Share

Chapter 4

Pagi ini, Grizelle dan kakak perempuannya yang bernama Stella, tampak sibuk mondar-mandir melayani karyawan kantor yang sengaja mampir untuk makan atau sekedar memesan secangkir teh hangat atau kopi. Kedua gadis itu dengan cekatan menyiapkan berbagai menu yang dipesan. Bergantian mengantarkan pesanan ke meja pelanggan dengan senyum manis yang mengembang.

Dan disaat para karyawan harus kembali ke ruangan mereka masing-masing, Grizelle segera kembali ke dapur kantin. Membereskan piring-piring dan gelas-gelas kotor. Sementara Stella dan dua orang pekerja yang memang sudah lama bekerja dengan orang tua mereka, juga sibuk merapikan meja-meja.

Setelah pekerjaannya lempang, barulah Grizelle mulai pada pekerjaan selanjutnya. Mendekati counter dapur, mengambil cangkir dan meletakkannya di atas piring kecil. Dia ambil gula dan kopi beraroma latte. Kemudian sesuai takaran, Grizelle menyatukan semua bahan tersebut ke dalam cangkir dan menyeduhnya dengan air panas. Dalam sekejap, aroma kopi latte itu langsung menyeruak ke udara. Membuai hidung siapa saja yang menciumnya.

Grizelle mengaduk kopinya dengan pelan. Senyumnya sudah memudar dari tadi. Sejak dia berencana untuk membuat kopi latte tersebut. Sebab kopi yang dia buat adalah untuk dia persembahkan kepada CEO yang terkenal arrogan di perusahaan ini.

Grizelle menghela nafas. Berat dan dalam. Menenangkan pikirannya sejenak. Rasanya tidak ingin menemui CEO yang tampangnya mengerikan tersebut. Setelah dirasa cukup siap, ia kemudian meletakkan cangkir yang berisi kopi itu ke atas nampan, lalu membawanya menuju ruangan yang sama sekali tidak ingin dia datangi. Hanya karena sebuah tugas yang sudah diamanatkan oleh sang ibu, makanya Grizelle terpaksa harus kembali menemui CEO itu untuk memberikan secangkir kopi kegemarannya.

Kedua kaki ramping itu berjalan pelan penuh keraguan. Ketika Grizelle tiba di depan pintu ruangan yang dia tuju, gadis itu kembali menarik nafas panjang. Berusaha menetralkan rasa canggungnya. Yang tanpa dia sadari, Tristan melihat gerak-geriknya dari dalam ruangan. Tersenyum sinis menatap pintu kaca yang hanya dapat menembus pandangan dari dalam. Tristan mengabaikan laptopnya yang menyala. Memilih merebahkan tubuhnya ke senderan kursi kekuasaannya. Melipat tangan ke belakang kepala sambil meluruskan pandangannya. Tak mau beralih pandang dari gadis yang berada di balik pintu yang terlihat ragu untuk masuk ke dalam ruangannya.

Grizelle mengetuk pintu ruangan Tristan. Dan jelas saja Tristan segera menyahutnya dari dalam.

"Masuk!"

Pelan Grizelle mendorong pintu itu. Masuk ke ruangan Tristan dengan langkahnya yang hati-hati.

"Permisi, Tuan! Saya ingin mengantarkan kopi untuk Tuan," ucap Grizelle tanpa melihat wajah Tristan.

Tristan berdehem dengan matanya yang masih saja mengamati gerakan tubuh Grizelle. Begitu kagum melihat lekuk tubuh gadis belia itu. Hanya dengan mengenakan kaos ketat berwarna putih dan celana jeans yang panjangnya sebetis, sudah membuat Grizelle begitu anggun. Hingga Tristan tak habis pikir dengan pikirannya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa kagum pada gadis yang tampilannya begitu sederhana seperti ini. Bahkan, rambut gadis itu saja cuma dicepol asal. Tapi kenapa dengan tampilan yang sederhana itu sudah membuatnya terpesona? Hingga fantasinya selalu muncul ketika menatap gadis tersebut.

"Permisi, Tuan, mohon maaf saya izin kembali," pamit Grizelle setelah meletakkan cangkir berisi kopi itu ke atas meja kerja Tristan.

"Tunggu!" Tristan mencegah Grizelle yang baru berjalan setengah langkah.

Grizelle menggigit bibir bawahnya. Tak menyangka kalau Tristan akan mencegah langkahnya lagi sama seperti saat pertama kali dia masuk ke ruangan ini. Dia pun urung melanjutkan langkah. Memilih membalikkan badan menghadapTristan.

"Ada apa, Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Grizelle was-was.

Tristan memegang ganggang cangkir yang terbuat dari tanah liat yang diukir sedemikian cantik itu.

Lalu matanya yang bagaikan mata elang itu menemui mata Grizelle yang sedang memancarkan aura ketakutan.

"Jangan pergi sebelum aku mencicipi kopi buatanmu! Aku tidak tau apakah kau bisa melakukan hal yang sama seperti ibumu. Apakah rasa kopi ini akan sama enaknya, atau bahkan lebih enak dari buatan ibumu. Yang jelas, aku tidak menerima dan memaafkan sebuah kesalahan. Apapun itu, dan bagaimanapun kondisinya ... semua harus sempurna bagiku!" terang Tristan

tegas.

Grizelle menelan saliva kasar-kasar. Matanya bulat seperti bola. Tristan akan menilai kopi buatannya. Dan dengar sendiri bukan? Laki-laki itu mengatakan bahwa dia tidak akan menerima dan memaafkan sebuah kesalahan. Apapun, dan bagaimanapun kondisinya!

Kedua bola mata Grizelle semakin melebar saat cangkir itu diangkat oleh Tristan. Tubuhnya semakin tegang kala bibir pria itu menempel di pinggir cangkir. Menyeruput kopi dengan pelan, dan menelan cairan pekat itu dalam-dalam. Tristan tampak diam sesaat. Menghayati apa yang dia rasakan. Atau memang dia sedang menilai bagaimana rasa kopi buatan gadis yang berada di hadapannya itu. Yang mana ekspresi itu membuat jantung Grizelle berdentum-dentum hebat. Menunggu penilaian dari pria arrogan yang baginya sangat menyebalkan.

Pria yang dinilainya paling angkuh di perusahaan ini, atau bahkan di seluruh alam semesta. Kini, Grizelle merasakan sensasi tubuhnya seperti berada di atas awan yang siap jatuh ke bumi kapan saja.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status