Home / Romansa / Gairah Cinta CEO dan Peramalnya / Bab 1: Sentuhan Yang Tak Terlupakan

Share

Gairah Cinta CEO dan Peramalnya
Gairah Cinta CEO dan Peramalnya
Author: Aurelia Rahmani

Bab 1: Sentuhan Yang Tak Terlupakan

last update Huling Na-update: 2025-03-08 03:26:47

Aku sudah pernah meramal nasib orang yang mau kawin tapi nggak jadi.

Aku juga pernah baca tarot buat bos besar yang takut ketahuan selingkuh.

Tapi aku belum pernah… dicium tangannya sama klien sendiri.

Dan bukan cuma dicium.

Tatapannya? Seperti bara api yang menyelinap ke dalam darahku.

Namaku Anya, 22 tahun, pembaca tarot profesional. Hari ini, aku jaga booth di event Imlek di sebuah mal besar di Jakarta. Biasanya, yang datang ke booth-ku antara dua: cewek-cewek galau yang mantannya nggak move on, atau ibu-ibu yang kepo kapan anaknya nikah.

Tapi dia… bukan dua-duanya.

Laki-laki itu muncul di depanku seperti aktor drama Korea yang kesasar ke dunia nyata. Usianya sekitar 34 tahun, tinggi, kulitnya terang khas orang Singapura, pakai kemeja biru yang entah kenapa bikin dia kelihatan makin mahal.

"Duduklah," aku menyapanya profesional. Tapi aneh, suaraku sendiri terdengar lebih pelan dari biasanya.

Dia duduk, tersenyum kecil. "Saya ingin membaca masa depan. Apakah perjalanan hidup saya masih panjang?"

Aku menelan ludah. "Hidup Anda masih panjang, kecuali kalau ada yang mencelakai Anda malam ini."

Dia tertawa. "Lucu sekali."

Aku mulai mengocok kartu, tapi tanganku agak gemetar. Entah kenapa ada hawa aneh yang melingkupi kami. Ketika kartu pertama terbuka—The Lovers—aku menatapnya.

"Kamu lagi jatuh cinta?" tanyaku spontan.

Dia tersenyum kecil. "Mungkin."

Tiap lembar kartu yang kubuka, semakin intens atmosfer di antara kami. Sampai akhirnya sesi selesai, dan dia berdiri. "Terima kasih, Anya."

Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman. Tapi dia nggak sekadar menggenggam.

Dia… mencium tanganku.

Panas.

Bibirnya yang hangat menyentuh punggung tanganku, pelan, seolah waktu sedang melambat.

Lalu dia berbisik, "Aku akan ke Indonesia lagi, setelah pekerjaanku di Singapura selesai."

Aku menahan napas. Detik itu juga, aku mendapatkan vision.

Sebuah foto. Foto keluarga besar. Ada aku. Ada banyak orang. Dan di sampingku… dia.

Air mata menetes di pipiku.

Tapi sebelum aku sempat bilang apa pun, dia sudah pergi.

Dan aku, untuk pertama kalinya dalam hidup, merasa kehilangan seseorang yang bahkan belum sempat kutemukan.

Aku masih diam di tempat.

Tanganku yang tadi dicium masih terasa hangat, seolah bibirnya meninggalkan jejak tak kasatmata.

"Anyaaa~"

Suara cempreng itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh, melihat Rina, kasir dari EO acara ini, menyeringai penuh arti.

"Gila, lo! Gue liat sendiri tadi!" Rina mencondongkan badan ke meja booth-ku. "Itu cowok Singapuranya… hadeuh! Udah ganteng, tajir, terus… ciuman tangan?!!"

Aku masih linglung. "Iya…"

"Iya? Iya?! IYAAA?! Lo sadar nggak sih tadi tuh kayak adegan drama yang dipotong sebelum episode abis?!" Rina melemparkan stroberi dari minuman boba-nya ke arahku.

Aku menangkap stroberi itu. "Rin…" Aku menghela napas. "Gue tadi dapet vision."

Rina mengunyah boba dengan slow motion, menatapku seperti aku habis bilang aku akan pindah ke planet Mars. "Vision? Vision kayak… 'Astagfirullah dia jodoh gue' gitu?"

Aku menggeleng. "Bukan. Lebih kayak… gue liat foto keluarga besar, dan dia ada di situ."

Mata Rina membulat. "Hah? Jadi lo bakal nikah sama dia?"

Aku garuk kepala. "Gue nggak tahu, Rin! Bisa jadi vision, bisa jadi… halu efek cowok cakep pertama yang nyium tangan gue dalam 22 tahun hidup!"

Rina ngakak. "Gue nggak nyalahin lo sih. Kalau gue di posisi lo, mungkin gue udah pesen tiket ke Singapura sekarang."

Aku menatap meja booth-ku yang sekarang terasa lebih kosong. Rasanya aneh. Seakan energi cowok tadi masih tertinggal di udara.

"Lo dapet namanya nggak?" Rina nanya.

Aku menggeleng.

Rina menepuk jidat. "Ya Tuhan, Anya! Lo tuh peramal, bukan admin restoran yang lupa nanya nomor pelanggan!"

Aku "Ya salah dia juga! Kan dia yang langsung pergi!"

"Fix. Ini skenario Tuhan biar lo penasaran." Rina menyeruput boba lagi. "Jadi sekarang pertanyaannya… Itu vision lo bakal kejadian beneran? Atau itu cuma… efek hormon kesepian?"

Aku menghela napas panjang.

Entah kenapa, untuk pertama kalinya dalam hidup, aku takut.

Takut kalau ini cuma halusinasi.

Takut kalau dia nggak akan balik lagi.

Dan lebih takut lagi… kalau dia benar-benar datang kembali.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 2: Cinta Yang Terlarang Hadir Menyapa

    Hari sudah sore ketika dua pria duduk di depanku.Yang satu berwajah tegas, dengan rahang kokoh dan mata tajam, seperti pria kantoran yang selalu rapi.Yang satunya lebih lembut, dengan kacamata bundar dan senyum yang sedikit gugup.Dari cara mereka duduk berdekatan, aku bisa menebak mereka bukan sekadar teman biasa.Aku tersenyum profesional. "Selamat sore. Mau baca tarot tentang apa?"Si pria berkacamata langsung menunduk, sementara yang berrahang tegas menatapku lurus. "Kami ingin tahu… apakah hubungan kami akan direstui keluarga?"Aku menatap mereka. Pertanyaan yang tidak mudah."Tolong acak kartunya, dan ambil tiga," kataku sambil menyodorkan dek tarot.Si pria berkacamata yang mengambil kartu. Jemarinya sedikit gemetar.Aku membuka kartu pertama: The Hierophant.Aku mengangguk. "Ini kartu tentang tradisi, aturan keluarga, dan restu dari figur yang lebih tua. Ini berarti… keputusan keluarga kalian punya pengaruh besar dalam hubungan ini."Si pria berkacamata menelan ludah. "Jadi…

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 3: Investigasi Cinta

    Rina mendadak muncul di sampingku dengan ekspresi khasnya—kombinasi antara kepo, gosip, dan sedikit niat mengerjai aku."Anyaaa~ ada klien spesial buat lo!" katanya sambil menyenggol lenganku.Aku menatapnya curiga. "Spesial gimana?""Empat anak SMA. Kayaknya mereka mau investigasi cinta."Aku mengerutkan dahi. "Investigasi cinta?"Rina terkikik. "Mereka mau lo bacain tarot buat ngecek status hubungan cowok yang lagi populer di sekolah mereka. Punya pacar atau nggak."Aku menghela napas. "Astaga, ini booth tarot, bukan agensi detektif."Tapi sebelum aku bisa protes lebih lanjut, empat gadis berseragam putih abu-abu sudah berdiri di depanku. Wajah mereka penuh harapan dan sedikit… dramatis."Kaakkk… tolong bantuin kita!" salah satu dari mereka—yang sepertinya ketua geng—langsung merengek.Aku mengangkat alis. "Tolong bantuin apa?"Mereka langsung duduk berdesakan di depanku, mendekat seperti mau ngebongkar rahasia negara."Kami mau nanya soal Raka!" salah satu dari mereka berkata penuh

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 4: Rahasia Tak Terduga dari El

    Aku merebahkan diri di sofa setelah seharian membaca tarot di booth. Ponselku tergeletak di atas meja, masih terbuka di chat terakhir dari El."Tetap semangat bekerja."Pesan singkat yang membuatku kepikiran berjam-jam.Kenapa dia bisa menemukan nomorku?Kenapa aku merasa ada sesuatu di antara kami, padahal baru sekali bertemu?Dan yang paling mengganggu… kenapa aku sampai menangis waktu dia mencium tanganku?Aku menghela napas.Tiba-tiba, otakku yang usil mendapat ide."Kenapa nggak cari tahu lebih jauh tentang dia?"Jari-jariku langsung mengetik namanya di Google.El*…* Singapore.*Aku menunggu hasil pencarian muncul di layar. Awalnya hanya LinkedIn dan beberapa berita bisnis. Tapi saat aku menggulir lebih jauh… mataku membelalak."Pengusaha Muda Singapura Tersandung Kasus Hukum: Diduga Menyiksa ART karena Tuduhan Racun di Minuman"Dadaku mencelos.Aku membaca lebih dalam. Tahun lalu, El dilaporkan ke polisi karena menuduh Asisten Rumah Tangga (ART)-nya meracuni minuman dingin yang

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 5: Godaan Tanpa Henti

    Aku baru aja selesai beresin kartu tarot di meja ketika Rina tiba-tiba nyelonong masuk ke booth-ku dengan senyum jahilnya yang khas."Anyaaa~" katanya dengan nada menggoda.Aku melirik sekilas. "Apaan, Rin?"Dia langsung duduk di depanku, menyilangkan tangan di dagu dengan tatapan kepo maksimal. "Jadi… barista sebelah udah mulai bayar buat dapetin perhatian lo?"Aku menghela napas. "Bukan gitu. Dia beneran mau diramal."Rina tertawa kecil. "Iya, iya. Terus dia nanya apa? ‘Apakah perempuan yang gue suka bakal ngebuka pintunya buat gue?’"Aku langsung melotot. "Lo nguping?!"Dia ngakak. "Enggak sengaja dengar! Sumpah! Tapi… anjir, Nya, lo nggak sadar? Itu kode keras banget!"Aku pura-pura cuek. "Dia cuma klien."Rina menepuk meja. "Dengerin, ya. Cowok biasa nggak akan bayar buat tarot kalau mereka nggak beneran kepo atau… ya, pengen deket sama pembacanya!"Aku menggeleng. "Lo terlalu banyak nonton drama, Rin."Rina menyandarkan diri, menyilangkan kaki. "Oke, oke, gue kasih lo skenario l

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 6: Tarot, Restoran, dan Tawaran Menggiurkan

    Seorang pria duduk di depan meja baca tarotku. Namanya Rio. Umurnya sekitar 28 tahun, tinggi, rapi, dengan gaya santai khas anak konglomerat."Aku punya dua hal yang lagi aku jalani, nih," katanya sambil menyandarkan punggung di kursi. "Keluargaku baru buka restoran, dan aku baru mulai serius di fotografi. Aku mau tahu, mana yang lebih prospek?"Aku mengocok kartu sambil tersenyum tipis. "Kamu serius di dua-duanya, atau ada yang cuma ikut-ikutan?"Rio tertawa kecil. "Sejujurnya, restoran ini bisnis keluarga. Mamiku yang urus. Aku kebagian promosi dan branding. Fotografi? Itu passion dari dulu."Aku menarik tiga kartu dan meletakkannya di meja. The Emperor, The Star, dan The Hanged Man.Aku menatap kartu itu, lalu menatap Rio. "Oke. Kalau restoran, peluang suksesnya besar, tapi kamu bakal kehilangan banyak kebebasan. Ini bakal mengikat kamu ke bisnis keluarga, dan kamu mungkin nggak bisa seenaknya eksplorasi hal lain."Rio mengangguk pelan. "Dan kalau fotografi?"Aku menunjuk The Star.

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 7: Restoran, Tarot, dan Godaan Reza

    Malam itu, aku lagi rebahan di kasur, scrolling media sosial, menikmati hidup tanpa drama. Sampai tiba-tiba ponselku bergetar.Rio.Aku menatap layar sebentar, ragu mau angkat atau nggak. Aku menggeser layar. "Halo?"Suara Rio terdengar santai, tapi ada nada antusias. "Hei, peramal cantik. Lagi sibuk?" "Kalau rebahan dihitung sibuk, ya… sibuk banget."Rio tertawa. "Oke, gini. Aku baru ngobrol sama Mami, dan dia setuju soal booth tarot di restoran. Jadi, minggu depan kamu udah bisa mulai."Aku terdiam sebentar. "Serius? Mamimu nggak keberatan?""Bukannya keberatan, dia malah excited. Katanya, ini bisa jadi daya tarik unik buat restoran. Dia bahkan tanya kamu mau meja yang gimana."Aku mengangkat alis. "Wow. Aku kira bakal susah meyakinkan beliau."Rio terkekeh. "Mamiku itu open-minded, asal bisnisnya jalan. Oh, dan dia juga tanya… apakah pembacaan tarot bisa prediksi menu yang bakal laris?"Aku ngakak. "Bisa aja Mami kamu! Kalau gitu, tiap hari aku bakal bilang, 'Kayaknya hari ini ay

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 8: Bisikan dan Tatapan yang Menggoda

    Motor melaju pelan di jalanan yang mulai lengang. Angin malam menyapu kulitku, tapi anehnya yang lebih terasa adalah panas yang merayap di telapak tanganku, karena aku masih memegang pinggang Reza. "Anya," suaranya tiba-tiba terdengar dalam, hampir berbisik. Aku menelan ludah. "Apa?"Dia nggak langsung menjawab. Motor sedikit melambat, memberi jeda yang bikin suasana makin intens. "Lo nyaman nggak?" Aku berkedip. "Maksud lo, naik motor?" Dia tertawa rendah. "Nggak. Pegang gue gitu."Aku langsung refleks mau melepas tangan, tapi Reza dengan cepat menaruh sebelah tangannya di atas tanganku, menekannya lembut agar tetap di sana. "Jangan," katanya pelan. "Gue suka." Jantungku berdetak lebih cepat. "Reza…"Dia menghela napas. "Udah lama gue pengen lo kayak gini. Deket. Bener-bener deket."Aku menggigit bibir, merasakan dadanya naik turun pelan. Suara knalpot motor yang bergetar di jalanan malam malah terasa kayak latar musik yang makin menguatkan atmosfer di antara kami. "Lo sadar n

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 9: Indigo yang Istimewa

    Reza menyandarkan punggungnya ke bangku kayu sambil melirik ke arah tukang nasi goreng yang sibuk mengaduk wajan. Asap tipis mengepul, aroma bawang putih dan kecap semakin kuat.Dia menoleh ke arahku, sudut bibirnya terangkat. "Jadi, sejak kapan lo mulai baca tarot?"Aku menghela napas, menyilangkan tangan di atas meja. "Pertama kali sejak lulus SMA."Dia mengangkat alis. "Serius? Bukan dari kecil? Gue pikir lo dapet wangsit atau semacamnya."Aku terkekeh. "Nggak segitunya juga. Gue dapet kartu tarot pertama kali gara-gara hadiah dari majalah."Reza memiringkan kepala, jelas penasaran. "Majalah? Yang bener?"Aku mengangguk. "Iya. Ada promo gratis waktu itu. Iseng aja gue ambil. Pas mulai coba-coba baca, eh, kok kayaknya bener terus. Dari situ mulai serius belajar, mulai baca teman dan tetangga."Dia mengusap dagunya, matanya menatapku dengan intens. "Gue kira lo mulai karena keturunan indigo atau semacamnya."Aku menggeleng. "Nggak, gue cuma orang biasa yang kebetulan cocok sama kartu

    Huling Na-update : 2025-03-18

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 93: Kedatangan Andre

    Reza menatap Anya dalam-dalam. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, “Aku memang ketemu Rio. Tapi bukan untuk hal yang buruk. Aku cuma ingin memastikan kamu aman, Anya. Aku serahkan semua bukti soal Nathan ke dia biar urusan itu selesai."Mata Anya berkaca-kaca. Ia merasa terharu sekaligus menyesal."Aku sayang sama kamu, Anya. Dan aku nggak akan berhenti lindungi kamu, seberat apa pun," lanjut Reza.Anya tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa tersenyum dan memeluk Reza erat. Di kejauhan, sosok Rio memperhatikan mereka dengan ekspresi rumit. Hatinya tersayat, karena ia sadar — ia kalah dalam cinta ini.***Keesokan paginya, suasana di vila mulai terasa lebih tenang. Anya bangun dengan perasaan damai setelah semalam berbagi cerita panjang dengan Reza. Hubungan mereka terasa semakin kuat setelah melewati banyak ujian.Reza mengajak Anya mengunjungi Pura Tirta Empul, tempat suci yang pernah mereka dengar dari Guru Adarma. Di sana, mereka berniat membersihkan pikiran dan hati,

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 92: Rio Berusaha Mengganggu

    Langit Bali sore itu berwarna jingga keemasan. Angin laut berembus lembut, membawa aroma asin yang menenangkan. Anya dan Reza tiba di sebuah vila tenang di tepi pantai Seminyak. Senyum Anya terlihat lebih lepas dibanding minggu-minggu sebelumnya.“Ini indah sekali, Reza…” Anya berkata sambil berdiri di balkon, memandangi matahari yang mulai terbenam.Reza mendekat, menaruh tangannya di pundak Anya. “Kamu butuh ketenangan setelah semua yang terjadi. Anggap saja ini awal yang baru.”Malamnya, mereka makan malam di sebuah restoran tepi pantai yang remang-remang dan romantis. Di meja, Reza tampak beberapa kali gelisah, seolah menunggu momen yang tepat. Anya yang peka mulai menyadarinya.“Ada yang mau kamu omongin?” tanya Anya lembut.Reza tersenyum kecil, kemudian menghela napas panjang. Ia merogoh saku kemejanya, mengeluarkan sebuah kotak beludru kecil, dan membukanya. Cincin berlian sederhana namun elegan berkilau di dalamnya.“Anya… setelah semua yang sudah kita lalui, aku nggak mau ke

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 91: El Rela Berkorban

    Sore itu, langit mendung menggantung di atas kota. Suasana tegang melingkupi ruang kerja Pak Bagas saat mereka merencanakan pertemuan dengan El.“Lokasinya di gudang kosong dekat pelabuhan Sunda Kelapa,” kata Pak Bagas, meletakkan ponselnya di meja setelah percakapan dengan El berakhir.Reza mengernyit. “Tempat itu terlalu sepi. Kalau ini jebakan, Pak Bagas bisa dalam bahaya.”Anya menatap peta yang dibentangkan Rio. "Kalau kita posisikan tim di tiga titik pengawasan ini, kita bisa pantau area tanpa El menyadari," usulnya sambil menunjuk lokasi strategis.Rio mengangguk setuju. “Aku akan pimpin tim pengintai. Reza, kamu jagain Anya.”Reza melirik Anya dengan tatapan lembut namun penuh tekad. “Aku nggak akan jauh darimu.”Beberapa jam kemudian, saat senja mulai jatuh, mereka bergerak ke lokasi. Pak Bagas masuk lebih dulu ke dalam gudang tua yang nyaris runtuh, sementara Reza, Rio, dan Anya bersembunyi di jarak aman, memantau dari teropong kecil.El sudah menunggu di dalam, wajahnya puc

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 90: Rio Menyatakan Perasaannya

    Di sudut parkiran, El duduk di dalam mobil hitam dengan kaca gelap. Wajahnya pucat dan tegang. Ia memandangi foto Anya yang tergeletak di kursi penumpang, lalu menatap ponselnya yang tak berhenti bergetar. Nama Nathan muncul di layar.Dengan ragu, El menjawab panggilan itu."Aku tahu kau bertemu mereka, El," suara Nathan terdengar dingin di seberang. "Jangan lupa siapa yang membesarkanmu, siapa yang membayarmu selama ini. Kau tahu apa yang harus kau lakukan."El terdiam beberapa detik, lalu menjawab pelan, "Aku tak akan membiarkan mereka menghancurkan kita. Tapi… aku tidak akan sakiti Anya."Panggilan terputus. El menghela napas panjang dan menutup matanya, jelas gelisah. Kenangan masa kecilnya bersama Larasati, kembarannya All, dan keterlibatannya dalam jaringan Nathan kembali terlintas di benaknya.Sementara itu, di apartemen Anya, Reza dengan sigap memeriksa setiap sudut ruangan, memastikan tak ada alat penyadap atau kamera tersembunyi. Anya memandangi pria itu dengan hati yang han

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 89: Strategi dan Bukti

    Keesokan paginya, matahari Bali menyinari lembut balkon kamar penginapan Anya dan Reza. Suasana masih hening, hanya suara ombak yang terdengar samar dari kejauhan. Anya duduk di kursi rotan, matanya menatap kosong laut biru, pikirannya terus memutar kata-kata Guru Adarma.Reza keluar dari kamar membawa dua cangkir kopi hangat. Ia menyerahkan satu ke Anya, lalu duduk di sampingnya. “Masih kepikiran soal El dan Rio?”Anya mengangguk pelan. “Aku merasa semuanya belum selesai, Za. Perasaan aku nggak tenang.”Reza menarik napas dalam. “Kita selesaikan satu per satu, pelan-pelan. Kita sudah jauh sampai sini, Anya. Kita harus tetap kuat.”Tiba-tiba ponsel Anya bergetar. Pesan singkat masuk dari nomor tak dikenal. “Kalau kau ingin tahu siapa sebenarnya El dan keterkaitannya dengan Nathan, temui aku di kafe dekat apartemenmu, sepulang dari Bali.”Anya menunjukkan pesan itu pada Reza. Ia mengernyit curiga. “Kita harus hati-hati. Jangan-jangan jebakan.”Anya menggigit bibir. “Tapi kalau benar ad

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 88: Perang Dimulai

    Anya dan Reza saling bertukar pandang, kegelisahan mulai meresap. "Jadi, ini sudah waktunya," kata Anya, suaranya tenang meskipun ketakutan merayapi hatinya."Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain maju," jawab Reza, sambil menatap El yang sejak tadi diam. "El, apa yang kamu tahu tentang Rio? Dia lebih terlibat dalam permainan ini daripada yang kita kira."El yang sedari tadi terdiam, kini melangkah mendekat, matanya penuh keseriusan. "Rio… dia selalu ada di sekitar Nathan. Tapi aku rasa dia lebih dari sekadar sekutu. Aku pernah mendengar Nathan berbicara tentang Rio sebagai seseorang yang bisa ‘menyelesaikan pekerjaan kotor’. Itu berarti, kita menghadapi lebih dari sekadar ancaman biasa."Anya mengangguk, mengerti. "Jadi, kita harus memutar otak. Aku tidak akan menyerahkan apapun pada mereka."Reza menggenggam tangan Anya dengan erat. "Kita akan bertindak lebih cepat. Jika kita terus menunda, mereka akan lebih dulu bergerak."Malam itu, setelah pertemuan yang panjang, mereka me

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 87: Kunci Masa Lalu

    Guru Adarma melangkah masuk dengan tenang. Tatapannya dalam, seolah bisa membaca pikiran Anya, Reza, dan El hanya dengan melihat sorot mata mereka. Ia duduk di kursi rotan dekat jendela, mengeluarkan sebuah map kulit tua yang terlihat usang.“Apa yang saya pegang ini,” ucapnya sambil meletakkan map di atas meja, “adalah salinan dokumen yang selama ini dicari Nathan dan orang-orangnya. Larasati sempat menyerahkannya padaku sebelum kecelakaan itu.”Anya membungkuk, jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat membuka map tersebut. Di dalamnya ada salinan kontrak, rekening transfer ilegal, serta catatan rahasia tentang penyelundupan data yang melibatkan beberapa perusahaan besar.Reza memicingkan mata, membaca cepat isi dokumen. “Ini… bisa menghancurkan Nathan. Bukti ini cukup kuat untuk menyeret dia ke pengadilan.”Guru Adarma mengangguk pelan. “Benar. Tapi ada syaratnya, Anya.”Anya menegakkan badan, menatap Guru Adarma dengan tatapan penuh tanya.“Kau harus memastikan dokumen i

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 86: Pilihan yang Berbahaya

    Sementara itu, di balik pepohonan, El berdiri diam. Dadanya berdegup kencang. Melihat Anya begitu tenang bersama Reza membuat hatinya berkonflik. Tugasnya jelas—mengambil kembali dokumen yang disimpan Anya dan memastikan Anya tidak akan membocorkan rahasia jaringan mereka. Tapi bayangan untuk menyakiti Anya membuatnya bimbang.“Fokus, El,” gumamnya sendiri, mencoba mengusir keraguan.Malam harinya, di penginapan sederhana yang mereka tempati, Anya memutuskan untuk melakukan meditasi lebih dalam. Ia menyalakan lilin dan duduk bersila, mencoba membaca energi siapa yang sebenarnya mengintai mereka.Dalam penglihatannya yang hening, bayangan sosok El muncul. Wajahnya samar, tapi tatapannya jelas. El tampak gelisah, seolah ingin bicara tapi tertahan sesuatu.Anya tersentak membuka mata. Jantungnya berdegup cepat. “El…” bisiknya. “Dia di sini.”Reza yang duduk tak jauh darinya langsung menghampiri. “El? Kau yakin?”Anya mengangguk. “Dia mengikuti kita. Aku harus bicara dengannya. Aku perlu

  • Gairah Cinta CEO dan Peramalnya   Bab 85: Pertemuan dengan Guru Adarma

    Keesokan paginya, Anya dan Reza tiba di sebuah desa kecil di lereng gunung, tempat di mana Guru Adarma tinggal. Udara sejuk dan pemandangan hamparan sawah menghiasi perjalanan mereka.Reza memarkirkan mobil di depan rumah kayu sederhana namun terawat. Seorang pria paruh baya berwajah teduh, berjanggut putih, dan mengenakan pakaian serba putih menyambut mereka di teras. Matanya tajam namun penuh ketenangan."Selamat datang, Anya… Reza," sapa Guru Adarma.Anya menunduk hormat. "Terima kasih sudah mau menerima kami, Guru."Guru Adarma mengangguk dan mempersilakan mereka masuk ke dalam. Di ruangan dalam, suasana hening dan damai. Aroma dupa lembut menyelimuti ruangan. Anya mengeluarkan map berisi dokumen yang didapatkannya, lalu meletakkannya di hadapan sang guru."Guru, saya perlu bimbingan Anda. Semua ini terlalu besar untuk saya pahami sendiri. Ini semua tentang ayah saya, tentang El, dan… tentang masa lalu yang terus menghantui saya," suara Anya lirih namun tegas.Guru Adarma membuka

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status