18+ Niat ingin bertemu dengan calon tunangannya, Emily justru dimanfaatkan oleh kekasihnya, dan berakhir tidur dengan Benedict, CEO Maven Group yang dikenal dengan sebutan si arogan berambut perak! Di saat Emily berusaha melupakannya, Emily justru kembali bertemu dengan pria itu, bahkan ditawarkan untuk menjadi "wanita"nya! --- Benedict menyampirkan rambut Emily, lalu melabuhkan kecupannya di bibir gadis itu. Ciuman hangat itu dalam sekejap berubah menjadi panas, hingga membuat Emily meremang. Dia tak tahu, apa ini demam ataukah panas tubuh mereka berdua yang menyebabkannya. Emily tahu, dia harus memberikan sedikit makanan pada anjing pemburu agar mau berburu untuknya. Anggap saja ciuman ini adalah makanan itu. Jadi, ketika Benedict mulai bergerilya meminta lebih dari sekedar ciuman, Emily mendorong Benedict. Lalu, memberi satu tamparan keras pada pria itu, membuat Benedict yang tidak mengira akan hal tersebut tertegun. "Apa yang kau lakukan?" seru pria itu. Emily mengetatkan genggaman di tangannya. "Kau mengambil kegadisanku, Tuan berambut perak, setidaknya kau harus membiarkanku menamparmu meski sekali."
Lihat lebih banyak“Ah …”
Suara erangan Emily memenuhi ruangan ketika wanita itu merasakan sentuhan kasar seorang pria tepat di bagian sensitif tubuhnya.
Emily melengkungkan punggungnya, memberikan ruang untuk pria yang berada di atasnya untuk menyentuhnya lebih jauh.
Entah apa yang merasuki dirinya malam itu, tapi, tak lama setelah Zack, calon tunangannya mengajak untuk bertemu di hotel malam itu, Emily seolah dirasuki oleh hasrat yang amat menggebu.
“Hngh!”
Lenguhan yang tertahan keluar dari mulut Emily saat merasakan milik sang pria mulai menjajahi miliknya.
Karena keseluruhan ruangan yang amat gelap, wanita itu tak tahu di mana harus melayangkan tangannya. Tak kuasa menahan gairah, Emily menggenggam sejumput rambut milik pria yang terus menyerangnya dengan kecupan basah.
Tepat saat itu juga, Emily merasakan sesuatu yang berbeda. Pria yang sedang bercumbu dengannya memiliki rambut pendek, padahal Zack, kekasihnya, memiliki rambut yang lebih panjang!
“Kamu bukan … Zack!”
***
“Urgh!”
Emily terbangun dengan tubuh setengah telanjang, merasakan sakit yang amat sangat tepat di intinya. Saat ia bangkit untuk duduk, selimut yang menutupi tubuhnya jatuh ke perut hingga memperlihatkan keindahan tubuh bagian atasnya yang menggoda.
Ketika dirinya ingin bergegas, maniknya tak sengaja melihat noda darah di ranjang, membuat Emily kembali mengingat malam panas yang baru saja dia alami. Pria yang memeluk dan mengukungnya, dan terus menyentuhnya sampai Emily melenguh penuh gairah. Namun, pria yang dia pikir adalah calon tunangannya itu, ternyata adalah pria asing yang tidak Emily kenal!
‘Apa yang aku harus lakukan?’ batinnya, kembali melihat noda darah yang ternyata tersisa di pahanya.
‘Bukankah ini bukti yang bisa kulaporkan ke polisi?’
Kala Emily bermaksud bangkit berdiri, tak sengaja dilihatnya pintu toilet terbuka, menampilkan seorang pria tinggi dan tampan melangkah keluar. Handuk putih melilit di pinggangnya, air menetes-netes dari ujung rambut putih keperakan miliknya, membuat pria itu terlihat lebih menggoda untuk siapapun yang menatapnya.
Dalam hati, Emily bertanya-tanya apakah warna rambutnya itu dibleaching atau asli. Wajah indah pria itu menampilkan keanggunan seorang aristokrat. Mata hitam gelapnya bergerak menatap Emily seperti percikan api yang mengejutkannya.
Itu dia! Pria yang melakukan hal tak senonoh semalaman padanya!
“Dasar pria brengsek! Kamu yang semalam memerkosaku, kan!?” Emily merasakan kemarahan yang membara di dadanya atas ketidakadilan dan penghinaan yang telah terjadi terhadapnya.
Dia maju menerjang dan mencoba mencakar wajah sempurna pria itu. “Dasar pria tak beradab!”
Emily berusaha menerkam pria itu, tapi pria itu meraih lengan Emily lalu menjatuhkannya kembali ke ranjang. Pria itu mengambil selimut yang jatuh ke lantai lalu melemparkannya ke arah Emily. Menutupi sebagian tubuh Emily yang terbuka karena pakaiannya yang acak-acakan.
“Memerkosamu? Nona, kamu sendiri yang naik ke ranjangku. Jangan menuduhku yang tidak-tidak,” Pria itu tersenyum, hampir mengejek. Dia menggunakan handuk kecil yang ada di tangannya untuk menggosok rambutnya yang basah, seolah merasa tak bersalah.
Emily menggertakkan giginya, merasakan panas di wajahnya karena emosi yang meluap.
“Bukankah kau wanita yang dikirim Zack kemari? Jadi, kenapa kau harus merasa tersakiti?” Pria itu berkata kembali.
“Apa maksudmu?” tanya Emily. Tentu saja dia merasa tersakiti. Dia adalah korban di sini.
“Dia yang mengirimmu kemari.” Melihat kebingungan yang tidak dibuat-buat itu, Benedict akhirnya mengerti kalau wanita ini dikirim ke sini tanpa persetujuan dan sepengetahuan wanita itu sendiri. Mana masih perawan, haruskah dia merasa iba?
Emily yang mendengar jawaban itu hampir menyemburkan tawa. Zack itu pacarnya, seminggu lagi mereka akan bertunangan, mana mungkin Zack mengirimnya untuk ‘disantap’ laki-laki lain.
Mana ada pacar yang seperti itu. Zack tidak akan mungkin melakukan hal tak beradab seperti itu. Ya kan?
"Terserah jika kau tak percaya," cetus pria itu yang membuat Emily kembali menatapnya.
Emily melihat ke langit-langit kamar dimana ornamen-ornamen cermin terpasang di sana.
Beberapa waktu sebelumnya, Benedict dan Zack merayakan kesepakatan bisnis mereka. Zack menuangkan sampanye ke gelas Benedict. Seharusnya itu tidak masalah, hanya saja yang ada di gelas itu bukan hanya alkohol saja. Melainkan juga afrodisiak.
Benedict langsung merasakan tubuhnya terbakar oleh gairah yang membara.
Zack yang melihat itu tersenyum, dia lantas mengantarkan Benedict ke sebuah kamar hotel yang telah dipersiapkan. Zack berkata kalau ada 'hadiah' yang telah ia siapkan di dalam kamar.
Benedict yang merasa pusing, begitu terkejut ketika menyadari kalau 'hadiah' yang dimaksud oleh Zack adalah seorang gadis yang tergeletak di tempat tidurnya dengan pose sensual yang menggoda.
Benedict memijit pelipisnya. Dia bermaksud untuk keluar dari kamar. Tapi, ia kesulitan karena pengaruh obat yang telah mencapai puncaknya. Pada akhirnya, Benedict meniduri gadis itu.
Gadis itu adalah Emily. Gadis pemarah yang kini ada di hadapannya. Dalam kondisi ini, Benedict bermaksud memberikan kompensasi, tapi, melihat emosi gadis itu yang menggebu-gebu, Benedict yakin kalau uang itu hanya akan berakhir dilempar oleh gadis itu.
Emily gemetar, air mata menggenang di matanya ketika mengetahui kalau Zack menjualnya pada Benedict.
“Tapi, kenapa? Kenapa Zack melakukan semua ini? Aku ini kan kekasihnya. Seminggu lagi kami akan … bertunangan.” Emily mengucap kata terakhir itu dengan pahit.
Benedict yang mendengar itu terkejut. Kekasih? Calon tunangan? Gadis ini?
“Itu bukan urusanku.” Benedict berkata sambil mengangkat tangan.
‘Ck, Zack benar-benar luar biasa, hanya 'orang yang luar biasa' yang bisa mengirim pacarnya sendiri untuk ditiduri oleh pria lain. Mana masih 'belum buka segel' lagi.’ batin Benedict dalam hati.
Kenyataan itu menghantam Emily. Kemarahan, kesedihan, rasa malu, semua rasa itu menjadi satu. Emily memelototi kepala belakang pria berambut perak itu dengan tangan terkepal.
Kekasihnya telah tega menjualnya seperti layaknya seorang wanita penghibur pada Benedict! Tapi, yang semakin membuatnya kesal, adalah bukannya pria ini menolaknya, dia justru tanpa rasa sungkan ‘menyantapnya’ begitu saja.
‘Dasar bajingan tidak punya hati!’ batinnya dalam hati. Dia harus segera pergi dan menjauh dari pria ini sejauh mungkin.
Benedict menoleh dan memperhatikan Emily. Gadis itu tampak akan berlari seperti binatang yang terluka. Dia pasti akan langsung melaporkan kejadian ini kepada polisi, Benedict tahu hal itu tidak boleh sampai terjadi.
Maka, dengan satu gerakan cepat, Benedict mengangkat Emily ke dalam pelukannya, membawanya ke dalam kamar mandi lalu menceburkannya ke dalam jacuzi yang berisi air. Dalam sekejap, bukti persetubuhan mereka lenyap.
“Kalau kau mau, aku punya sebuah apartemen,” kata Jeffry sembari mengedikkan bahu. "Saat ini sedang kosong. Jika kau mau, kau bisa memakainya." Jeffry mengeluarkan pena dan kertas, lalu menuliskan alamatnya, merogoh saku lalu menyerahkan kunci apartemen pada gadis itu. "Apakah … maksudmu aku bisa tinggal di sana? Di apartemenmu?" Emily tergagap. “Aku tidak akan memaksa kalau kau tidak mau, Emily.” “Tidak. Maksudku … aku mau. Tentu saja aku mau. Aku memang membutuhkannya saat ini,” Emily mengucapkan terima kasih. “Baiklah, kalau begitu …” Jeffry mengambil sejumlah uang dari dompet lalu menyodorkannya ke tangan Emily, "Untuk membuatmu bangkit kembali, oke?" Emily mengucapkan terima kasih lagi, lalu memanggil taksinya, melambaikan tangan. “Kenapa kau tidak ikut denganku, Jeff?” Dia bertanya sambil naik ke bangku penumpang. Jeffry menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa. Karena sekarang ada yang harus kulakukan. Mungkin nanti." Dia berkata dengan canggung, dan mundur saat dia
Emily sempat hendak mundur ketika melihat ekspresi keras di wajah pria itu. Apakah dia salah orang? Terlebih ketika pria itu melangkah maju. Tapi, langkah Emily untuk menghindar tertahan karena rengkuhan tiba-tiba dari pria itu. "Emily, kau kemana saja. Aku rindu," bisikan lembut di telinga Emily membuat Emily gemetar. Jadi, dia tidak salah mengenali. Pria ini memang Jeffry. "Emily, apakah kamu mengenal Jeffry?" Tanya Oscar, penasaran. Emily mengangguk. Lebih dari sekedar “tahu,”. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan. Setelah kematian ayahnya, Emily hampir menangis setiap hari, terkadang dengan isak tangis yang menggelegar, terkadang dengan rintihan lemah. Saat itu, dunianya terasa runtuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Emily merasa sendirian tanpa tahu harus berbuat apa. Kala itu, saat tidur dia selalu bermimpi buruk, membuatnya sering menyendiri di panti. Waktu itulah dia bertemu Jeffry. Seorang anak laki-laki tinggi kurus dengan mata biru. Jeffry duduk di sampin
Emily menarik napas dengan kesal. Dia benar-benar diusir dari rumah oleh paman dan bibinya seolah dia pencuri saja. Emily melangkah dengan gontai, lampu-lampu jalan berpendar oranye. Dari arah yang berlawanan terlihat seorang pria berjalan sempoyongan, sepertinya pria itu agak mabuk. Tatapannya terlihat tidak fokus, namun ketika Emily melewatinya, pria itu berbelok dramatis dan mendekatinya. "Hai cantik!" Secepat bicaranya secepat itu juga tangan pria itu meremas pinggul Emily. Emily memekik karena kaget, clutch di tangannya refleks ia layangkan ke arah kepala pria itu. "Dasar pria mesum," makinya sambil menambahkan pukulan. Pria itu berteriak marah, dia hendak memukul balik Emily, tapi Emily dengan cepat melancarkan tendangan ke arah selangkangan pria itu hingga pria itu terduduk dan melolong kesakitan. "Biar tahu rasa kau, pria mesum. Dasar bajingan!" Pria itu mengaduh kesakitan, bukan hanya kepala atasnya saja yang sakit karena mabuk, tapi kepala bawahnya benar-benar menderit
"Plak!" Satu tamparan keras melayang ke pipi Benedict."Apaan sih gigit-gigit? Kamu pikir aku ini mangsa vampire apa?"Emily menarik tali gaunnya yang nyaris robek lalu melepaskan sabuk pengaman. Namun, belum sempat dia keluar, Benedict menariknya hingga kembali ke posisi semula."Kamu mau kemana?""Tentu saja aku mau pulang.""Pulang? Apa maksudmu dengan pulang? Kamu pikir om dan tantemu akan menerimamu kembali ke rumah setelah kejadian tadi?"Emily menggigit bibirnya dengan kesal, "Ini semua gara-gara kamu. Ini salahmu. Kalau tidak karena ulahmu tadi aku tidak perlu menghadapi hal seperti ini. Sekarang, bahkan untuk pulang saja aku tidak bisa.""Apa yang sulit dengan itu? Kamu hanya perlu ikut denganku saja dan tinggal di kediamanku, Emily. The End. Masalah selesai.""Tidak semudah itu, Tuan Muda." Dia tidak mau tinggal dengan pria biadab ini dan masuk perangkap seperti ikan yang masuk ke dalam jaring.Benedict mengerutkan dahi, "Jangan katakan kalau kau bermaksud untuk mengingkari p
"Aku perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?" jawab Zack."Apa lagi yang perlu kau cari tahu, Zack," tukas Layla, "Sudah terlihat jelas kalau Emily itu telah berselingkuh dengan sepupumu. Itu semua sudah terlihat di depan mata."Zack menggelengkan kepalanya, "Itu tidak mungkin. Aku mengenal Emily. Dia gadis baik-baik. Jadi, itu adalah hal yang tidak mungkin kalau dia berkencan dan berselingkuh dengan sepupuku. Itu sungguh tidak masuk akal. Pasti ada konspirasi di sini. Aku perlu mencari tahu.""Zack," Layla lagi-lagi menahan lengan Zack, "Aku tidak ingin mengatakan ini dan menambah luka di hatimu. Tapi, malam sebelumnya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Emily diantar oleh seorang pria yang tadi baru kuketahui kalau itu adalah pengawalnya sepupumu. Bahkan mobil yang digunakan pun sama. Itu mobil sepupumu. Emily memakai pakaian baru bermerek yang sudah dapat dipastikan tidak akan bisa dia dapatkan jika tidak berkencan dengan sepupumu itu. Dan kurasa Emily bahkan telah mel
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan setelan abu-abu terang melangkah masuk. Keanggunan dan kepercayaan dirinya terlihat sedemikian rupa hingga menarik perhatian semua orang yang ada di ruangan itu.Rambut peraknya membuat Emily menyadari kalau itu adalah Benedict, iblis yang melakukan perjanjian dengannya. Emily mengalami kelegaan sekaligus kebingungan karena Benjamin menyebut Benedict yang baru datang sebagai cucunya."Emily, kau pasti kaget melihat Benedict, dia adalah cucuku yang sudah lama di luar negeri mengurus bisnis keluarga, baru beberapa bulan ini dia kembali, jadi ini pasti pertama kalinya kalian bertemu," Benjamin memperkenalkan Emily pada Benedict, "Benedict, gadis ini adalah Emily, dia calon istri Zack."Benjamin baru saja menyelesaikan perkataannya ketika Benedict berjalan menghampiri Emily lalu berkata, "Tentu saja aku mengenal Emily, Kek. Tapi, bukan sebagai calon istri Zack melainkan wanita yang berkencan denganku. Emily adalah pacarku. Jika dia akan memi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen