Share

HASRAT PADA PANDANGAN

Rahang Teo mengeras, namun ia mencoba terlihat santai. Teo tidak tahu kenapa orang di depannya saat ini ada di depannya, rasanya ia tidak ingin melihat pria itu lagi. Sementara pria itu, melihat ke dalam rumah, seperti mencari seseorang.

"Aku izin libur hari ini," ucap Teo tiba-tiba, mengalihkan perhatian pria itu yang melihat isi rumahnya.

Pria itu melihatnya, ia tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya. "Aku sudah tahu," katanya. "Makanya aku datang," tambahnya lagi.

"Karena Anda sudah tahu, sebaiknya Anda pergi dari rumah saya!" ucap Teo yang tidak sungkan sedikitpun.

Ekspresi pria itu langsung berubah seketika, tidak hanya tersinggung, tapi dia juga marah.

"Mas, siapa yang datang?" suara lembut dan halus langsung merubah seorang pria yang hampir berubah jadi serigala tadi.

Tamu mereka langsung melihat ke arah Anesia yang sedang baru berdiri di samping Teo. Anes tersenyum, ia pun menundukkan kepalanya sedikit memberi hormat. Namun, tamu pria itu langsung menyodorkan tangannya dan memasang senyum semanis mungkin, mood-nya langsung menjadi baik setelah melihat Anes.

"Cantik sekali," gumamnya pelan melihat Anesia.

Anes awalnya sungkan, namun tidak ada salahnya jika menyambut uluran tangan itu. Tangan putihnya pun diulurnya, pria itu memegang erat tangan Anesia.

"Hai," ucap Anes ramah.

Anes sampai kaget saat ada tarikan untuk dirinya dan dia berhasil maju selangkah dan tangan kiri pria itu dengan satu buket mawar merah merangkul pinggang Anes. Teo meradang, namun dia tidak bisa marah, ada sesuatu yang ditahannya.

"Perkenalkan, namaku Zergan Alfaro. Panggil saja Zergan," ucap Zergan yang masih memeluk Anes, sepertinya dia berniat lama dalam memeluk Anes. "Aku direktur perusahaan di mana suamimu bekerja," ucap Zergan lagi.

Zergan melepaskan pelukannya, melihat wajah Anes yang tampak tegang. Ia melihat wajah Anes sedikit merah, ia tahu itu bukan malu, tapi bekas menangis. Zergan melihat Teo sebentar, ia melihat Teo dengan penuh tanda tanya. Seolah-olah bertanya kenapa Anes menangis.

"Oh, selamat datang, Tuan Zergan. Saya tidak tahu jika Anda adalah bos suami saya. Silahkan masuk ke dalam. Oh iya, nama saya Anes."

Anes mempersilahkan Zergan masuk, bahkan tangannya terbuka menuntun Zergan masuk. Melihat itu membuat Zergan tersenyum, apalagi melihat kecantikan Anes yang luar biasa.

"Terimakasih, Nona Anes. Tidak hanya cantik, tapi kamu sangat baik. Kata Teo kamu sedang sakit, aku ke sini untuk datang menjenguk kamu. Aku membawa bunga untuk kamu." Zergan memberikan bunga itu kepada Anes di hadapan Teo, ia memberikannya sambil tersenyum.

Anes makin kaget, sebab ia baru kenal orang itu, apalagi ia diberikan satu buket bunga tiba-tiba. Mau tidak mau, ia mengambilnya, lagian dia juga suka bunga, apalagi Teo sudah lama tidak memberinya bunga.

Anes mengambil bunga itu, Teo hanya melihat, sementara Zergan tersenyum, apalagi saat ia dapat menyentuh jari-jari Anes tadi. Senyum Zergan makin mengembang saat melihat Anes senyum sambil menghirup aroma bunga mawar. Hati Teo panas melihatnya, ia geram.

"Terimakasih, Tuan. Silahkan masuk," ucap Anes tak lupa dengan senyumnya.

Zergan menganggukan kepalanya, kemudian ia melihat Teo dengan wajah penuh kemenangan. Anes melangkah ke belakang, membiarkan Zergan masuk. Saat Zergan masuk, Teo langsung mendekat ke istrinya. Ia ingin mengambil bunga itu, namun Anes sudah bicara duluan.

"Mas, bunga ini cantik sekali, ini juga harum. Dia baik sekali, Mas. Tapi, bukannya Pak Bano yang direkturnya, kok sudah diganti? Lagian aku kan tidak sakit, kamu pasti membuat alasan itu ya?" kata Anes dengan suara pelan, mendongak sedikit sambil melihat suaminya.

Sebelum menjawab, Teo melihat ke arah Zergan yang sedang memperhatikan isi rumahnya.

"Dia anaknya kakak laki-laki Pak Bano, pemilik perusahaan," jawab Teo. "Iya, Sayang. Mas bilang kamu sakit untuk izin libur," sambungnya lagi.

Anes cukup kaget mendengar itu, berarti di depannya itu adalah penerus perusahaan di mana suaminya bekerja. Teringat ia tiga tahun yang lalu, ayahnya yaitu Wijo ingin menjodohkan dirinya dengan anak pemilik perusahaan di mana ayahnya berteman dengan  ayah dari Zergan.

"Astaga, ternyata dia. Bagaimana kalau Mas Teo tahu?" kata Anes dalam hati.

Istri Teo itu menelan ludahnya, tapi ia sama sekali tidak pernah melihat Zergan ataupun ayahnya Zergan. Ia hanya mendengar saja dari ayahnya, saat ingin dijodohkan ia cepat menolaknya dan langsung memilih menikah menikah dengan Teo.

Anes melihat Teo sebentar, ia memang tidak pernah membicarakan hal itu dengan suaminya. Anes tidak ingin suaminya tahu jika pria di depannya itu pernah hendak dijodohkan dengannya, apalagi orang itu adalah atasan suaminya sendiri. Anes juga tidak ingin Teo cemburu, baginya suaminya adalah cinta sejatinya.

"Wah, walaupun rumah kalian kecil, ya cukuplah untuk menjadi tempat tinggal. Tidak jauh juga dari kantor." Zergan berbicara sambil menoleh ke belakang, melihat pasangan suami istri itu berdiri saling dekat. "Nona Anes, Anda sangat cantik mengenakan pakaian itu sambil memegang bunga mawar. Sempurna." Zergan kembali tersenyum, ia juga melihat Teo.

Anes yang melihat itu kaget sendiri, apalagi ia dipuji. Anes akui jika ia senang dipuji, tapi tidak dengan pakaian rumahan yang terlihat seksi dan membentuk tubuhnya. Anes ingin mengumpat, dia tadi langsung keluar saja karena penasaran dengan orang yang datang, tapi ia lupa dengan pakaiannya.

"Sayang, kamu simpan bunganya di kamar ya," ucap Teo memegang lengan Anes.

Anesia mengangguk, seolah mengerti kode dari suaminya. Ia pun berjalan menuju kamar, melewati Zergan yang ada di depannya. Anes memilih menundukkan kepalanya melihat lantai.

Makin dekat Anes melewati dirinya, tatapan Zergan seakan tidak pernah lepas, rasanya dia tidak ingin berkedip melihat Anes. Dari penampilan Anes, cara jalannya dan di tambah Anes memeluk lembut buket bunga yang ia beri, Zergan tersenyum melihatnya.

Wangi tubuh Anes rasanya telah menghantui indera penciumannya, dari ia memeluk Anes, hingga Anes lewat tadi. Tubuh Zergan pun sampai berputar ke belakang melihat jalan lenggok Anes yang membuat ia berdecak kecil, apalagi melihat Anes menaiki anak tangga.

Teo menepuk pundak Zergan, membuat pria itu masih lekat menatap istrinya.

"Aku izin libur, mohon pergilah dari rumahku," ucap Teo sekali lagi.

"Tidak, aku tidak akan pergi. Aku ingin merasakan kopi buatan istrimu, makanan masakan istrimu," ucap Zergan, ia pun menepis tangan Teo yang ada di pundaknya. Zergan melihat Teo, ia tersenyum sinis melihat pria yang ada di depannya.

"Oh iya, tidak hanya minuman atau makanan, tapi aku juga ingin merasakan tubuh istrimu. Pakaiannya tadi, sangat cantik, aku makin tidak sabar," ucap Zergan lagi.

Rahang Teo mengeras, ia sampai mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia menghajar orang yang ada di depannya, namun lagi-lagi ia tidak bisa.

Zergan tertawa kecil melihat reaksi Teo, ia sampai geli hati sendiri. Ia sangat tahu saat ini Teo pasti merasakan kesal di hatinya, namun ia tidak peduli dengan apa yang dirasakan Teo.

"Bagaimana? Kapan aku bisa merasakan tubuh Anesia Dutta? Saat ini? Mumpung dia saat ini di kamar, mana tau dia sedang tidak memakai pakaian. Apa mau besok? Lusa atau Minggu depan?" tanya Zergan bertubi-tubi.

Ada yang membara di dalam hati Teo, ia menatap Zergan dengan meradang. Namun, ia hanya bisa menyesali apa yang telah ia perbuat. Teo menghela nafas gusar, saat ini ia hanya mampu bersabar dan ia menatap Zergan dengan rasa bercampur aduk.

"Aku … Aku ingin membatalkan perjanjian itu, jangan sentuh istriku lagi. Lakukan apa yang kau mau, tapi jangan istriku."

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status