Share

BAB 6 MAKAN SIANG

            “Aku sudah memperingatkan kepadamu, kalau aku tidak suka mempunyai kekasih yang cerewet dan pencemburu tanpa alasan yang jelas. Kurasa, ini saatnya hubungan kita berakhir sampai di sini. Silakan, cari pria lainnya, yang bisa kau atur dan curigai sesukamu!” Tegas Ryan, sambil menatap dingin kekasihnya, yang ia anggap terlalu ingin tahu, dengan apa yang dilakukannya.

            Kekasih Ryan menatap tidak percaya kepada Ryan, yang bersikap egois. “Apa maksudmu berkata, seperti itu? Apa kau memutuskan diriku? Dasar brengsek, kau Ryan! Seenaknya saja kamu memutuskan diriku dan ini semua pasti karena wanita tadi, bukan?” Bentak kekasih Ryan, sambil mengguncang tubuhnya, dengan kencang.

            “Pak, tolong berhenti!” Perintah Ryan kepada sopirnya. Dan langsung saja dituruti oleh sopirnya itu.

            Begitu mobil sudah berhenti. Ryan melirik kepada wanita, yang baru saja ia putuskan. “Sopirku akan mengantarkanmu sampai ke tempat tujuan. Dan satu hal lagi, kau tidak peru takut aku akan mengambil kembali semua hadiah yang pernah kuberikan kepadamu!”

            Dibukanya pintu mobil dan ia pun keluar dari mobil itu mengabaikan teriakan dari mantan kekasihnya, yang ia putuskan secara mendadak.

            Ia berjalan kaki kembali ke tempat di mana tadi dilihatnya Karin berjalan seorang diri. Jarak yang telah ditempuh mobilnya tadi, belumlah terlalu jauh, sehingga hanya dengan berjalan kaki saja ia dapat sampai ke tempat tujuannya.

            Netranya menangkap bayangan Karin, yang masuk ke dalam sebuah restoran, yang tak jauh dari kantornya berada.

            ‘Sudah kuduga, ia pasti akan pergi untuk makan siang. Apakah ia sudah janjian dengan seseorang, untuk makan siang di sana? Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Aku tidak akan membiarkan Karin dekat dengan pria selain diriku!’ batin Ryan.        

            Masuk ke dalam restoran yang sama, dengan yang baru saja dimasuki oleh Karin. Ryan berhenti di pinggir restoran mencoba untuk mencari keberadaan Karin. Dan ketika ia sudah berhasil menemukan keberadaan gadis itu langsung saja Ryan menghampiri meja Karin dan bergabung duduk di meja Karin.

            Karin yang tengah menyantap makan siangnya menjadi terkejut ketika melihat kehadiran Ryan. Ia pun urung melanjutkan makannya, karena tidak mau dianggap tidak sopan dengan bosnya.

            “Pak, Ryan! Kenapa Bapak ada di sini? Bukannya tadi Bapak berada di dalam mobil?” tanya Karin penasaran.

            Ryan menatap tajam Karin, dengan sorot mata, yang membuat gugup. Saya hanya mau memberi selamat kepadamu, karena sudah memberi alasan kepada kekasihku menjadi marah dan memancingku, untuk memutuskan dirinya.”

            Sontak saja Karin menjadi terkejut mulutnya terbuka dan menatap tidak percaya ke arah Ryan. “Hah! Kenapa Bapak membawa-bawa saya, sebagai penyebab putusnya hubungan Bapak dengan kekasih Bapak.”

            Tatapan Ryan jatuh pada bibir merah Karin, yang membuka dan menutup. Bibir itu begitu menggoda, untuk ia cicipi lagi. Tangan Ryan terulur ke bibir Karin dan mengusap lelehan saos, yang tercecer di bibir Karin.

            Bagaikan tersihir dengan apa yang dilakukan oleh Ryan pada bibirnya, secara otomatis bibir Karin terbuka  dan dijilatnya jari Ryan, yang ada bekas lelehan saos.

            Keduanya pun saling tatap, seakan ada kekuatan sihir yang menghipnotis mereka. Karinlah yang terlebih dahulu sadar ia pun menundukkan wajahnya, karena tidak sanggup melihat tatapan mata Ryan.

            Melihat Karin yang menundukkan wajah membuat Ryan tertawa pelan. Ia berkata dengan nada suara pelan, agar hannya Karin saja yang mendengar apa yang dikatakannya.

            “Kamu itu  takut atau malu, denganku Karin? Atau kamu terpengaruh dengan kejadian, barusan tadi? Katakan kepadaku, apakah kau masih perawan, Karin?” Ryan memberikan tatapan tajam dan menyelidik ke arah Karin.

            Karin mengangkat kepalanya, dengan wajah yang bersemu merah. “Bukannya bermaksud tidak sopan. Hanya saja saya tidak akan menjawab pertanyaan Bapak!”

            Ryan meraih jemari Karin ke dalam genggamannya dan kembai getaran, seperti adanya arus listrik itu ia rasakan. “Apakah kau menantangku, untuk memcari tahu sendiri kebenarannya? Dengan senang hati aku menerimanya, karena aku bukanlah seorang penakut, yang akan berlari menjauh ketika diberikan tantangan.”

            Ryan mengedipkan sebelah matanya, untuk menggoda Karin. Ia benar-benar suka melihat raut wajah Karin, yang terlihat tidak suka, karena godaannya.

            Percakapan keduanya terputus, saat datang seorang pelayan dengan menu di tangannya, lalu di sodorkan kepada Ryan. Ryan pun menerimanya, selama beberapa saat yang singkat ia membaca menu tersebut, dengan teliti.

            Pelayan itu kemuudian berlalu dari hadapan mereka, setelah mencatat pesanan Ryan.

            “Katakan kepadaku, Karin! Apakah kamu sengaja keluar dari kantor, dengan masih memakai kemejaku itu, untuk membuat pengumuman kepada orang-orang, terutama sekali, yang berada di perusahaan dan mengenal diriku, tentunya mereka menyadari, kalau meneja yang kau kenakan itu milikku. Hal itu kamu lakukan, dengan tujuan agar mereka semua mengira kau sudah tidur denganku!”

            “Hah! Apa maksud Bapak berkata seperti itu?”

            Ryan menyunggingkan senyum sinis, “Aku tidak perlu menjelaskan apapun juga kamu akan mendengar nantinya, kalau ada gosip yang beredar di situlah ucapanku terbukti.”

            Pundak Karin merosot ia bekerja untuk mencari uang, demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan bukan untuk menjadi bahan gosip. Terlebih lagi dengan CEO tempat ia bekerja.

            Sudah cukup pengalaman, yang menjadi contoh dalam hidupnya. Dan ia bertekad menjadikan contoh nyata itu, sebagai pengingat baginya, untuk tidak melakukan hal yang sama.

            “Saya tidak pernah berpikir akan menjadi bahan gosip, Pak! Seharusnya Bapak juga jangan mengikuti saya makan di restoran ini. Hal ini hanya akan menambah bahan gosip mereka saja,” sahut Karin lemah.

            Ryan memutar-mutar gelas berisi air putih, yang ada di tangannya. “Kamu besar kepala sekali, ya! Kamu aku masuk  ke restoran ini, karena ada dirimu? Siapa kamu? Hanya sekretaris, yang masih dalam tahap magang saja. Aku jadi tidak yakin, kalau kamu akan menjadi sekretaris tetapku!”

            Deg! Jantung Karin menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. “Apa maksud Bapak berkata seperti tadi? Bapak masih saja meragukan kemampuan saya? Dengan Bapak berkata seperti itu, semakin membuat saya menjadi bersemangat, untuk membuktikan, kalau saya akan berhasil menjadi sekretaris Bapak.”

            Baru saja Ryan akan membuka mulut menjawab perkataan Karin. Datang pelayan mengantarkan pesanannya. Setelah pelayan itu pergi Ryan menyantap makan siangnya dengan nikmat.

            Tak ada percakapan, yang tercipta selama mereka berdua makan. Sepertinya, Ryan bukanlah tipe orang yang makan, sambil berbicara. Beberapa menit kemudian keduanya pun selesai menyantap makan siang mereka.  

            Ryan meletakkan sendoknya di piring dan menatap ke arah Karin dengan lembut dan merayu. “Aku punya penawaran untukmu!”

            Karin menatap Ryan curiga, dalam hatinya bertanya-tanya apa tawaran pria itu, semoga saja bukan sesuatu, yang tidak akan bisa ia terima,

            “Apakah tawaran itu berhubungan dengan pekerjaan, pak?”

            Ryan mengangguk. “Tentu saja! Karena kamu sudah membuat diriku memutuskan kekasihku, maka kamu harus hadir bersama denganku sebagai pasangan dalam pesta, yang akan diadakan perusahaan pada akhir bulan nanti. Aku tidak menerima kata penolakan darimu!”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Handy Johannes Effendi
ok ceritianya dapat dimengerti
goodnovel comment avatar
Suzanna Lyn
looo wa suka luuuu
goodnovel comment avatar
Mbak Engz
lu jual gw beli wkwkkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status