Woot woot!! Jangan lupa komen, like, dan votenyaa biar cerita ini terus lanjut!
Di saat pernyataan Adam terlontar, ekspresi terkejut kembali menghiasi wajah semua orang di ruangan itu. “Jebakan?” celetuk Andre dengan alis bertautan. ‘Jebakan apa yang dimaksud?’ batin pria itu. Berpuluh-puluh skenario terbersit di benak semua orang di ruangan tersebut. Namun, tidak ada yang berani mengutarakan satu pun darinya. Lagi pula, mereka yang ada di sana tahu betapa dalam dan gelapnya lika-liku hidup anggota kalangan atas Nusantara. Di tempatnya, Risa terlihat begitu ketakutan. Dia khawatir bahwa suami yang terlihat bertanya-tanya akan mengetahui kebenarannya. Manik Risa yang sempat terpaku pada Adam langsung berpindah pada Evelyn, merasa tidak percaya bahwa wanita itu memiliki keberuntungan yang begitu luar biasa. ‘Dari sekian banyak kamar, ternyata dia memasuki kamar Adam Dean?!’ batinnya. ‘Jadi alasan manajer hotel nggak bisa kasih tahu informasi klien saat itu … adalah karena klien yang tinggal di kamar itu sang pewaris Grup Dean?!’ Tidak jauh berbeda dengan Risa,
Saat ini, seseorang memutuskan untuk maju dan menghampiri Rusli. “Ayah, apa harus begitu? Kalau Nissa dan Risa berlutut di sini, muka mereka mau ditaruh mana?!” desis seorang wanita yang terdiam cukup lama selagi memperhatikan perkembangan peristiwa di ruangan itu. “Membungkuk seharusnya sudah cukup!” Mata Evelyn menggerayangi sosok baru itu, mencoba mengingat apa hubungan wanita itu dengan Keluarga Diwangkara. ‘Ah!’ Sekejap, wanita itu langsung sadar siapa wanita berbalut gaun malam berwarna hitam sopan tersebut. ‘Vera Diwangkara,’ batin Evelyn, menyebutkan nama anak kedua Rusli setelah Handi, ibu kandung dari Nissa. Mendengar ucapan Vera, mata Rusli melotot. “Diam!” bentak pria itu sembari menepiskan pegangan tangan sang putri pada lengannya. “Anakmu sendiri yang menggali lubang kematiannya. Kalau bukan dia yang menanggung hal ini, apa harus Keluarga Diwangkara yang ikut jatuh bersamanya?!” desisnya dengan suara rendah sebelum melotot ke arah Nissa. “Berlutut adalah suatu hal yang
Mendengar ucapan Evelyn, Nissa langsung menegapkan tubuh dan menatap Risa. ‘Persaudaraan macam apa yang mereka miliki? Yang satu selalu secara tidak langsung menjelekkan kakaknya, sedangkan yang satu lagi tidak akan pernah memaafkan adiknya.’ Walau dia tidak menyukai Evelyn--bahkan mungkin membencinya setelah kejadian ini--tapi Nissa menjadi sedikit penasaran dengan apa yang telah dilakukan Risa pada wanita itu. Seburuk-buruknya hubungan Nissa dengan Andre saja, mereka tidak berniat untuk saling menjatuhkan seperti itu. Namun, dengan kenyataan dirinya tidak lagi memiliki masalah dengan sang calon istri Adam Dean, Nissa pun tidak mempedulikan Risa dan kembali ke lingkaran kakek dan ibunya. Dia tidak ingin ikut campur lebih dalam dengan masalah antarsaudara itu. Melihat tidak akan ada yang membantu putrinya, Reyhan langsung maju selangkah dan berkata, “Evelyn, jangan keterlaluan kamu!” Pria itu merasa bahwa putri pertamanya itu sudah bersikap lewat batas. “Apa tinggal di luar Nusan
Pernyataan dari rekaman itu membuat semua orang terkejut. Ingin mereka mempertanyakan keaslian rekaman, tapi sejumlah tamu senior mengenal jelas suara tersebut. Riki Sinarta, dia memang manajer Narwangsa, hotel ternama di Nusantara. Sebelum dirinya berhenti sebagai manajer hotel delapan tahun lalu, pria itu memang sering membantu para kalangan atas menuntaskan ‘kebutuhan’ mereka. Perselingkuhan, pemantauan, ‘pertukaran bisnis’, dan berbagai macam hal yang terjadi di Narwangsa jelas dilancarkan oleh pria tersebut. Seluruh anggota Keluarga Diwangkara ternganga mendengar hal tersebut. Mereka menatap Risa dengan pandangan penuh kengerian. ‘W-wanita itu ….’ Handi sungguh kehabisan kata-kata. ‘Bagaimana mungkin aku membiarkan Andre menikahi wanita seperti dia!?’ Nissa yang juga baru sadar seberapa bodoh dirinya bisa terbawa emosi karena permainan Risa memaki dalam hati, ‘Jal*ng licik!’ Selagi para anggota Keluarga Diwangkara sibuk memaki dan menilai Risa, Andre terpaku menatap ke
Dalam perjalanan pulang, Adam sesekali melemparkan sebuah pandangan menelisik ke arah Evelyn. Akan tetapi, dia hanya bisa melihat ekspresi kosong yang terlukis di wajah wanita itu dari pantulan pada kaca mobil. Setelah meninggalkan pesta dan masuk ke dalam mobil, Evelyn masih belum mengutarakan sepatah kata pun. Tak hanya itu, tidak ada ekspresi bahagia maupun marah yang ditunjukkan wanita tersebut, membuat Adam merasa sedikit penasaran. “Kamu tidak terlihat senang,” ujar Adam dengan suara rendah, membuat Evelyn menoleh ke arahnya. Manik hitam segelap malam milik wanita itu terlihat begitu dalam dan menenggelamkan. “Aku senang,” balasnya dengan sebuah senyuman. “Aku akhirnya bisa mempermalukan mereka yang dahulu membuangku, bagaimana mungkin aku tidak senang?” Balasan wanita tersebut membuat Adam kembali berkata, “Pancaran matamu bukan milik seseorang yang sedang senang.” Pria itu melanjutkan, “Ada sesuatu yang kamu khawatirkan.” Mendengar perkataan Adam, senyuman di wajah Evelyn
Mendengar hal tersebut, Evelyn membeku di tempat. Secara perlahan dia menengadahkan kepala, membalas tatapan dalam sepasang netra biru milik Adam. Dia tidak salah dengar, bukan? “Adam, jangan bercanda,” balas Evelyn dengan sebuah senyuman yang dipaksakan. Jantungnya tak elak berdetak cepat, merasa tatapan Adam terlewat serius untuk sebuah candaan. “Sudah cukup kamu berbohong di pesta, tidak perlu melanjutkannya sampai ke sini,” tambahnya. Evelyn sudah sangat terkejut ketika Adam mengakui dirinya sebagai calon istri di depan publik. Dengan keberadaan sejumlah orang media di pesta tadi, Evelyn yakin bahwa pernyataan pria tersebut akan menggemparkan dunia begitu beritanya tersebar. Hal itu cukup membuat kepala wanita tersebut menjadi pening. Namun sekarang, belum sempat menyelesaikan satu masalah itu, Adam malah menyatakan ingin menikahi dirinya? Balasan Evelyn membuat Adam membalas, “Aku tidak bercanda.” Pria itu mengerutkan kening, menampakkan ekspresi tidak bercanda. “Aku serius.”
Pernyataan Adam membuat Evelyn mengerutkan kening. “Apa maksudmu?” “Diandra Kusuma, apa kamu pernah mendengar nama itu?” tanya Adam. Mengenal nama yang Adam sebutkan, Evelyn mengangguk. Keluarga Kusuma merupakan salah satu keluarga politik terkuat di Nusantara, dan Diandra Kusuma sendiri merupakan putri sulung keluarga tersebut. Dia adalah wanita yang memiliki reputasi luar biasa, seorang wanita yang karena semua pencapaiannya dijadikan lambang keanggunan dan keluhuran wanita Nusantara. Namun, entah kenapa, sekitar tiga puluh tahun yang lalu … sosok itu seakan lenyap dari Nusantara. Hanya ketika wanita ternama itu meninggal karena penyakit keras dua puluh empat tahun yang lalu, barulah nama Diandra kembali terdengar di Nusantara. Setelah mencoba mengingat-ingat berita tentang wanita legendaris itu, Evelyn terbelalak, menyadari sesuatu. ‘Foto itu ….’ Dia menatap Adam. “Diandra Kusuma … dia ibumu?” Adam menundukkan pandangannya, tidak berani membalas tatapan Evelyn, entah karena ada
Evelyn terdiam di tempatnya, mendengarkan dengan saksama cerita Aldi perihal apa yang terjadi tiga puluh dua tahun yang lalu. Dia tak pernah menyangka akan mendengar perihal kejadian menggemparkan yang disembunyikan Keluarga Dean dan Kusuma dari seluruh dunia.“Sebagai dua keluarga dengan posisi penting di negaranya masing-masing, setiap kali hubungan mereka tertangkap orang media, berita tersebut tidak akan sampai ke publik,” Aldi menjelaskan.Terlepas dari kenyataan bahwa Keluarga Dean merupakan keluarga dinasti bisnis terbesar di seluruh dunia, Keluarga Kusuma sendiri juga adalah keluarga politik terkuat di zaman itu. Bagi mereka yang ingin hidup tenang dan makmur, menyinggung kedua keluarga hebat itu jelas bukanlah keputusan bijak. Oleh karena itu, tidak ada media yang berani memberitakan apa pun mengenai keduanya.“Bahkan ketika Bu Diandra berujung hamil sebelum keduanya menjalin tali pernikahan, tidak ada yang benar-benar tahu,” tambah Aldi membuat Evelyn terbelalak.“Hamil sebe