkan juga afrodisiak.

Benedict langsung merasakan tubuhnya terbakar oleh gairah yang membara.

Zack yang melihat itu tersenyum, dia lantas mengantarkan Benedict ke sebuah kamar hotel yang telah dipersiapkan. Zack berkata kalau ada 'hadiah' yang telah ia siapkan di dalam kamar.

Benedict yang merasa pusing, begitu terkejut ketika menyadari kalau 'hadiah' yang dimaksud oleh Zack adalah seorang gadis yang tergeletak di tempat tidurnya dengan pose sensual yang menggoda.

Benedict memijit pelipisnya. Dia bermaksud untuk keluar dari kamar. Tapi, ia kesulitan karena pengaruh obat yang telah mencapai puncaknya. Pada akhirnya, Benedict meniduri gadis itu. 

Gadis itu adalah Emily. Gadis pemarah yang kini ada di hadapannya. Dalam kondisi ini, Benedict bermaksud memberikan kompensasi, tapi, melihat emosi gadis itu yang menggebu-gebu, Benedict yakin kalau uang itu hanya akan berakhir dilempar oleh gadis itu. 

Emily gemetar, air mata menggenang di matanya ketika mengetahui kalau Zack menjualnya pada Benedict.

“Tapi, kenapa? Kenapa Zack melakukan semua ini? Aku ini kan kekasihnya. Seminggu lagi kami akan … bertunangan.” Emily mengucap kata terakhir itu dengan pahit.

Benedict yang mendengar itu terkejut. Kekasih? Calon tunangan? Gadis ini?

“Itu bukan urusanku.” Benedict berkata sambil mengangkat tangan. 

‘Ck, Zack benar-benar luar biasa, hanya 'orang yang luar biasa' yang bisa mengirim pacarnya sendiri untuk ditiduri oleh pria lain. Mana masih 'belum buka segel' lagi.’ batin Benedict dalam hati. 

Kenyataan itu menghantam Emily. Kemarahan, kesedihan, rasa malu, semua rasa itu menjadi satu. Emily memelototi kepala belakang pria berambut perak itu dengan tangan terkepal.

Kekasihnya telah tega menjualnya seperti layaknya seorang wanita penghibur pada Benedict! Tapi, yang semakin membuatnya kesal, adalah bukannya pria ini menolaknya, dia justru tanpa rasa sungkan ‘menyantapnya’ begitu saja. 

‘Dasar bajingan tidak punya hati!’ batinnya dalam hati. Dia harus segera pergi dan menjauh dari pria ini sejauh mungkin.

Benedict menoleh dan memperhatikan Emily. Gadis itu tampak akan berlari seperti binatang yang terluka. Dia pasti akan langsung melaporkan kejadian ini kepada polisi, Benedict tahu hal itu tidak boleh sampai terjadi.

Maka, dengan satu gerakan cepat, Benedict mengangkat Emily ke dalam pelukannya, membawanya ke dalam kamar mandi lalu menceburkannya ke dalam jacuzi yang berisi air. Dalam sekejap, bukti persetubuhan mereka lenyap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status