Share

14. Jason Datang!

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-05-02 13:55:18

"Nyonya, Jason Ataraka, keponakan jauh Rigen, sepertinya akan datang berkunjung untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kalian. Anda tahu apa yang harus dilakukan, kan?"

Jovian, sekretaris sekaligus tangan kanan Rigen, memberi tahu hal itu seraya mengulurkan padaku amplop tebal berisi informasi tentang Jason Ataraka yang harus kuketahui.

"Aku tahu," jawabku, sambil mengatakan akan membaca informasi Jason Ataraka dengan hati-hati.

"Tolong jangan membuat kesalahan apa pun, Nyonya."

Jovian berkata dengan nada sopan, tapi aku tahu ada ancaman samar di dalamnya, tentang aku yang tak boleh membocorkan rahasia pura-pura komanya Rigen.

"Jangan khawatir, aku tidak sebodoh itu," ujarku, memaksakan senyum.

Jovian mengangguk dan pergi, tanpa mengatakan apa pun. Namun, entah kenapa, rasanya dia tak mempercayaiku sama sekali.

Setelah membaca semua info tentang Jason, aku menunggu keponakan jauh Rigen, yang diambil anak oleh ibu Rigen dan usianya tak jauh dari Rigen, dengan gelisah d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   154. Ibu Luluh?

    Pagi itu, cuaca terasa cukup cerah. Ariella duduk di halaman belakang vila dengan mengenakan gaun katun longgar dan sandal rumah. Tangannya sibuk menyulam sebuah nama di atas kain kecil. “Malaikat Kecil,” begitu yang tertulis.Hari itu terasa tenang. Rigen sedang pergi ke studio, dan ibunya—yang baru saja kembali hadir dalam kehidupan Ariella—mengirim pesan menanyakan jadwal kontrol kehamilan berikutnya.Ariella mulai terbiasa dengan hari-hari seperti ini. Tidak semuanya mudah, tapi cukup… damai.Hingga ponselnya bergetar pelan.Nomor tak dikenal.Ariella mengernyit, lalu menjawab. “Halo?”Beberapa detik tak ada suara. Lalu terdengar suara yang sudah begitu dikenalnya—bahkan dalam diam.“Ariella.”Napasnya tertahan.“Ini aku… ibu Rigen.”Deg.Ariella langsung berdiri. Jantungnya berdebar tak karuan. Matanya menatap sekeliling, seolah ada yang sedang mengawasinya.“Kenapa ibu meneleponku?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar, tapi ia berusaha tetap tenang.“Aku tahu ini pasti mengejutka

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   152. Kamu Tidak Sendiri

    Ariella sedang di dapur, mengiris buah untuk camilan sore. Lagu klasik mengalun pelan dari speaker, dan untuk pertama kalinya setelah beberapa hari… wajahnya agak tenang. Tubuhnya masih mudah lelah, tapi dokter bilang perkembangan janin tetap sehat sejauh ini. Dan itu cukup untuk membuatnya bertahan. Suara pintu depan terbuka. Rigen pulang. Ariella menoleh sambil tersenyum. Tapi senyum itu perlahan memudar saat ia melihat ekspresi suaminya. Bukan marah. Bukan sedih. Tapi… penuh beban. Seolah baru saja melepaskan sesuatu yang berat dari dadanya. Rigen berjalan mendekat. Tidak bicara. Ia hanya memeluk Ariella dari belakang—erat, dalam, dan tanpa jeda. Ariella menggenggam tangan suaminya yang melingkar di perutnya. “Kamu ke mana, Rigen?” bisiknya. Rigen menjawab dengan nada serak yang lembut, “Ke rumah Ibu.” Ariella langsung diam. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Tangan yang tadi memegang mangkuk buah gemetar sedikit. “Kamu… bicara soal itu?” Rigen meletakkan daguny

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   152. Konfrontasi

    Langit sore itu mendung, dan di dalam mobilnya, Rigen menatap setir tanpa benar-benar melihatnya. Ia tidak langsung bicara setelah Ariella mengaku. Ia tidak mengamuk, tidak mengangkat suara, tidak langsung menelpon siapa pun. Namun, malam itu ia tidak tidur. Matanya menatap langit-langit, dan dadanya terasa penuh sesak oleh sesuatu yang selama ini ia pendam, yang akhirnya pecah melalui pengakuan perempuan yang paling ia cintai. Dan hari ini, ia tidak akan diam lagi. --- Rumah ibunya tetap seperti yang ia ingat—besar, mewah, dingin. Tak ada boneka atau lukisan kekeluargaan. Hanya lukisan-lukisan mahal dan ketenangan yang terlalu rapi untuk disebut “rumah”. Ibu membuka pintu sendiri. Wajahnya kaku begitu melihat siapa yang berdiri di ambang. “Rigen?” tanyanya, alis terangkat. “Kamu tidak bilang mau ke sini.” “Memang sengaja,” jawab Rigen, tenang. Ia masuk tanpa diminta. Langsung duduk di ruang tamu. Ibu menyusulnya, duduk perlahan dengan postur tetap tegak. Seperti akan mengha

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   151. Kamu Harus Cerita!

    "HAHH, HAHH!?" Ariella terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat membasahi pelipis, punggungnya lengket meski AC kamar menyala. Ia mendongak, butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa ia masih di tempat tidur. Bahwa lampu tidur di sisi ranjang masih menyala lembut. Bahwa Rigen masih tertidur di sebelah, lengannya terentang mencari posisi memeluk, tapi tak menemukan tubuh istrinya. Satu tangan Ariella memegangi perutnya. Perasaan kosong membuncah tiba-tiba. Mimpi itu datang lagi. Bukan mimpi biasa. Tapi mimpi yang membuat tubuhnya dingin dan jiwanya beku. Dalam mimpi itu, ia berdiri sendirian di koridor rumah sakit yang panjang dan gelap. Ia mendengar suara detak jantung—cepat, lalu melambat. Melambat. Melambat. Hingga senyap. Ia berlari menyusuri lorong, membuka pintu-pintu satu per satu. Tapi tak ada siapa-siapa. Tidak ada dokter. Tidak ada Rigen. Tidak ada suara. Sampai ia melihat… sebuah inkubator. Kosong. Lalu suara ibunya berkata pelan dari belakang, “Kamu tidak

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   150. Tidak Bisa Bercerita

    Tiga hari sudah berlalu sejak kedatangan itu. Tiga hari sejak amplop putih yang berisi uang dan permintaan kejam itu diletakkan di meja tamu—dan Ariella, seperti perempuan yang baru kehilangan suara, memilih diam. Ia membuang amplop itu malam hari, diam-diam. Membakarnya di halaman belakang setelah memastikan Rigen sudah tertidur. Ia menatap api kecil yang melahap lembar demi lembar uang seperti orang yang sedang mengantar pengkhianatan ke liang kubur. Dan sejak itu, ia tersenyum... terlalu sering. Rigen tidak curiga. Ia tetap menjadi suami yang lembut, penuh perhatian. Ia masih mencium keningnya setiap pagi, masih menyiapkan sarapan sederhana dan memijat punggungnya setiap malam. Dan Ariella membalas semua itu dengan sebaik mungkin. Ia tertawa pada candaan kecil, menyambut pelukan, dan mengangguk setiap kali ditanya, “Kamu baik-baik aja?” Tapi tubuhnya tahu. Jiwanya tahu. Ariella mulai sulit tidur. Tiap malam, detak jantung bayinya yang dulu terasa menggetarkan hati, kini membu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   149. Gugurkan Kandungan Itu!

    Sore itu seharusnya menjadi waktu tenang. Langit sedang mendung tipis, angin membawa aroma tanah yang hangat, dan Ariella baru saja selesai meminum jus alpukat yang Rigen siapkan sendiri sebelum rapat daring. Ia duduk di ruang tamu, satu tangan memegang buku kehamilan, tangan lainnya sesekali mengusap perutnya yang belum menunjukkan tonjolan apa-apa, tapi baginya, sudah menjadi dunia kecil yang berharga. Bel pintu berbunyi. Sekali. Tenang. Tapi nadanya membuat Ariella langsung waspada. Ia membuka pintu. Dan di sana, berdiri seorang wanita yang tidak ia harapkan sama sekali hari ini. Ibu Rigen. Dengan blouse putih yang licin tanpa kerut, kacamata hitam bertengger di kepala, dan tas tangan mewah yang mencolok di bawah lengannya, wanita itu berdiri seperti patung—anggun tapi dingin. “Ibu?” Ariella berusaha terdengar netral. “Kenapa tidak kalau bilang mau datang?” Ibu Rigen hanya menjawab pendek, “Sengaja.” Nada suaranya sudah cukup memberi tahu bahwa ini bukan kunjungan kekeluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status