Home / Romansa / Gairah Cinta Kakakku / 73. Jalan yang terbaik

Share

73. Jalan yang terbaik

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-09-06 22:04:00
"Mana salamnya? Kok sudah masuk tapi nggak kasih salam atau cium tangan?"

Suara Papi yang tiba-tiba itu membuatku tersentak dari lamunan. Aku segera menghampirinya, diikuti oleh Silvi yang setia di sisiku. Dengan sopan, kucium punggung tangan mereka satu per satu, kecuali Friska.

"Maaf, Pi. Aku tadi sempat kaget. Kenapa ada Om Irfan dan Friska segala? Apa urusan mereka di sini?" tanyaku dengan nada heran. Sorot mataku tanpa sengaja tertuju pada Friska.

Wajah gadis itu tampak cemberut, bahkan sedikit memerah karena kesal. Matanya melirik tajam ke arah Silvi, seolah tak senang melihat kehadiran gadis yang menggandeng erat tanganku.

Sebaliknya, saat aku menoleh ke arah Silvi, ekspresinya tak jauh berbeda dengan Friska. Dia justru semakin mengeratkan gandengannya pada lenganku, seolah tak ingin kalah.

"Tentu saja mereka ada urusan. Sabar, nanti Papi jelaskan semuanya," jawab Papi misterius. Dia kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan, diikuti oleh Om Dono di belakangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Collina Langga
jun minta papi cerai sama mami biar rasakan yg sama
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Astagfirullah Al'adzim tega banget suruh Jun menikah lagi. Ayo Jun & Silvi lebih baik Kalian pergi dari keluarga lucknut.
goodnovel comment avatar
yan ikads
papi durjana
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Cinta Kakakku   153. END

    "Dad... ada undangan, nih! Untuk Daddy, Love dan aku," ucap Robert, langkahnya mendekat ke arah Daddy Joe yang tengah duduk santai di belakang rumah sore itu. Aroma kopi hitam yang menguar dari cangkirnya seolah menjadi penenang di tengah hiruk pikuk pikiran."Dari siapa, Rob?" Daddy Joe mengulurkan tangannya, tatapannya menyelidik. Robert segera memberikan kartu undangan itu. Kertas tebal berwarna ivory dengan ukiran bunga yang elegan."Dari Om Tian. Dia mengadakan resepsi untuk Juna dan Silvi."Mendengar nama-nama itu disebutkan, raut wajah Daddy Joe langsung berubah. Senyum yang tadinya menghiasi bibirnya lenyap seketika. Tangannya mengepal erat, urat-urat di lehernya menegang. Tanpa ragu, undangan itu dia robek menjadi dua, lalu empat, hingga menjadi serpihan kecil yang berserakan di bawah. Padahal, dia belum sempat melihat isinya."Kok dirobek, Dad? Kan dibaca juga belum," tanya Robert, terkejut dengan reaksi berlebihan Daddynya."Me

  • Gairah Cinta Kakakku   152. Tes DNA

    "Kak, aku masih penasaran," Silvi berujar lirih, matanya menatap langit-langit kamar. "Kemarin... apa saja yang diobrolkan Kakak dengan Papi dan Mami saat mereka datang bertamu? Kakak bilang mau menceritakannya padaku," lanjutnya, nada suaranya sedikit bergetar.Sejak kemarin, pertanyaan itu terus berputar di benaknya, namun dia tak ingin menambah beban Juna yang tengah berduka. Duka mendalam atas kepergian Melati, seolah meremukkan hati seluruh keluarga.Kini, setelah pemakaman dan segala urusan selesai, mereka berdua telah kembali ke rumah. Suasana hening menyelimuti kamar tidur mereka. Keduanya sudah berbaring di ranjang, bersiap untuk istirahat, namun pikiran Silvi masih berkecamuk.Juna menghela napas panjang sebelum menjawab. "Banyak sih, Dek, yang kami obrolkan," jawabnya, berusaha terdengar tegar."Sebagai permintaan maaf Papi ke kita, katanya Papi mau mengadakan resepsi pernikahan kita secara besar-besaran. Dia ingin mengundang semua oran

  • Gairah Cinta Kakakku   151. Pemakaman

    "Kita duduk dulu, Jun. Biar enak ngomongnya dan biar Silvi nggak terlalu tegang dengernya," saran Mama Della, dengan nada suara yang lembut namun sarat akan kekhawatiran. Matanya menatap Silvi dengan penuh perhatian."Iya." Juna mengangguk pelan, menyetujui sarannya. Dia meraih tangan Silvi, menggenggamnya erat, lalu mengajak Silvi duduk bersama di sofa yang empuk. Papa Dono dan Mama Della pun ikut duduk, menciptakan suasana yang tegang dan penuh antisipasi di ruang tengah."Tadi sore, pas Kakak pergi... sebetulnya Kakak pergi karena ingin menemui Melati. Kakak ingin menasehatinya, setelah apa yang telah dia perbuat padamu." Juna memulai ceritanya dengan suara yang bergetar, menahan emosi yang campur aduk di dadanya."Terus, apa tanggapan Melati?" tanya Silvi penasaran, tak sabar ingin mengetahui kelanjutan cerita. "Pasti dia marah sama Kakak, ya?""Kakak justru nggak ketemu dia, Dek. Pas Kakak datang ke rumah Papi ... Melati nggak ada. Terny

  • Gairah Cinta Kakakku   150. Siapa yang sakit?

    Tok! Tok! Tok!Jantung Silvi berdegup sedikit lebih kencang saat mendengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Aroma maghrib masih terasa, seiring dengan dirinya yang baru saja menuntaskan sholat dan melipat mukena dengan gerakan yang sedikit terburu."Permisi, Dek ...," suara lembut Bi Ayu menyapa dari balik pintu."Buka saja, Bi. Nggak dikunci kok," sahut Silvi, berusaha menetralkan nada bicaranya.Pintu terbuka perlahan, menampilkan sosok Bi Ayu yang mendekat dengan senyum tulus di wajahnya. Di tangannya, tergenggam beberapa paper bag yang tampak asing."Maaf Bibi ganggu, Dek. Ini barang yang dijatuhkan Dek Juna tadi, pas dia pulang dan panik melihat pipi Dek Silvi lebam." Bi Ayu meletakkan ketiga paper bag itu di atas meja dengan hati-hati. Mata Silvi mengikuti gerakannya, bertanya-tanya dalam hati."Terima kasih, Bi." Silvi tersenyum tipis. "Sama-sama. Dek Silvi mau makan malam dengan apa? Nanti Bibi buatkan."

  • Gairah Cinta Kakakku   149. Tiba-tiba ragu

    "Menurutku sih iya, Pi," Juna mengangguk perlahan, raut wajahnya menunjukkan kehati-hatian. "Maaf ya, Pi, bukan maksud ingin mencela Melati atau apa. Aku sendiri sayang banget sama dia, tapi dari segi warna kulitnya saja Melati berbeda dengan kalian. Atau aku maupun Silvi." Dia berhenti sejenak, mencari kata yang tepat. "Bukan berarti itu masalah besar, sih, tapi memang terlihat bedanya." "Maksudmu, kulit Melati hitam?" tebak Papi Tian, otaknya langsung menangkap perbedaan fisik yang paling kentara. Dia menatap Juna dengan tatapan menyelidik, seolah mencari jawaban yang selama ini tersembunyi. "Hitam sih enggak, cuma emang agak sawo matang menurutku. Padahal setahuku, Melati sejak kecil sudah sering melakukan perawatan kulit supaya putih. Dia 'kan memang perhatian banget sama penampilannya." Juna mengangkat bahu, mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal. "Selain itu... Melati juga 'kan tinggalnya di Korea. Ya meskipun belum terlalu lama, tapi angin Korea itu beda dengan angin

  • Gairah Cinta Kakakku   148. Golongan darah

    "Darah Papi dan Melati nggak cocok, jadi Papi nggak bisa menjadi pendonor," jawabnya lirih, nada suaranya sarat akan kekecewaan dan kepasrahan. Bahunya merosot, seolah beban dunia bertumpu di pundaknya."Oh, mungkin darah Melati lebih cocoknya dengan Mami. Papi telepon saja Mami. Eh, tapi ... Golongan darahku juga kebetulan sama dengan Mami, bagaimana kalau aku saja yang menjadi pendonor Melati?" Juna menawarkan solusi dengan nada penuh harap, sejak tadi dialah yang berinisiatif ingin menjadi penyelamat bagi adiknya."Golongan darah Masnya apa memangnya?" tanya perawat tadi, yang baru saja keluar lagi dari ruang operasi."AB+, Bu.""AB+?" Mata Papi Tian membulat tak percaya, pupilnya melebar seolah baru saja melihat hantu. "Seriusan, Jun, golongan darahmu dan Mamimu AB+?" tanyanya dengan nada yang meninggi, membuat beberapa orang di sekitar menoleh ke arah mereka."Iya, Pi. Memangnya kenapa?" tanya Juna, mengerutkan keningnya, merasa heran dengan reaksi berlebihan Papinya. Ada sesuatu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status