Home / Romansa / Gairah Cinta Kakakku / 54. Paling ditakuti

Share

54. Paling ditakuti

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-08-19 13:00:18

Opa segera merogoh saku celananya, mengeluarkan ponselnya. Jari-jarinya yang berkerut dengan cepat menekan nomor, lalu menempelkan ponsel itu ke telinganya. Aku bisa mendengar nada sambung yang panjang dan kosong. Raut wajah Opa mulai menunjukkan kekecewaan.

"Opa telepon siapa?" tanyaku, rasa penasaran mengusikku. Aku berharap Opa punya informasi baru tentang Silvi.

"Dono. Tapi nggak diangkat," jawab Opa, napasnya terdengar berat. Dia menghela napas panjang, seolah beban berat sedang menimpanya. "Besok biar Opa tanyakan langsung ke Papimu. Sekarang kamu kembali ke kamar Friska, lalu tidur. Opa mau telepon teman Opa dulu, siapa tau ada yang tau keberadaan Dono."

"Nanya sama Papi cuma buang-buang waktu, Opa. Dia nggak mungkin jujur. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu," ujarku dengan nada sinis. Aku sudah kehilangan kepercayaan pada Papiku sendiri.

"Sama kamu mungkin begitu, tapi 'kan sama Opa belum tentu," balas Opa, mencoba meyakinkanku.


Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gairah Cinta Kakakku   152. Tes DNA

    "Kak, aku masih penasaran," Silvi berujar lirih, matanya menatap langit-langit kamar. "Kemarin... apa saja yang diobrolkan Kakak dengan Papi dan Mami saat mereka datang bertamu? Kakak bilang mau menceritakannya padaku," lanjutnya, nada suaranya sedikit bergetar.Sejak kemarin, pertanyaan itu terus berputar di benaknya, namun dia tak ingin menambah beban Juna yang tengah berduka. Duka mendalam atas kepergian Melati, seolah meremukkan hati seluruh keluarga.Kini, setelah pemakaman dan segala urusan selesai, mereka berdua telah kembali ke rumah. Suasana hening menyelimuti kamar tidur mereka. Keduanya sudah berbaring di ranjang, bersiap untuk istirahat, namun pikiran Silvi masih berkecamuk.Juna menghela napas panjang sebelum menjawab. "Banyak sih, Dek, yang kami obrolkan," jawabnya, berusaha terdengar tegar."Sebagai permintaan maaf Papi ke kita, katanya Papi mau mengadakan resepsi pernikahan kita secara besar-besaran. Dia ingin mengundang semua oran

  • Gairah Cinta Kakakku   151. Pemakaman

    "Kita duduk dulu, Jun. Biar enak ngomongnya dan biar Silvi nggak terlalu tegang dengernya," saran Mama Della, dengan nada suara yang lembut namun sarat akan kekhawatiran. Matanya menatap Silvi dengan penuh perhatian."Iya." Juna mengangguk pelan, menyetujui sarannya. Dia meraih tangan Silvi, menggenggamnya erat, lalu mengajak Silvi duduk bersama di sofa yang empuk. Papa Dono dan Mama Della pun ikut duduk, menciptakan suasana yang tegang dan penuh antisipasi di ruang tengah."Tadi sore, pas Kakak pergi... sebetulnya Kakak pergi karena ingin menemui Melati. Kakak ingin menasehatinya, setelah apa yang telah dia perbuat padamu." Juna memulai ceritanya dengan suara yang bergetar, menahan emosi yang campur aduk di dadanya."Terus, apa tanggapan Melati?" tanya Silvi penasaran, tak sabar ingin mengetahui kelanjutan cerita. "Pasti dia marah sama Kakak, ya?""Kakak justru nggak ketemu dia, Dek. Pas Kakak datang ke rumah Papi ... Melati nggak ada. Terny

  • Gairah Cinta Kakakku   150. Siapa yang sakit?

    Tok! Tok! Tok!Jantung Silvi berdegup sedikit lebih kencang saat mendengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Aroma maghrib masih terasa, seiring dengan dirinya yang baru saja menuntaskan sholat dan melipat mukena dengan gerakan yang sedikit terburu."Permisi, Dek ...," suara lembut Bi Ayu menyapa dari balik pintu."Buka saja, Bi. Nggak dikunci kok," sahut Silvi, berusaha menetralkan nada bicaranya.Pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Bi Ayu yang mendekat dengan senyum tulus di wajahnya. Di tangannya, tergenggam beberapa paper bag yang tampak asing."Maaf Bibi ganggu, Dek. Ini barang yang dijatuhkan Dek Juna tadi, pas dia pulang dan panik melihat pipi Dek Silvi lebam." Bi Ayu meletakkan ketiga paper bag itu di atas meja dengan hati-hati. Mata Silvi mengikuti gerakannya, bertanya-tanya dalam hati."Terima kasih, Bi." Silvi tersenyum tipis. "Sama-sama. Dek Silvi mau makan malam dengan apa? Nanti Bibi buatkan."

  • Gairah Cinta Kakakku   149. Tiba-tiba ragu

    "Menurutku sih iya, Pi," Juna mengangguk perlahan, raut wajahnya menunjukkan kehati-hatian. "Maaf ya, Pi, bukan maksud ingin mencela Melati atau apa. Aku sendiri sayang banget sama dia, tapi dari segi warna kulitnya saja Melati berbeda dengan kalian. Atau aku maupun Silvi." Dia berhenti sejenak, mencari kata yang tepat. "Bukan berarti itu masalah besar, sih, tapi memang terlihat bedanya." "Maksudmu, kulit Melati hitam?" tebak Papi Tian, otaknya langsung menangkap perbedaan fisik yang paling kentara. Dia menatap Juna dengan tatapan menyelidik, seolah mencari jawaban yang selama ini tersembunyi. "Hitam sih enggak, cuma emang agak sawo matang menurutku. Padahal setahuku, Melati sejak kecil sudah sering melakukan perawatan kulit supaya putih. Dia 'kan memang perhatian banget sama penampilannya." Juna mengangkat bahu, mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal. "Selain itu... Melati juga 'kan tinggalnya di Korea. Ya meskipun belum terlalu lama, tapi angin Korea itu beda dengan angin

  • Gairah Cinta Kakakku   148. Golongan darah

    "Darah Papi dan Melati nggak cocok, jadi Papi nggak bisa menjadi pendonor," jawabnya lirih, nada suaranya sarat akan kekecewaan dan kepasrahan. Bahunya merosot, seolah beban dunia bertumpu di pundaknya."Oh, mungkin darah Melati lebih cocoknya dengan Mami. Papi telepon saja Mami. Eh, tapi ... Golongan darahku juga kebetulan sama dengan Mami, bagaimana kalau aku saja yang menjadi pendonor Melati?" Juna menawarkan solusi dengan nada penuh harap, sejak tadi dialah yang berinisiatif ingin menjadi penyelamat bagi adiknya."Golongan darah Masnya apa memangnya?" tanya perawat tadi, yang baru saja keluar lagi dari ruang operasi."AB+, Bu.""AB+?" Mata Papi Tian membulat tak percaya, pupilnya melebar seolah baru saja melihat hantu. "Seriusan, Jun, golongan darahmu dan Mamimu AB+?" tanyanya dengan nada yang meninggi, membuat beberapa orang di sekitar menoleh ke arah mereka."Iya, Pi. Memangnya kenapa?" tanya Juna, mengerutkan keningnya, merasa heran dengan reaksi berlebihan Papinya. Ada sesuatu

  • Gairah Cinta Kakakku   147. Kecelakaan

    "Jadi Bapak adalah ayahnya Nona Melati?" tanya polisi itu memastikan, sambil menatap Papi Tian dengan tatapan dengan serius. "Iya," jawab Papi Tian menganggguk cepat, jantungnya seketika berdebar kencang. Sebuah firasat buruk tiba-tiba datang menyergap, membuatnya merasa tidak enak. "Bapak ikutlah dengan saya. Saat ini Nona Melati berada di rumah sakit, dia mengalami kecelakaan bersama sopir taksi," ucap polisi itu dengan nada serius. "KECELAKAAN?!" Papi Tian memekik karena terkejut, tubuhnya seketika terasa lemas dan limbung, merasa syok dan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia bahkan hampir terjatuh jika Juna tidak segera berlari untuk memapahnya, menahan tubuhnya agar tidak ambruk ke tanah. "Mari ikut saya, Pak," ajak polisi itu dengan nada lembut, segera membuka pintu mobilnya. "Papiku biar pergi sama aku, Pak. Aku akan mengikuti mobil Bapak dari belakang," ucap Juna mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya begitu khawatir dan cemas. Dia tidak ingi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status