Hari Keenam Puluh Sembilan07.00 – Meditasi Hening “Mencapai Kedamaian”Hari ini, suasana lebih tenang.Prof. Surya memimpin meditasi hening di aula terbuka, tanpa kata-kata, hanya keheningan.Setiap orang duduk bersila, mata terpejam, napas perlahan.Keheningan terasa seperti selimut yang menenangkan.09.00 – Materi “Memaafkan Diri Sendiri”Prof. Surya membuka sesi dengan suara lembut:“Memaafkan orang lain memang penting. Tapi memaafkan diri sendiri… itu lebih dalam, lebih sulit.”Ia berbicara tentang betapa kerasnya hati manusia pada dirinya sendiri.“Jangan biarkan masa lalu menjadi beban yang kau bawa seumur hidup.”Peserta lalu diajak menulis:Kesalahan yang masih mereka sesali.Kata maaf untuk diri sendiri.Anya menulis:“Maafkan aku, Anya, karena terlalu lama menyalahkan dirimu sendiri.”11.30 – Latihan “Pelukan Diri Sendiri”Peserta berdiri, menutup mata, dan memeluk diri mereka masing-masing.Gerakan sederhana ini membangkitkan rasa hangat yang dalam.Anya merasakan air mata
Hari Keenam Puluh Enam: Cahaya Dalam Keheningan.08.00 – Sesi Meditasi “Ketenangan yang Menyembuhkan”Mentor pagi ini adalah Ibu Ratna, seorang praktisi mindfulness yang lembut.Ia memimpin meditasi dengan nada suara menenangkan:“Hari ini kita belajar mendengarkan keheningan… di dalam keheningan ada jawaban.”Anya duduk bersila, matanya tertutup.Napasnya perlahan, mengikuti denting lonceng meditasi.Dalam hening itu, ia merasakan kepedihan yang perlahan berubah menjadi kelegaan.10.00 – Sesi Journaling “Pertanyaan untuk Hati”Di atas kertas, para peserta diajak untuk menulis jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:Apa hal yang membuatmu takut melepaskan?Apa yang membuatmu ingin melangkah maju?Siapa dirimu yang ingin kau temui di masa depan?Anya menulis:“Aku takut melepaskan karena takut kehilangan Rio sepenuhnya.Tapi aku juga ingin maju karena aku tahu Rio ingin aku bahagia.Aku ingin bertemu Anya yang berani bermimpi kembali.”13.00 – Workshop “Menciptakan Ruang untuk Diri
Hari Keenam Puluh Tiga: Menghadapi Kenyataan, Menerima Diri.08.00 – Sesi Pembukaan: “Apa yang Kamu Rasakan?”Pagi ini, Prof. Mahendra membuka sesi dengan sebuah pertanyaan yang sederhana, tapi menusuk hati:“Apa yang kamu rasakan hari ini?”Setiap peserta diminta menuliskan di kertas kecil:✅ Satu kata tentang perasaan mereka pagi ini.✅ Anya menuliskan: “Gelombang”.Prof. Mahendra tersenyum:“Gelombang itu kadang tinggi, kadang rendah. Yang penting, kita tetap belajar berselancar di atasnya.”10.00 – Sesi Terapi Kelompok: “Berbagi Luka, Berbagi Kekuatan”Para peserta duduk melingkar. Hari ini, mereka berbagi cerita tentang apa yang masih terasa berat.Satu per satu, mereka bercerita:Seorang ibu yang merindukan anaknya.Seorang pria yang kehilangan pasangan.Dan Anya… yang perlahan mulai membuka hatinya.Anya berkata:“Aku merasa bersalah. Kadang aku ingin dekat dengan orang lain… tapi aku masih mengingat Rio.”Kelompok itu mendengarkan Anya dengan sabar.Ibu Yulia, mentor tamu, ber
Hari Keenam Puluh: Pelajaran Mencintai Diri.08.00 – Sesi Pagi: “Siapa Aku Tanpa Dia?”Prof. Mahendra membuka hari keenam puluh dengan pertanyaan yang menohok:“Siapa dirimu tanpa orang yang kau cintai?”Anya menghela napas, menulis di jurnal:Aku seorang perempuan yang dulu selalu menunggu Rio.Aku seorang perempuan yang sedang belajar berdiri sendiri.Aku seorang pencari makna yang ingin damai dengan masa lalu.10.00 – Sesi Latihan: “Merawat Diri Sendiri”Di sebuah ruang terbuka, peserta diajak melakukan aktivitas ‘merawat diri’.Mereka:✅ Berendam kaki di air hangat yang sudah diberi garam laut dan bunga kamboja.✅ Mendengarkan alunan musik alam – kicau burung, desir angin.✅ Memijat perlahan tangan dan kaki sendiri.Anya menutup matanya, merasakan sensasi air hangat.Untuk pertama kalinya, ia memandang tubuhnya sendiri bukan sebagai alat – tetapi sebagai rumah yang layak disayangi.13.00 – Sesi Praktek: “Menyusun Mimpi Kecil”Prof. Mahendra meminta setiap peserta menuliskan 3 hal
Hari Kelima Puluh Lima: Menghadapi Kesepian.08.00 – Sesi Pagi: “Menyambut Kesepian”Pagi ini, suasana aula lebih hening. Prof. Mahendra memulai dengan kalimat sederhana:“Kesepian adalah teman yang harus diterima, bukan dilawan.”Peserta diajak menuliskan:Apa yang mereka rasakan saat kesepian?Apa yang mereka butuhkan untuk memeluk kesepian?Anya menulis di bukunya:“Saat kesepian, aku rindu suara Rio. Aku butuh keyakinan bahwa aku cukup untuk diriku sendiri.”10.00 – Sesi Berbagi: “Suara Kesepian”Sesi ini menggunakan metode “kursi kosong”. Satu kursi di depan, peserta diajak berbicara pada kursi itu seolah berbicara pada orang yang dirindukan atau kepada dirinya sendiri.Anya berdiri dan berbicara pelan:“Rio, aku masih suka memeluk bantal yang pernah kita beli bersama. Kadang aku merasa bersalah, karena aku masih hidup sementara kamu sudah tiada. Tapi aku belajar untuk tidak takut lagi pada sepi.”Para peserta meneteskan air mata.13.00 – Sesi Gerak Tubuh: “Menari dengan Kesepian
17.00 – Penutup: “Ritual Syukur”Prof. Mahendra memimpin ritual kecil:Menutup hari dengan menulis 3 hal yang disyukuri.Mengucapkan syukur dalam hati.Membiarkan kata “terima kasih” jadi mantra untuk hari-hari selanjutnya.Anya menulis:“Aku bersyukur atas keberanian memulai terapi ini.”“Aku bersyukur atas orang-orang yang hadir di hidupku.”“Aku bersyukur karena aku masih di sini, hari ini."Malam itu, Anya kembali ke kamarnya. Ia menatap lukisan kecil yang ia bawa – bunga di antara retakan.Ia tersenyum tipis.Mungkin kebahagiaan tidak selalu datang dalam bentuk besar. Kadang, ia hanya sejumput keyakinan: bahwa hidup ini masih pantas untuk dicintai.***Hari Kelima Puluh Tiga: Menerima Diri, Memaafkan Diri.08.00 – Sesi Pagi: “Ruang Memaafkan”Pagi ini, Prof. Mahendra membawa suasana yang syahdu. Musik instrumental mengalun pelan.Peserta duduk bersila di atas bantal empuk.“Hari ini kita belajar memaafkan. Bukan hanya memaafkan orang lain… tapi memaafkan diri sendiri.”Anya menut