“Selamat malam semuanya, terima kasih karena telah menyempatkan waktu untuk datang merayakan ulang tahun pria tua ini,” ujar seorang pria tua dengan suara lantang. Walau usianya telah mencapai tiga perempat abad, tapi tubuhnya tetap terlihat kokoh dan energik. “Rusli Diwangkara,” bisik Evelyn kepada Adam, khawatir pria itu tidak mengenali sang tetua Keluarga Diwangkara. Walaupun wajah Rusli terlihat seperti seorang pria tua yang ramah dan baik hati, tapi sebenarnya dalam Keluarga Diwangkara, Evelyn tahu tidak ada yang memiliki sifat lebih keras dibandingkan pria tersebut. Orang yang awalnya setuju dengan usulan Reyhan dan bersikeras memaksa Andre melanjutkan perjodohannya dengan Evelyn tak lain dan tak bukan adalah pria tersebut. Demi harta dan kekuasaan, Rusli rela mengesampingkan kenyataan bahwa dia mungkin mengorbankan kehormatan cucunya. ‘Kalau bukan karena tahu siapa mendiang kakek, aku pasti akan mencurigai bahwa dia dan Reyhan punya hubungan darah,’ dengus Evelyn dalam hat
“Aku harap Andre dan Risa bahagia selalu,” tutur Evelyn yang kemudian meraih gelas anggurnya dan mengangkatnya sedikit. “Ah, semoga mereka segera mendapatkan momongan juga,” imbuhnya seraya meneguk sedikit anggur sebagai bentuk penghormatannya. Mendengar balasan Evelyn, sejumlah orang tercengang. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa wanita yang dirumorkan ‘dibuang’ oleh keluarganya itu berani bersikap begitu lancang kepada tetua Keluarga Diwangkara. “Sombong sekali wanita itu!” bisik salah seorang tamu. “Perjodohan antara dirinya dan Andre ‘kan batal karena ulahnya sendiri. Kenapa sekarang jadi sok benar?” Seorang tamu lain mendecakkan lidah. “Nggak peduli dia sombong atau nggak, tapi kalau dipikir-pikir, dia nggak salah. Bergabung dengan Keluarga Diwangkara memang ada enaknya, tapi kamu nggak lihat Risa?” Ucapan tamu itu membuat sejumlah orang melirik Risa yang bersanding dengan Andre. “Ada rumor dia bisa ditendang dari Keluarga Diwangkara kalau nggak segera mengandung.” “Iya jug
Tepat setelah Rusli mengatakan hal tersebut, Nissa maju selangkah mendekati Adam. Kemudian, wanita itu membungkuk, sangat rendah sampai Evelyn mengernyitkan dahi ketika melihat pemandangan yang ditunjukkan cucu Rusli Diwangkara itu. “Aku minta maaf. Aku harap Pak Adam bersedia memaafkan—” Belum sempat Nissa menyelesaikan ucapannya, dirinya seperti kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke arah Adam. Karena refleks, pria itu pun menangkap wanita tersebut. Menyadari bahwa dirinya berada di dalam pelukan sang pewaris ternama itu, Nissa menyunggingkan sebuah senyuman penuh kemenangan selama sesaat sebelum menampakkan wajah malu penuh kepura-puraan. “A-ah, maafkan aku. Kakiku mendadak lemas.” Selagi berada dalam pelukan Adam, Nissa menatap pria tersebut dalam diam. Harus dirinya akui bahwa ketampanan pria itu sukses memukau dirinya. Ditambah dengan betapa kuat dan kerasnya dada bidang pria itu, Nissa merasa sangat aman dan nyaman. ‘Pria dengan kedudukan dan penampilan sempurna seperti in
Evelyn memandang Adam, tahu masalah sudah terlewat besar. Semua orang telah mempertanyakan sikap Adam yang terkesan terlewat sombong. Kalau pria itu tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, maka reputasinya yang akan terluka. Namun, sebelum Adam bisa mengatakan apa pun, Rusli mengambil satu langkah maju, menghentikan ucapan keturunan Dean itu. “Pak Adam, apa sungguh dirimu ingin memulai masalah di malam ini?” tanya pria tua itu dengan wajah tegas. “Kalaupun Pak Adam enggan menghormati cucu-cucuku, tapi paling tidak berikanlah sedikit hormat pada pria tua ini.” Ucapan Rusli sukses membuat alis Adam tertaut erat. Pria itu merasa emosinya sulit terkontrol kalau bukan karena tangan Evelyn masih melingkari lengannya, sebuah usaha untuk mengingatkannya akan tujuan utamanya ke tempat tersebut malam itu. Teringat jelas dalam ingatan Adam bahwa Nissa sempat menghinanya di butik Anna. Sekarang, tahu perihal statusnya, wanita itu ingin berusaha menggoda dirinya? Seakan tidak cukup lanca
Mendengar ucapan Adam, semua orang langsung membeku di tempat. Tak hanya itu, bahkan ada yang menganga lebar seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja pria itu katakan. “Aku tidak salah dengar, ‘kan? Adam Dean baru saja mengumumkan bahwa wanita itu adalah calon istrinya?!” seru salah seorang tamu wanita yang pertama kali sadar. “Jadi, mereka bukan hanya sekadar kekasih?!” “Aku bahkan mengira wanita itu hanya mainan sang pewaris saja!” timpal seorang tamu lain. Sementara para tamu sibuk mengungkapkan perkiraan mereka masing-masing, para anggota Keluarga Diwangkara hanya bisa terdiam dengan wajah penuh kengerian. ‘Bagaimana mungkin?’ batin Rusli dengan wajah terkejut. Dia tidak menyangka bahwa hubungan Evelyn dengan Adam ternyata begitu intim, jauh melebihi perkiraannya. Sama dengan sang tetua Diwangkara, sosok Nissa terlihat memasang wajah tidak rela. ‘Tidak, bagaimana bisa seorang Adam Dean yang begitu berkuasa memilih wanita tidak jelas seperti Evelyn?!’ Dia mengepalkan tan
Di saat pernyataan Adam terlontar, ekspresi terkejut kembali menghiasi wajah semua orang di ruangan itu. “Jebakan?” celetuk Andre dengan alis bertautan. ‘Jebakan apa yang dimaksud?’ batin pria itu. Berpuluh-puluh skenario terbersit di benak semua orang di ruangan tersebut. Namun, tidak ada yang berani mengutarakan satu pun darinya. Lagi pula, mereka yang ada di sana tahu betapa dalam dan gelapnya lika-liku hidup anggota kalangan atas Nusantara. Di tempatnya, Risa terlihat begitu ketakutan. Dia khawatir bahwa suami yang terlihat bertanya-tanya akan mengetahui kebenarannya. Manik Risa yang sempat terpaku pada Adam langsung berpindah pada Evelyn, merasa tidak percaya bahwa wanita itu memiliki keberuntungan yang begitu luar biasa. ‘Dari sekian banyak kamar, ternyata dia memasuki kamar Adam Dean?!’ batinnya. ‘Jadi alasan manajer hotel nggak bisa kasih tahu informasi klien saat itu … adalah karena klien yang tinggal di kamar itu sang pewaris Grup Dean?!’ Tidak jauh berbeda dengan Risa,
Saat ini, seseorang memutuskan untuk maju dan menghampiri Rusli. “Ayah, apa harus begitu? Kalau Nissa dan Risa berlutut di sini, muka mereka mau ditaruh mana?!” desis seorang wanita yang terdiam cukup lama selagi memperhatikan perkembangan peristiwa di ruangan itu. “Membungkuk seharusnya sudah cukup!” Mata Evelyn menggerayangi sosok baru itu, mencoba mengingat apa hubungan wanita itu dengan Keluarga Diwangkara. ‘Ah!’ Sekejap, wanita itu langsung sadar siapa wanita berbalut gaun malam berwarna hitam sopan tersebut. ‘Vera Diwangkara,’ batin Evelyn, menyebutkan nama anak kedua Rusli setelah Handi, ibu kandung dari Nissa. Mendengar ucapan Vera, mata Rusli melotot. “Diam!” bentak pria itu sembari menepiskan pegangan tangan sang putri pada lengannya. “Anakmu sendiri yang menggali lubang kematiannya. Kalau bukan dia yang menanggung hal ini, apa harus Keluarga Diwangkara yang ikut jatuh bersamanya?!” desisnya dengan suara rendah sebelum melotot ke arah Nissa. “Berlutut adalah suatu hal yang
Mendengar ucapan Evelyn, Nissa langsung menegapkan tubuh dan menatap Risa. ‘Persaudaraan macam apa yang mereka miliki? Yang satu selalu secara tidak langsung menjelekkan kakaknya, sedangkan yang satu lagi tidak akan pernah memaafkan adiknya.’ Walau dia tidak menyukai Evelyn--bahkan mungkin membencinya setelah kejadian ini--tapi Nissa menjadi sedikit penasaran dengan apa yang telah dilakukan Risa pada wanita itu. Seburuk-buruknya hubungan Nissa dengan Andre saja, mereka tidak berniat untuk saling menjatuhkan seperti itu. Namun, dengan kenyataan dirinya tidak lagi memiliki masalah dengan sang calon istri Adam Dean, Nissa pun tidak mempedulikan Risa dan kembali ke lingkaran kakek dan ibunya. Dia tidak ingin ikut campur lebih dalam dengan masalah antarsaudara itu. Melihat tidak akan ada yang membantu putrinya, Reyhan langsung maju selangkah dan berkata, “Evelyn, jangan keterlaluan kamu!” Pria itu merasa bahwa putri pertamanya itu sudah bersikap lewat batas. “Apa tinggal di luar Nusan