Ohohoo! Mpusss Risaa! MPUS! Ini kenapa author yang nulis, author yang kegirangan sendiri hayo :") Kalian ngerasa puas gak sih Risa diinjek2 kayak gitu? Kira-kira selain Risa, ada nggak sih yang harus kita babat habis?! Selain itu, kiranya apakah akan ada efek dari satu kejadian ini ke Adam dan Evelyn ya??? Yuk komen di bawah! Jangan lupa like dan vote juga gengss. Maaciw!
Dalam perjalanan pulang, Adam sesekali melemparkan sebuah pandangan menelisik ke arah Evelyn. Akan tetapi, dia hanya bisa melihat ekspresi kosong yang terlukis di wajah wanita itu dari pantulan pada kaca mobil. Setelah meninggalkan pesta dan masuk ke dalam mobil, Evelyn masih belum mengutarakan sepatah kata pun. Tak hanya itu, tidak ada ekspresi bahagia maupun marah yang ditunjukkan wanita tersebut, membuat Adam merasa sedikit penasaran. “Kamu tidak terlihat senang,” ujar Adam dengan suara rendah, membuat Evelyn menoleh ke arahnya. Manik hitam segelap malam milik wanita itu terlihat begitu dalam dan menenggelamkan. “Aku senang,” balasnya dengan sebuah senyuman. “Aku akhirnya bisa mempermalukan mereka yang dahulu membuangku, bagaimana mungkin aku tidak senang?” Balasan wanita tersebut membuat Adam kembali berkata, “Pancaran matamu bukan milik seseorang yang sedang senang.” Pria itu melanjutkan, “Ada sesuatu yang kamu khawatirkan.” Mendengar perkataan Adam, senyuman di wajah Evelyn
Mendengar hal tersebut, Evelyn membeku di tempat. Secara perlahan dia menengadahkan kepala, membalas tatapan dalam sepasang netra biru milik Adam. Dia tidak salah dengar, bukan? “Adam, jangan bercanda,” balas Evelyn dengan sebuah senyuman yang dipaksakan. Jantungnya tak elak berdetak cepat, merasa tatapan Adam terlewat serius untuk sebuah candaan. “Sudah cukup kamu berbohong di pesta, tidak perlu melanjutkannya sampai ke sini,” tambahnya. Evelyn sudah sangat terkejut ketika Adam mengakui dirinya sebagai calon istri di depan publik. Dengan keberadaan sejumlah orang media di pesta tadi, Evelyn yakin bahwa pernyataan pria tersebut akan menggemparkan dunia begitu beritanya tersebar. Hal itu cukup membuat kepala wanita tersebut menjadi pening. Namun sekarang, belum sempat menyelesaikan satu masalah itu, Adam malah menyatakan ingin menikahi dirinya? Balasan Evelyn membuat Adam membalas, “Aku tidak bercanda.” Pria itu mengerutkan kening, menampakkan ekspresi tidak bercanda. “Aku serius.”
Pernyataan Adam membuat Evelyn mengerutkan kening. “Apa maksudmu?” “Diandra Kusuma, apa kamu pernah mendengar nama itu?” tanya Adam. Mengenal nama yang Adam sebutkan, Evelyn mengangguk. Keluarga Kusuma merupakan salah satu keluarga politik terkuat di Nusantara, dan Diandra Kusuma sendiri merupakan putri sulung keluarga tersebut. Dia adalah wanita yang memiliki reputasi luar biasa, seorang wanita yang karena semua pencapaiannya dijadikan lambang keanggunan dan keluhuran wanita Nusantara. Namun, entah kenapa, sekitar tiga puluh tahun yang lalu … sosok itu seakan lenyap dari Nusantara. Hanya ketika wanita ternama itu meninggal karena penyakit keras dua puluh empat tahun yang lalu, barulah nama Diandra kembali terdengar di Nusantara. Setelah mencoba mengingat-ingat berita tentang wanita legendaris itu, Evelyn terbelalak, menyadari sesuatu. ‘Foto itu ….’ Dia menatap Adam. “Diandra Kusuma … dia ibumu?” Adam menundukkan pandangannya, tidak berani membalas tatapan Evelyn, entah karena ada
Evelyn terdiam di tempatnya, mendengarkan dengan saksama cerita Aldi perihal apa yang terjadi tiga puluh dua tahun yang lalu. Dia tak pernah menyangka akan mendengar perihal kejadian menggemparkan yang disembunyikan Keluarga Dean dan Kusuma dari seluruh dunia.“Sebagai dua keluarga dengan posisi penting di negaranya masing-masing, setiap kali hubungan mereka tertangkap orang media, berita tersebut tidak akan sampai ke publik,” Aldi menjelaskan.Terlepas dari kenyataan bahwa Keluarga Dean merupakan keluarga dinasti bisnis terbesar di seluruh dunia, Keluarga Kusuma sendiri juga adalah keluarga politik terkuat di zaman itu. Bagi mereka yang ingin hidup tenang dan makmur, menyinggung kedua keluarga hebat itu jelas bukanlah keputusan bijak. Oleh karena itu, tidak ada media yang berani memberitakan apa pun mengenai keduanya.“Bahkan ketika Bu Diandra berujung hamil sebelum keduanya menjalin tali pernikahan, tidak ada yang benar-benar tahu,” tambah Aldi membuat Evelyn terbelalak.“Hamil sebe
Adam mengerjapkan matanya, sedikit terkejut dengan reaksi besar wanita itu. Namun, dia sadar bahwa dirinya memang sedikit keterlaluan dengan berkali-kali memotong ucapan Evelyn. Hanya saja, apa daya dirinya ketika hati khawatir dengan penolakan yang mungkin dilontarkan wanita tersebut? Karena Adam diam, Evelyn pun memulai, “Aku tidak bisa menerima—” “Evelyn—” Tidak sempat Adam mengatakan apa pun, Evelyn meletakkan jarinya ke bibir pria itu. “Dengarkan dulu,” tegasnya dengan manik hitamnya menatap lurus manik Adam, memperingatkan. “Aku tidak bisa menerimanya sekarang, Adam.” Wanita itu menggelengkan kepalanya mantap. “Selain latar belakang dan juga nama, kita tidak mengenal satu sama lain.” “Apa yang ingin kamu ketahui? Aku bisa jelaskan,” balas Adam cepat. Mendengar ucapan pria di hadapannya, Evelyn tak elak tersenyum. Dia tidak habis pikir bahwa cara berpikir sang pewaris tunggal Keluarga Dean begitu sederhana. “Mengenal satu sama lain membutuhkan waktu, bukan sekadar penjelasan
“Kita akan ke mana, Adam?” tanya Evelyn sembari menoleh ke arah Adam yang terduduk di sebelahnya. Kentara ekspresi yang terpasang di wajah pria itu terlihat sedikit lebih tegang dibandingkan biasanya. Sekarang, Evelyn dan Adam telah berada di dalam mobil. Setelah menerima panggilan dari Julian, pria tersebut meminta Evelyn untuk segera bersiap-siap pergi bersamanya. Tidak lupa juga Adam memerintahkan Nila dan Aldi untuk menjaga Liam dan Lili selagi dirinya dan Evelyn pergi. Sampai di dalam mobil, Adam masih belum menjelaskan apa pun mengenai apa yang terjadi. Hal tersebut membuat Evelyn merasa sedikit bodoh. Kenapa sepertinya sejak mengenal pria itu, dia dengan mudah menurut ketika disuruh melakukan sesuatu? Mendengar pertanyaan Evelyn, Adam menoleh dan berkata, “Berita perihal kericuhan di malam yang lalu telah tersebar.” Netra biru pria tersebut diselmuti sejumlah emosi penuh arti seiring dirinya lanjut menjelaskan, “Seluruh dunia mungkin saja telah mengetahui perihal pengakuan ta
Mendengar ucapan sang manajer wanita, ekspresi Adam dan Evelyn sedikit berubah. Wanita itu melirik ke arah Adam, mencoba melihat langkah selanjutnya yang akan pria itu ambil. Mampu merasakan jelas pandangan penuh arti dari Evelyn, Adam langsung memasang wajah dingin. “Katakan pada Kakek bahwa aku ingin bertemu dengannya juga,” titahnya. Kalau biasanya semua orang akan langsung menuruti perintahnya, tapi tidak dengan sang manajer wanita. Dia tersenyum canggung, tahu jelas bahwa dibandingkan Adam Dean, di dalam hotel ini, hanya Ardi Kusuma yang bisa dia dengarkan. “Maaf, Pak Adam. Akan tetapi, Pak Ardi sudah menurunkan perintah,” balas manajer wanita itu. Kemudian, dia memberikan selembar kertas kecil kepada Adam. “Beliau sudah tahu bahwa Pak Adam tidak akan dengan mudah setuju, jadi dia meninggalkan pesan ini.” Adam menerima surat kecil itu dan langsung mengerutkan kening ketika membaca satu kalimat di atasnya. Dia meremas kertas itu dan bergumam dengan suara rendah, “Pria tua bangk
Kala mendengar pertanyaan sang kakek, seluruh otot di tubuh Adam menegang. Dia dengan cepat mengeluarkan ponsel dan menelepon Evelyn. Akan tetapi, wanita itu tidak kunjung mengangkat panggilannya. “Apa yang terjadi?” tanya Ardi dengan kening berkerut, memperlihatkan bahwa dirinya merasa sang cucu bertingkah aneh. Walau panik, tapi Adam berusaha menjawab sang kakek dengan sabar, “Aku sudah datang bersama Evelyn, tapi seorang manajer wanita mengatakan bahwa Kakek memintanya bertemu terpisah denganku.” Dengan netra birunya, pria tersebut menatap Ardi dalam-dalam. “Kakek sungguh tidak menemuinya?” Dengan wajah serius, Ardi pun menjawab tegas, “Tidak.” Mendengar hal tersebut, jantung Adam seakan berhenti untuk beberapa saat. Dia mengepalkan tangannya, merasa emosi yang bergejolak dalam dirinya meliar. Ingin dia luluh lantahkan hotel ini untuk mencari Evelyn, tetapi dia mencoba berpikir jernih. Orang waras mana yang dengan berani menggunakan nama Keluarga Kusuma untuk menjebak Evelyn?