Hari Ketiga Puluh Satu: Mengenal Ulang Diri Sendiri.Matahari pagi menyelinap dari sela-sela jendela kamar Anya. Ini hari ke-31 dari program 100 hari pemulihan. Setelah kemarin membebaskan rasa bersalah, hari ini difokuskan pada “penemuan kembali identitas diri setelah kehilangan.”Anya duduk di tepi ranjang sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Dulu ia adalah istri Rio. Tapi siapa dirinya sekarang? Pertanyaan itu menjadi pembuka hari ini.08.30 – Sesi Psikodrama: “Siapa Aku Tanpa Dia?”Di aula utama, para peserta diajak melakukan simulasi psikodrama. Mereka diminta duduk berhadapan dengan kursi kosong, seolah sedang bicara dengan orang terkasih yang telah pergi. Kemudian diminta menjawab pertanyaan:Siapa aku sebelum mengenal dia?Siapa aku saat bersamanya?Siapa aku sekarang, tanpanya?Anya perlahan berkata sambil menatap kursi kosong:“Aku dulu perempuan mandiri yang punya dunia sendiri.Bersamamu, aku menjadi istri yang belajar mencintai dan bertumbuh.Sekarang... aku adalah
Menemukan Diri yang Baru. Hari Kedua Puluh Sembilan.Pagi itu langit Banten cerah, namun angin semilir membawa hawa hening. Di hari kedua puluh sembilan ini, tema kegiatan adalah: “Mengenali Identitas Baru Setelah Kehilangan.” Para peserta perlahan mulai menyadari bahwa hidup mereka tak lagi sama, dan sekarang waktunya untuk menemukan siapa diri mereka tanpa sosok yang telah tiada.07.30 – Meditasi Diam di Taman TerapiPeserta diarahkan duduk di taman kecil yang dikelilingi pohon kamboja dan suara gemericik air. Dengan posisi lotus, mereka berlatih meditasi hening selama 30 menit. Tidak ada bimbingan suara, hanya napas dan kesadaran.Anya duduk bersila. Awalnya pikirannya melayang: tentang Rio, tentang Reza, tentang dirinya. Tapi perlahan, hanya suara napasnya yang terdengar jelas. Untuk pertama kalinya, ia tidak merasa kehilangan—ia hanya merasa hadir.---09.00 – Sesi Psikodrama: “Siapa Aku Tanpamu?”Dipandu oleh Ibu Meta, seorang psikodrama trainer, peserta diminta membayangkan mer
Hari Kedua Puluh Tujuh: Menciptakan Makna dari KehilanganPagi itu, aula pelatihan diterangi cahaya matahari yang hangat, seperti menyambut semangat baru dari peserta yang perlahan mulai bertransformasi. Hari kedua puluh tujuh mengangkat tema: "Meaning Making – Menemukan Makna dari Kehilangan."08.00 – Sesi Inspirasi oleh Prof. Surya Darma: “Duka yang Menjadi Jalan Pencerahan”Prof. Surya, seorang psikolog transpersonal, membuka sesi dengan mengajak peserta melihat kehilangan bukan sebagai akhir, melainkan sebagai transisi jiwa.“Orang yang kamu cintai tidak benar-benar pergi. Mereka hanya berpindah bentuk menjadi pelajaran, menjadi bagian dari perjalanan batinmu.”Anya duduk terpaku. Kata-kata itu seperti membalut luka dalam hatinya yang selama ini terus berdarah. Ia mencatat satu kalimat dari Prof. Surya:“Kehilangan yang tidak diberi makna akan berubah menjadi beban.”09.30 – Latihan Visualisasi: Bertemu dengan Sosok yang Telah PergiPeserta diajak dalam meditasi visualisasi mendal
Hari Kedua Puluh LimaPagi yang cerah di tempat pelatihan Banten menjadi latar yang pas untuk tema hari ini: Cinta yang Tak Harus Memiliki. Para peserta diajak menyelami cinta dari sudut pandang yang lebih luas, tak hanya antara pasangan, tapi juga cinta kepada diri sendiri, kehidupan, dan semesta.---08.00 – Sesi Pembuka: “Cinta Sebagai Energi, Bukan Kepemilikan” oleh Prof. DarmanProf. Darman, seorang pakar psikologi eksistensial, membuka sesi dengan kalimat yang menohok:“Cinta sejati tidak melukai, ia justru memerdekakan.”Ia menjelaskan bagaimana banyak orang tersesat dalam cinta karena mengaitkan cinta dengan rasa memiliki, padahal cinta adalah tentang memberi tanpa syarat, membiarkan seseorang tetap jadi dirinya sendiri, meski tak lagi di sisi kita.Anya mendengarkan dengan saksama. Hatinya tenang, seperti baru memahami satu keping teka-teki hidupnya.---09.00 – Sesi Introspeksi Diri: Siapa yang Pernah Aku Cintai dan Kenapa?Setiap peserta diberi lembar kerja dengan pertanyaa
Hari Kedua Puluh Tiga.Hari ke-23 dalam program 100 hari pemulihan duka difokuskan pada tema yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Jika sebelumnya lebih banyak berfokus pada pikiran dan emosi, maka hari ini seluruh peserta diajak untuk kembali hadir penuh dalam tubuh mereka sendiri—yang selama ini ikut menanggung beban kehilangan.08.00 – Pembukaan: Tubuh Tak Pernah BohongProf. Ajeng membuka kegiatan dengan sebuah kalimat yang menghentak kesadaran peserta:“Luka jiwa seringkali menetap diam dalam tubuh. Ia menampakkan diri lewat leher yang tegang, punggung yang berat, nafas yang pendek, hingga kelelahan tanpa sebab.”Anya menunduk. Ia teringat betapa tubuhnya sulit tidur sejak kepergian Rio. Kadang sesak, kadang perih di dada—seakan tubuhnya pun berkabung.08.30 – Sesi Movement Therapy: Menggoyangkan LukaDipandu oleh Instruktur gerak pemulihan trauma, peserta mengikuti sesi Somatic Movement Therapy. Gerakan dilakukan lambat, tanpa musik, mengikuti aliran napas.Peserta diajak:Men
11.00 – Pementasan EmosiSetiap kelompok diberi waktu 10 menit untuk menampilkan emosi mereka secara teatrikal di atas panggung kecil yang disiapkan panitia. Tidak ada naskah. Hanya emosi yang jujur.Kelompok Anya membawakan adegan seorang perempuan yang terus duduk di meja makan untuk dua orang, berbicara dengan kursi kosong di depannya. Di akhir adegan, ia berdiri, mengambil foto di dompetnya, dan menangis dalam diam.Tepuk tangan penonton tidak riuh, tapi penuh penghargaan dan air mata.13.30 – Sesi Diskusi: Apa yang Tak Pernah TerucapUsai makan siang, sesi dilanjutkan dengan diskusi terbuka. Semua peserta diajak duduk melingkar, saling berbagi pengalaman. Anya mengangkat tangan dan berbicara:“Aku rindu, tapi aku juga takut rindu itu membunuhku pelan-pelan. Hari ini, aku sadar… rindu itu sah. Tapi aku tetap hidup, dan itu juga sah.”16.00 – Meditasi PelepasanHari ditutup dengan sesi meditasi dipandu oleh Mas Bagas, seorang trainer energi dan inner healing. Diiringi suara lonceng