Jangan lupa vote, komen, dan likenya yaa~
Tepat setelah Rusli mengatakan hal tersebut, Nissa maju selangkah mendekati Adam. Kemudian, wanita itu membungkuk, sangat rendah sampai Evelyn mengernyitkan dahi ketika melihat pemandangan yang ditunjukkan cucu Rusli Diwangkara itu. “Aku minta maaf. Aku harap Pak Adam bersedia memaafkan—” Belum sempat Nissa menyelesaikan ucapannya, dirinya seperti kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke arah Adam. Karena refleks, pria itu pun menangkap wanita tersebut. Menyadari bahwa dirinya berada di dalam pelukan sang pewaris ternama itu, Nissa menyunggingkan sebuah senyuman penuh kemenangan selama sesaat sebelum menampakkan wajah malu penuh kepura-puraan. “A-ah, maafkan aku. Kakiku mendadak lemas.” Selagi berada dalam pelukan Adam, Nissa menatap pria tersebut dalam diam. Harus dirinya akui bahwa ketampanan pria itu sukses memukau dirinya. Ditambah dengan betapa kuat dan kerasnya dada bidang pria itu, Nissa merasa sangat aman dan nyaman. ‘Pria dengan kedudukan dan penampilan sempurna seperti in
Evelyn memandang Adam, tahu masalah sudah terlewat besar. Semua orang telah mempertanyakan sikap Adam yang terkesan terlewat sombong. Kalau pria itu tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, maka reputasinya yang akan terluka. Namun, sebelum Adam bisa mengatakan apa pun, Rusli mengambil satu langkah maju, menghentikan ucapan keturunan Dean itu. “Pak Adam, apa sungguh dirimu ingin memulai masalah di malam ini?” tanya pria tua itu dengan wajah tegas. “Kalaupun Pak Adam enggan menghormati cucu-cucuku, tapi paling tidak berikanlah sedikit hormat pada pria tua ini.” Ucapan Rusli sukses membuat alis Adam tertaut erat. Pria itu merasa emosinya sulit terkontrol kalau bukan karena tangan Evelyn masih melingkari lengannya, sebuah usaha untuk mengingatkannya akan tujuan utamanya ke tempat tersebut malam itu. Teringat jelas dalam ingatan Adam bahwa Nissa sempat menghinanya di butik Anna. Sekarang, tahu perihal statusnya, wanita itu ingin berusaha menggoda dirinya? Seakan tidak cukup lanca
Mendengar ucapan Adam, semua orang langsung membeku di tempat. Tak hanya itu, bahkan ada yang menganga lebar seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja pria itu katakan. “Aku tidak salah dengar, ‘kan? Adam Dean baru saja mengumumkan bahwa wanita itu adalah calon istrinya?!” seru salah seorang tamu wanita yang pertama kali sadar. “Jadi, mereka bukan hanya sekadar kekasih?!” “Aku bahkan mengira wanita itu hanya mainan sang pewaris saja!” timpal seorang tamu lain. Sementara para tamu sibuk mengungkapkan perkiraan mereka masing-masing, para anggota Keluarga Diwangkara hanya bisa terdiam dengan wajah penuh kengerian. ‘Bagaimana mungkin?’ batin Rusli dengan wajah terkejut. Dia tidak menyangka bahwa hubungan Evelyn dengan Adam ternyata begitu intim, jauh melebihi perkiraannya. Sama dengan sang tetua Diwangkara, sosok Nissa terlihat memasang wajah tidak rela. ‘Tidak, bagaimana bisa seorang Adam Dean yang begitu berkuasa memilih wanita tidak jelas seperti Evelyn?!’ Dia mengepalkan tan
Di saat pernyataan Adam terlontar, ekspresi terkejut kembali menghiasi wajah semua orang di ruangan itu. “Jebakan?” celetuk Andre dengan alis bertautan. ‘Jebakan apa yang dimaksud?’ batin pria itu. Berpuluh-puluh skenario terbersit di benak semua orang di ruangan tersebut. Namun, tidak ada yang berani mengutarakan satu pun darinya. Lagi pula, mereka yang ada di sana tahu betapa dalam dan gelapnya lika-liku hidup anggota kalangan atas Nusantara. Di tempatnya, Risa terlihat begitu ketakutan. Dia khawatir bahwa suami yang terlihat bertanya-tanya akan mengetahui kebenarannya. Manik Risa yang sempat terpaku pada Adam langsung berpindah pada Evelyn, merasa tidak percaya bahwa wanita itu memiliki keberuntungan yang begitu luar biasa. ‘Dari sekian banyak kamar, ternyata dia memasuki kamar Adam Dean?!’ batinnya. ‘Jadi alasan manajer hotel nggak bisa kasih tahu informasi klien saat itu … adalah karena klien yang tinggal di kamar itu sang pewaris Grup Dean?!’ Tidak jauh berbeda dengan Risa,
Saat ini, seseorang memutuskan untuk maju dan menghampiri Rusli. “Ayah, apa harus begitu? Kalau Nissa dan Risa berlutut di sini, muka mereka mau ditaruh mana?!” desis seorang wanita yang terdiam cukup lama selagi memperhatikan perkembangan peristiwa di ruangan itu. “Membungkuk seharusnya sudah cukup!” Mata Evelyn menggerayangi sosok baru itu, mencoba mengingat apa hubungan wanita itu dengan Keluarga Diwangkara. ‘Ah!’ Sekejap, wanita itu langsung sadar siapa wanita berbalut gaun malam berwarna hitam sopan tersebut. ‘Vera Diwangkara,’ batin Evelyn, menyebutkan nama anak kedua Rusli setelah Handi, ibu kandung dari Nissa. Mendengar ucapan Vera, mata Rusli melotot. “Diam!” bentak pria itu sembari menepiskan pegangan tangan sang putri pada lengannya. “Anakmu sendiri yang menggali lubang kematiannya. Kalau bukan dia yang menanggung hal ini, apa harus Keluarga Diwangkara yang ikut jatuh bersamanya?!” desisnya dengan suara rendah sebelum melotot ke arah Nissa. “Berlutut adalah suatu hal yang
Mendengar ucapan Evelyn, Nissa langsung menegapkan tubuh dan menatap Risa. ‘Persaudaraan macam apa yang mereka miliki? Yang satu selalu secara tidak langsung menjelekkan kakaknya, sedangkan yang satu lagi tidak akan pernah memaafkan adiknya.’ Walau dia tidak menyukai Evelyn--bahkan mungkin membencinya setelah kejadian ini--tapi Nissa menjadi sedikit penasaran dengan apa yang telah dilakukan Risa pada wanita itu. Seburuk-buruknya hubungan Nissa dengan Andre saja, mereka tidak berniat untuk saling menjatuhkan seperti itu. Namun, dengan kenyataan dirinya tidak lagi memiliki masalah dengan sang calon istri Adam Dean, Nissa pun tidak mempedulikan Risa dan kembali ke lingkaran kakek dan ibunya. Dia tidak ingin ikut campur lebih dalam dengan masalah antarsaudara itu. Melihat tidak akan ada yang membantu putrinya, Reyhan langsung maju selangkah dan berkata, “Evelyn, jangan keterlaluan kamu!” Pria itu merasa bahwa putri pertamanya itu sudah bersikap lewat batas. “Apa tinggal di luar Nusan
Pernyataan dari rekaman itu membuat semua orang terkejut. Ingin mereka mempertanyakan keaslian rekaman, tapi sejumlah tamu senior mengenal jelas suara tersebut. Riki Sinarta, dia memang manajer Narwangsa, hotel ternama di Nusantara. Sebelum dirinya berhenti sebagai manajer hotel delapan tahun lalu, pria itu memang sering membantu para kalangan atas menuntaskan ‘kebutuhan’ mereka. Perselingkuhan, pemantauan, ‘pertukaran bisnis’, dan berbagai macam hal yang terjadi di Narwangsa jelas dilancarkan oleh pria tersebut. Seluruh anggota Keluarga Diwangkara ternganga mendengar hal tersebut. Mereka menatap Risa dengan pandangan penuh kengerian. ‘W-wanita itu ….’ Handi sungguh kehabisan kata-kata. ‘Bagaimana mungkin aku membiarkan Andre menikahi wanita seperti dia!?’ Nissa yang juga baru sadar seberapa bodoh dirinya bisa terbawa emosi karena permainan Risa memaki dalam hati, ‘Jal*ng licik!’ Selagi para anggota Keluarga Diwangkara sibuk memaki dan menilai Risa, Andre terpaku menatap ke
Dalam perjalanan pulang, Adam sesekali melemparkan sebuah pandangan menelisik ke arah Evelyn. Akan tetapi, dia hanya bisa melihat ekspresi kosong yang terlukis di wajah wanita itu dari pantulan pada kaca mobil. Setelah meninggalkan pesta dan masuk ke dalam mobil, Evelyn masih belum mengutarakan sepatah kata pun. Tak hanya itu, tidak ada ekspresi bahagia maupun marah yang ditunjukkan wanita tersebut, membuat Adam merasa sedikit penasaran. “Kamu tidak terlihat senang,” ujar Adam dengan suara rendah, membuat Evelyn menoleh ke arahnya. Manik hitam segelap malam milik wanita itu terlihat begitu dalam dan menenggelamkan. “Aku senang,” balasnya dengan sebuah senyuman. “Aku akhirnya bisa mempermalukan mereka yang dahulu membuangku, bagaimana mungkin aku tidak senang?” Balasan wanita tersebut membuat Adam kembali berkata, “Pancaran matamu bukan milik seseorang yang sedang senang.” Pria itu melanjutkan, “Ada sesuatu yang kamu khawatirkan.” Mendengar perkataan Adam, senyuman di wajah Evelyn