Share

209. Kamu Berubah, Rigen

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-08-07 00:17:07

Pukul 01.47 – Rumah Sakit Internasional Ataraka.

Langkah kaki terdengar pelan menyusuri koridor gelap lantai VIP. Hanya ada lampu kecil dari dinding dan suara alat monitor detak jantung dari beberapa ruangan.

Rigen berhenti di depan kamar 1207.

Tangannya sempat menggantung di gagang pintu. Baju hitamnya masih berbau asap dan tanah. Darah kering masih menempel di lengan jaketnya.

Ia tarik napas dalam. Lalu masuk.

Ariella membuka mata tepat saat pintu terbuka. Di bawah cahaya lampu remang, sorot matanya langsung menangkap sosok itu—suaminya—dengan aura berbeda.

“Rigen...?”

Suara Ariella lirih, nyaris seperti gumaman orang yang takut menjawab pertanyaannya sendiri.

Rigen berjalan perlahan, melepas jaketnya, lalu duduk di kursi di sisi ranjang. Ia tidak langsung menyentuh Ariella. Ia hanya menatap wajah itu, dalam diam.

“Aku selesai, Sayang,” ucapnya pelan. “Mereka semua... sudah disingkirkan.”

Ariella terdiam. Lalu pandangannya turun... ke tangan Rigen.

“R-Rigen... ada darah...” bisikny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chili Ruhenk
si ariel ini Bikin dongkol giliran rigen bantai musuh dia yg sok2 an nasehati ,, mulai malas aku baca nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   388.

    l Suasana kantor sore itu terasa berbeda. Lampu hangat menggantung rendah di ruang kerja, memantulkan cahaya lembut di lantai kayu. Cia duduk di meja samping jendela, menatap layar laptop sambil mengetik laporan. Di seberang ruangan, seorang pria baru—Nathan Alvaro, analis proyek yang baru saja bergabung—tampak mencondongkan tubuh ke arahnya, menjelaskan sesuatu dengan nada ramah dan penuh senyum. Giovanni, yang masuk tanpa banyak suara, berhenti sejenak di ambang pintu. Matanya menatap setiap gerakan Cia, dan detik itu juga, rahangnya mengeras. Nathan terlalu sopan. Terlalu ganteng. Dan terlalu cepat membuat Cia tersenyum lebar—tanpa sadar, tanpa ada Giovanni di sampingnya. Setiap tawa kecil Cia, setiap kali matanya bersinar saat Nathan menjelaskan sesuatu, menusuk Giovanni lebih dalam daripada bilah pisau panas. Ia melangkah pelan, diam-diam, mendekati meja mereka. Tanpa satu kata pun, ia berdiri di sisi Cia, cukup dekat untuk membuat udara di antara mereka panas. Cia me

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   387.

    Cia terpaku di ambang pintu ruang rapat itu. Pandangannya seolah membeku saat melihat Raisa—dengan gaya lembut dan manja—jatuh tepat ke dada Giovanni. Suara kecil, renyah dan dibuat-buat keluar dari bibir Raisa. “Maaf, aku terpeleset, Gio…” Nama itu. “Gio.” Cia nyaris tak bisa menahan ekspresi di wajahnya. Hanya dia yang tahu betapa Giovanni membenci dipanggil begitu oleh siapa pun selain orang terdekatnya—dan dulu, hanya Cia yang pernah memanggilnya begitu tanpa kena tatapan tajam. Namun kali ini, Giovanni tidak langsung menepis Raisa. Tangannya sempat menyentuh lengan wanita itu, menahannya agar tidak jatuh ke lantai. Sekilas, pemandangan itu tampak seperti pelukan—dan bagi siapa pun yang melihatnya dari luar, itu terlihat… intim. Cia menelan ludah. Dada terasa sesak, seolah udara di ruangan tiba-tiba menolak masuk ke paru-parunya. Raisa menatap Giovanni dari jarak yang terlalu dekat, matanya berkilat dengan niat yang tak tersembunyi. “Kamu selalu sigap, ya. Nggak heran s

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   386.

    Sudah tiga hari. Tiga hari sejak kejadian di ruang kerja Giovanni, dan suasana kantor berubah jadi dingin seperti kulkas. Alicia—atau Cia, seperti biasa Giovanni memanggilnya—tidak lagi duduk di luar ruangan bosnya. Ia sekarang ditempatkan sementara di divisi proyek baru, di bawah pengawasan direktur lain. Alasan resmi dari HRD: “rotasi sementara untuk efisiensi.” Tapi semua orang tahu alasannya bukan itu. Semua orang melihat bagaimana Tuan Giovanni Axel menatap setiap kali Cia lewat. Tatapan yang... bukan milik seorang bos. Tatapan orang yang kehilangan sesuatu yang berarti, tapi tidak bisa menahannya kembali. Pagi itu, Cia datang lebih pagi dari biasanya. Rambutnya diikat tinggi, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi di balik semua itu, ada rasa sakit yang belum hilang. “Alicia, rapat jam sepuluh ya. Giovanni sendiri yang mau presentasi hasil kerja sama minggu lalu,” kata Rhea, rekan satu timnya di divisi proyek. Cia mengangguk pelan. “Oke. Siap.” Tapi jantungnya langsung berdeb

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   385.

    Hari itu kantor sedang sibuk-sibuknya. Investor baru akan datang sore nanti, dan semua tim dikejar target laporan. Cia, meskipun masih dingin terhadap Giovanni, tetap profesional. Dia mengetik cepat, merapikan dokumen, dan memastikan semua agenda berjalan sempurna. Giovanni beberapa kali ingin bicara, tapi setiap kali membuka mulut, Cia selalu memberi jawaban singkat. Dingin. Formal. Seolah mereka kembali jadi bos dan sekretaris tanpa masa lalu apa pun. Tapi Raisa — tentu saja — tidak bisa diam. Sejak pagi, dia sudah berputar-putar di lantai atas, menawarkan “bantuan” ke berbagai tim. Dan entah bagaimana, jam makan siang, dia muncul di depan ruang kerja Giovanni lagi. “Gio, boleh aku masuk sebentar?” suaranya lembut tapi menusuk. Giovanni yang tengah menandatangani berkas mendongak malas. “Ada apa lagi, Raisa?” “Aku cuma mau minta tanda tangan buat proposal gabungan event kemarin,” jawabnya manis, lalu menutup pintu di belakangnya. Cia yang sedang mengetik di luar menoleh seb

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   384. Kamu Salah Paham!

    Keesokan harinya, suasana kantor terasa canggung.Cia datang lebih pagi dari biasanya, tapi langkahnya terasa berat. Ia berusaha seolah semuanya normal — mengetik laporan, menyusun agenda rapat, menyiapkan kopi Giovanni seperti biasa.Tapi tangannya sedikit gemetar saat menuang.Begitu pintu ruang kerja terbuka, Giovanni masuk dengan setelan abu tua yang membuat wajahnya tampak makin tajam.“Pagi,” katanya datar.Cia hanya mengangguk. “Pagi.”Tidak ada senyum. Tidak ada kontak mata.Dan itu lebih menyakitkan daripada pertengkaran semalam.---Sekitar pukul sepuluh, Raisa kembali datang.Tapi kali ini, bukan untuk rapat.Ia muncul dengan gaun berwarna pastel, terlalu mencolok untuk suasana kantor.Membawa kotak kecil, dan menyapa manis, “Surprise, Gio. Aku bawain sarapan.”Giovanni menatap sekilas. “Aku sudah makan.”“Ah, masa sih? Kamu kelihatan belum,” godanya sambil meletakkan kotak itu di meja.Cia yang duduk tak jauh di situ menunduk, pura-pura sibuk dengan berkas. Tapi dari pantu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   383. Memanas!

    Suasana kantor terasa lebih dingin dari biasanya.Giovanni yang biasanya dingin tapi masih suka menyindir, kini benar-benar… dingin.Sejak pagi, dia hanya bicara seperlunya. Tidak ada komentar nyinyir. Tidak ada tatapan nakal. Tidak ada “kamu milikku” yang biasanya bikin Cia pura-pura sebal tapi deg-degan setengah mati.Semuanya terasa kaku.Dan yang lebih parah — Raisa datang lagi.Dengan alasan “ingin membahas kelanjutan kerja sama proyek”.Cia tahu itu cuma alasan, karena dari tadi Raisa tidak membuka laptop sama sekali.Dia hanya duduk di seberang Giovanni, tertawa pelan setiap kali pria itu bicara.Yang paling mengganggu, Giovanni tidak menegur.Cia mengetik cepat, berusaha fokus di mejanya. Tapi matanya—entah kenapa—terus tertarik ke arah mereka.Apalagi saat Raisa memegang lengan Giovanni sambil menunjukkan sesuatu di ponselnya.Alicia refleks mengetuk pulpen terlalu keras sampai tinta muncrat ke kertas.“Ups,” gumamnya dengan nada getir.Giovanni menoleh sekilas, tapi tidak be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status