“Selamat, Evelyn. Kamu sudah dinyatakan diterima sebagai sekretaris direktur bisnis. Pak Direktur pun sudah berpesan kalau kamu akan mulai bekerja besok,” ucap seorang pria berusia sekitar tiga puluhan sembari mengulurkan tangannya ke hadapan Evelyn.
Evelyn membalas uluran tangan tersebut dengan mantap dan membungkuk hormat sedikit. “Terima kasih, Pak Handi. Saya akan berusaha untuk menunjukkan kinerja terbaik agar tidak mengecewakan ekspektasi Bapak,” balas Evelyn dengan sopan.
Handi—manajer personalia dan juga teman Anita—menganggukkan kepala. “Rena,” panggil pria itu yang kemudian diikuti dengan kemunculan seorang gadis muda di sisinya. “Kamu antar Evelyn keliling kantor dulu agar besok dia nggak canggung dengan situasi kantor.”
Gadis bernama Rena itu menyapa Evelyn dengan sopan, tahu bahwa posisi Evelyn tidak bisa didapatkan sembarang orang, “Halo, Bu Evelyn. Perkenalkan, saya Rena, staf departemen personalia.” Perkenalannya ditanggapi Evelyn dengan sebuah senyuman dan jabatan tangan.
Melihat bahwa tugasnya selesai, Handi pun berkata, “Aku harus urus hal lain, jadi aku tinggal dulu ya, Evelyn.”
“Baik, Pak. Sekali lagi terima kasih,” ucap Evelyn.
Begitu Handi menghilang dari pandangan, Rena pun langsung mengajak Evelyn pergi untuk memulai tur. “Mari ikut saya, Bu.”
Perusahaan tempat Evelyn bekerja dipanggil Eden, sebuah perusahaan yang menduduki peringkat pertama sebagai manajemen artis Nusantara. Dikatakan bahwa Eden memiliki induk perusahaan yang sangat besar dari Capitol. Demikian, dengan dana besar dan juga kemampuan manajemen internal yang luar biasa, dalam kurun waktu tiga tahun perusahaan tersebut berhasil menempati peringkat pertama hingga sekarang.
Mata Evelyn mengedar, mendapati wajah-wajah familier berkeliaran dalam perusahaan tersebut. ‘Memang perusahaan manajemen artis nomor satu, banyak sekali artis papan atas Nusantara di sini,’ batinnya. Manik hitamnya memandangi pula mewahnya bangunan kantor tempatnya bekerja. ‘Siapa pun yang memiliki perusahaan ini tentunya bukan orang biasa.’
“Ini kantor Pak Reza, direktur bisnis yang akan menjadi atasan utama Bu Evelyn. Selain Ibu, ada juga Bu Linda yang merupakan asisten personal Pak Reza, beliau juga yang akan memandu Ibu untuk satu bulan ke depan,” jelas Rena. Dia melirik ke kiri dan kanan, lalu sedikit berbisik, “Sedikit saran, Bu. Sabar-sabar ya sama Bu Linda, dia orangnya agak … sulit. Kalau ada apa-apa, Ibu bisa langsung lapor ke Pak Handi aja.”
Mendengar penjelasan Rena, Evelyn pun merasa terharu dengan pesan gadis itu. “Terima kasih peringatannya, Mbak Rena,” balasnya.
“Santai aja, Bu. Kalau ada apa-apa, Ibu juga bisa ke saya langsung.” Rena memukul ringan dadanya, menunjukkan dia bisa diandalkan. “Karena Pak Reza sedang di luar kantor, kita langsung ke lantai berikutnya, ya.”
Ketika mereka selesai mengitari sebagian besar area kantor, Evelyn pun bertanya, “Saya dengar induk perusahaan Eden adalah sebuah perusahaan besar di Capitol, apa itu benar, ya?”
Rena tersenyum canggung. “Benar, Bu Evelyn. Induk perusahaan kita adalah grup Dean dari Capitol.”
Jawaban Rena sukses membuat Evelyn terperangah. “Grup Dean? Grup dengan dana terbesar dengan puluhan anak perusahaan di berbagai bidang itu?!”
Informasi perihal induk perusahaan Eden tidak pernah disebarluaskan kecuali kepada klien dan investor, dan para karyawan pun diwajibkan untuk merahasiakan hal tersebut ke pihak luar. Oleh karena itu, Rena sama sekali tidak merasa aneh dengan keterkejutan Evelyn.
“Iya, Bu. Berbeda dengan anak perusahaan grup Dean yang lain, Eden jauh lebih spesial karena dipegang oleh Pak Adam Dean sendiri,” lanjut Rena.
Kening Evelyn pun mengerut. Adam Dean, pria itu dikenal sebagai pewaris utama keluarga Dean. Setelah sang kakek mundur dari dunia bisnis, sang ayah menjadi pemegang saham grup Dean terbesar, sedangkan Adam sendiri merupakan pemilik saham terbesar kedua setelah sang ayah.
Walau memiliki kedudukan yang begitu penting, tapi informasi mengenai Adam begitu terbatas. Dikatakan bahwa pria tersebut tidak suka menjadi pusat perhatian, dan dengan kekuasaan serta kekayaan yang dia miliki, jelas media tidak berani menyebarluaskan foto pria tersebut. Yang semua orang ketahui adalah … pria itu memiliki kemampuan bisnis luar biasa dan menjadi alasan utama dinasti bisnis keluarga Dean semakin berjaya.
“Walau begitu, Pak Adam sebagai CEO sangat jarang muncul karena terlewat sibuk. Kata senior saya sih setahun atau dua tahun sekali dia akan mengunjungi Nusantara untuk melihat perkembangan Eden. Saya sudah dua tahun kerja di sini, tapi saya baru pernah lihat sekali,” jelas Rena. “Tapi memang, orangnya itu—”
Sebelum Rena menyelesaikan ucapannya, pintu lift mendadak terbuka. Rena dan Evelyn mengalihkan pandangan mereka ke dalam lift, berniat untuk masuk. Namun, ketika keduanya melihat sosok yang berada di dalam lift, mereka membeku di tempat.
Rona wajah Evelyn sekejap menghilang dan dirinya berubah pucat. Mata hitam segelap malamnya memantulkan manik biru milik sosok di hadapannya, membuat otot dalam tubuhnya mengencang meneriakkan peringatan untuk segera kabur.
‘B-bagaimana bisa?!’
Nah, ketemu siapa nih?!
Tidak lama setelah Evelyn beserta suami dan ibunya turun dari panggung, iringan merdu piano pun terdengar. Pintu ruang pesta terbuka, membuat setiap pasang mata beralih ke arah sosok berbalut gaun pengantin berwarna putih mutiara yang berjalan memasuki ruang pesta didampingi seorang wanita dengan gaun hijau indah. Itu adalah Rena yang didampingi oleh sang nenek, Yara. Memerhatikan calon istrinya menghampiri, Dominic merasa seakan jantungnya ingin melompat keluar dari dada. Langkah Rena dalam gaun indah itu sangatlah ringan, hampir seperti melayang bak dewi yang turun dari khayangan. Bulu mata lentiknya yang bergetar mengikuti langkahnya membuat penampilan wanita itu memesona Dominic. Saat wanita rupawan itu sudah berada di hadapannya, Dominic hanya bisa membeku seperti orang bodoh, tenggelam dalam pancaran indah sepasang manik hijau yang menghipnotis itu. Dengan tangan yang telah disodorkan oleh Yara kepada Dominic, Rena yang melihat pria itu mematung konyol tersenyum geli. “Tidak
“Tidak kusangka akan tiba hari di mana Tuan Dominic Grey akan berakhir menikah,” ucap Selena, sekretaris Dominic, yang menangis haru melihat sang atasan mengenakan jas putih pernikahan, terlihat begitu cerah dibandingkan hari-hari biasanya.Di sebelah Selena, Julian menepuk-nepuk pundak wanita tersebut. “Aku paham perasaanmu.” Dia sendiri sempat merasakan hal serupa ketika Adam Dean menikah dengan Evelyn Grey.Sembari menggandeng lengan Julian, Elena memasang senyuman geli. Dengan wajah bangga, dia berkata, “Hehe, kalian kurang peka. Sedari awal, aku sama sekali tidak terkejut Adam akan berakhir dengan Evelyn dan Dominic akan berakhir dengan Rena.”Sementara para pemuda-pemudi Capitol mengomentari pernikahan Rena, di satu area khusus yang dijaga banyak pengawal berpakaian tradisional, terlihat Saraswati dan Anindita hadir bersama dengan ibu mereka, Adhisti. Ketiganya terlihat tengah berbincang ramah dengan Diandra dan Henry yang dengan mahir menjamu mereka.Tampak sosok Adhisti juga s
BUK! Suara tubuh yang terbanting ke tempat tidur empuk bisa terdengar. Hal tersebut diikuti dengan kecupan basah dan lenguhan yang saling beradu. Dalam ruang tidur di pesawat pribadi itu, Dominic tampak sedang mengungkung sosok Rena. Tangan pria tersebut menelusup masuk ke dalam pakaian gadis di hadapan, meremas sedikit dan menyebabkan sebuah lenguhan rendah untuk kabur dari bibir Rena. “Hah ….” Napas yang terengah terdengar kala ciuman mereka terpisah. “Dom …,” panggil Rena. Ujung mata gadis itu tampak sedikit merah dan basah, terlihat begitu menggoda. “Jangan sekarang ….” Mereka sekarang di mana? Di dalam pesawat dengan puluhan bawahan yang menunggu di depan ruang pribadi. Kalaupun sudah berpindah ke kamar tidur, tapi Rena tidak bisa menjamin segala hal yang terjadi dalam ruangan tersebut tidak akan didengar oleh orang-orang di luar! Sebagai seseorang yang telah berkutat dengan dunia malam, tidur dengan seorang pria jelas adalah sesuatu yang tidak begitu asing untuknya. Akan te
Adhisti tersenyum, lalu menepuk pelan punggung Rena. “Aku tidak berkata kamu akan menikah sekarang, bukan?” Dia melirik Dominic yang hanya terdiam di tempatnya selagi menatap intens ke arah Rena. “Akan tetapi, aku yakin seseorang tidak bisa lagi menunggu lama.”Satria, yang mendorong kursi roda Adhisti—Rena yakin sepertinya keduanya telah berbaikan setelah mengetahui kebenaran di balik kematian Wulan—tertawa rendah dan menimpali, “Jikalau memang kalian akan merayakannya, jangan lupa untuk mengundang kami.”Mendengar hal itu, Bhadrika langsung bersiaga dan berujar, “Tuan Putri, di hari itu, tolong infokan paling tidak satu bulan sebelum. Banyak persiapan yang perlu regu pengawal siapkan untuk memastikan keluarga kerajaan bisa pergi ke luar kerajaan.” Dia sudah memikirkan seribu satu cara untuk menjaga acara pernikahan tersebut.Rena hanya bisa tertawa mendengar ucapan semua orang. Senyuman di bibirnya merekah lebar lantaran senang semuanya berakhir baik.Pandangan Rena mendarat pada An
Menepiskan pandangan para pengunjung hotel pada dirinya, Dominic masuk ke dalam lift khusus untuk kemudian menuju penthouse miliknya.Sebelum pintu tertutup, manajer hotel tersebut berucap, “Jikalau ada yang diperlukan, silakan menghubungi saya, Tuan Grey. Saya permisi.”Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan Rena dengan hati-hati di sana. Lelah sepertinya merasuk tubuh gadis tersebut, bahkan setelah semua kericuhan untuk tiba di kamar tersebut, Rena sama sekali tidak terganggu.Tidak ingin mengusik Rena, Dominic pun keluar dari ruangan. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Kami sudah tiba,” ucap Dominic.“Rena … sudah menemui Eli Black?” tanya suara melantun dari ujung telepon yang lain.“Sudah.”“Apa … dia baik-baik saja?” tanya suara itu lagi.Dominic melirik ke arah Rena dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. “Dia bertahan, Yang Mulia.”Mendengar balasan Dominic, Yara tersenyum sendu. “Bagus … itu bagus.”Dominic menjatuhkan pandangan, lal
Ketegangan di antara kedua pria asing itu membuat sejumlah pengunjung kafe dan juga pejalan kaki memerhatikan mereka. Hal tersebut membuat Rena langsung mengenakan kembali kaca mata hitamnya dan menarik ujung hoodie putih Dominic.“Kita pergi saja. Jangan menarik perhatian,” ucap Rena dengan suara rendah, takut ada yang mendengar atau mengenali dirinya.Bagaimanapun, mereka masih berada di Kerajaan Nusantara, tempat di mana dirinya sempat dikenal sebagai pewaris takhta.Mendengar permintaan Rena, Dominic pun menurut dan menghempaskan tangan Eli. Dia melingkarkan tangan di pinggang Rena dan menarik gadis itu pergi menjauh dari Eli Black.Sebelum sepenuhnya pergi, Eli sedikit berseru, “Yarena! Apa kamu akan pergi begitu saja?!”Sungguh, Eli berharap Rena akan memberikan ‘akhir’ yang dia inginkan, bukan mengabaikannya seperti ini. Atas segala dosa yang dia lakukan, Eli ingin Rena mengakhirinya dan memberikan balasan yang setimpal.Di saat mendengar pertanyaan Eli, Rena menghentikan langk