Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika.
"Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak.
"Halo sayang," balas Andika.
Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed.
"Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata.
"Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum.
"Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi.
"Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika.
Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya.
"Terima kasih Tuhan," gumam Renata.
Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di sisi lain dia takut kalau Andika bertanya lebih akan pekerjaannya, dimana dia bekerja dan lain-lain.
"Hey malah melamun." Andika membuyarkan lamunan Renata.
"Hehe nggak kok, aku tuh senang aja kamu udah sembuh mas," sahut Renata dengan tersenyum.
"Iya sayang dan setelah ini kehidupan kita akan normal kembali," tukas Andika.
Andika dan Renata mengobrol asik, mereka bak sepasang kekasih yang lama memendam rindu yang menggebu di dada.
Tak terasa malam sudah larut, Renata yang belum membersihkan diri segera membersihkan diri. Dia memakai daster seperti kalau di rumah.
"Yuk kita istirahat mas tapi sebelumnya minum obat dulu," kata Renata.
"Iya sayang," sahut Andika.
Rindu yang mendalam pada sang istri membuat Andika meminta sang istri untuk tidur satu bed dengannya, sudah lama mereka tidak tidur bersama meski nanti harus tidur dengan miring karena sempitnya bed pasien di rumah sakit.
"Dengar, mulai besok aku tidak akan membiarkan kamu tidur sendiri lagi," kata Andika yang seketika langsung membuat Renata tersenyum ketir.
"Iya mas, tapi aku harus bekerja," sahut Renata.
Wajah Andika yang ceria kini berubah jadi murung, dia lupa kalau Renata harus bekerja setiap malam.
"Ah iya, padahal aku ingin kehidupan kita seperti dulu lagi sayang, semenjak aku sakit aku jarang memberikan nafkah batin padamu bahkan nafkah lahir pun aku berhenti memberinya," tukas Andika dengan mata yang basah.
Dada Renata terasa sesak mendengar ucapan Andika, apa mungkin semua bisa seperti dulu lagi? dirinya telah berhianat membagi tubuhnya dengan pria lain. Rasa bersalah pasti akan menyelimutinya entah sampai kapan.
"Semua akan normal mas, aku bekerja malam sebulan ini saja setelahnya setiap malam aku akan di rumah," sahut Renata.
Andika mengangguk senang, dia tidak tega melihat istrinya kerja siang dan malam mencari uang untuk dirinya.
"Aku juga akan bekerja kembali sayang, tidak akan aku biarkan kamu kerja sendiri, bila perlu kamu juga resign dari kantor," pungkas Andika.
Renata mengangguk, mereka berdua tidur saling peluk di satu bed yang kecil dan sempit.
Di sisi lain Dion dan Jerry mengobrol terkait meeting di luar kota yang sengaja Dion undur. Dion mengundur meeting karena Renata tidak bisa ikut dengannya.
"Apa karena Renata, anda mengundur meeting penting tadi pak Dion?" tanya Jerry.
"Iya, udara di sana sangat dingin nggak enak kalau nggak ada yang menemani tidur," jawab Dion yang membuat Jerry menggelengkan kepala.
Jerry sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Dion, apa jangan-jangan Dion baper dengan hubungan terlarangnya dengan Renata?
"Apa anda memiliki perasaan dengan Renata pak?" tanya Jerry.
Dion nampak gugup, apa memang benar dirinya baper dengan kebersamaan mereka?
"Enggaklah, aku telah membantunya jadi wajar kalau dia melayani aku," jawab Dion mengelak.
Jerry hanya tersenyum tipis, dia ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya kalaupun memang ada rasa jika Dion tidak bisa mengendalikannya maka akan ada perang besar dalam rumah tangga Dion maupun Renata.
"Syukurlah kalau tidak ada perasaan pak," sahut Jerry.
Pagi hari datang sangat cepat perasaan baru satu jam memejamkan mata alarm di ponsel Renata sudah berbunyi.
Andika yang bangun terlebih dahulu memandangi wajah cantik istrinya yang masih memejamkan mata.
"Aku sangat rindu saat-saat seperti ini bangun tidur dan melihatmu," gumam Andika.
Andika menyibak rambut panjang Renata lalu dia berkali-kali mencium kening sang istri dan akibat ulahnya Renata terbangun.
"Mas, udah bangun?" tanyanya sambil menguap.
"Iya sayang, baru saja," jawab Andika.
"Oh ya aku pulang bareng sama kamu saja ya," imbuh Andika.
"Tapi aku kan jam tujuh harus berangkat atau gini saja aku minta ijin sama bos aku dulu baru setelah itu aku kembali ke sini dan mengantar kamu pulang." Renata melakukan penawaran.
"Iya sayang," sahut Andika.
"Biar Dokter periksa kamu dulu mas," timpal Renata.
Andika mengangguk.
Pukul setengah delapan Renata berangkat ke kantor, dia sangat senang karena Andika sudah diperbolehkan untuk pulang.
Setibanya di kantor Renata segera mengerjakan pekerjaannya dan saat bersamaan datanglah Mira teman baik Renata di kantor.
"Rajin sekali," kata Mira yang mengagetkan Renata.
"Eh Mira, iya nih aku mau ijin soalnya. Suami aku sudah dibolehkan pulang," sahut Renata.
"Sudah sembuh ya Ren?" tanya Mira.
"Sudah," jawab Renata.
Mira ikut senang, Mira adalah satu-satunya teman Renata di kantor entah mengapa yang lainnya enggan untuk berteman dengan Renata apalagi Renata beberapa kali dipanggil bos malah membuat mereka semakin iri.
Pukul sembilan Renata pergi ke ruangan Dion, dia ingin meminta ijin untuk pulang sebentar.
Tok
tok
tok
Renata mengetuk pintu dan tanpa melihat siapa yang mengetuk pintu Dion mempersilahkan masuk.
Perlahan Renata masuk, dia berdiri di seberang Dion.
"Pak Dion," panggil Renata.
Dion menghentikan aktivitasnya lalu menoleh, melihat Renata yang sudah berdiri di hadapannya membuat Dion senang.
"Iya, ada apa?" tanyanya.
"Saya mau ijin pulang pak, nanti secepatnya saya kembali lagi," jawab Renata.
Dion mengerutkan alisnya, untuk apa Renata ijin pulang? kalau pun mau ijin seharusnya bukan langsung ke Dion.
"Kamu sudah ijin atasan kamu?" tanya Dion.
"Nggak akan diijinkan pak, oleh sebab itu saya ijin pak Dion langsung," jawab Renata.
Dion tersenyum sembari menatap Renata dengan lekat.
"Kalau aku juga tidak mengijinkan bagaimana?" tanya Dion yang membuat Renata menatapnya.
"Pak saya mohon pak," pinta Renata.
Dion malah tertawa dan lagi-lagi Renata dibuat bingung.
"Aku hanya bercanda, pulanglah." Dion memberi ijin pada Renata untuk mengurusi suaminya.
"Tapi ingat, jatahku hari ini. Nanti sore ikut denganku keluar kota mungkin besok siang baru kembali," sambung Dion.
"Baik pak. Ya sudah saya pamit dulu," sahut Renata.
Baru berapa langkah Dion memanggil Renata.
"Renata," panggil Dion.
Renata menghentikan langkahnya lalu membalikan badan.
"Ada apa lagi pak?" tanya Renata.
"Kemari sebentar," jawab Dion.
Renata kembali berdiri di hadapan Dion sedangkan Dion menepuk pahanya mengkode Renata untuk duduk di pangkuannya.
Renata membolakan mata tentu dirinya enggan untuk mengikuti kemauan Dion mengingat ini adalah kantor.
"Pak ini kantor saya mohon jangan aneh-aneh, saya nggak mau ada rumor buruk tentang kita," tolak Renata.
"Opsi kamu hanya mengikuti kemauan aku Renata, nggak boleh menolak," kata Dion.
Mau nggak mau Renata mengikuti kemauan Dion dia segera duduk di pangkuan bosnya tersebut.
"Entah kenapa aku selalu ingin mencium aroma tubuh wanita ini," batin Dion sambil mendengus jenjang leher Renata.
"Pak sudah pak, ini kantor pak kalau ada yang masuk bagaiamana." Renata mencoba menghentikan bosnya.
Dion pun akhirnya melepas Renata, tak ingin Dion menginginkan hal lebih Renata memutuskan untuk segera keluar dari ruangan Dion.
Selepas kepergian Renata Dion mengusap rambutnya dengan kasar.
"Renata, beraninya kamu membuatku kecanduan! Aku tidak akan tinggal diam, akan kubuat kamu juga merasakan hal yang sama!"
Halo Kak, gimana kabarnya....Pasti baik Ya Maaf nih untuk baru mampir baru bisa menyapa, sekalian mau promosi nih Kak, novel baru yang tak kalah seru. Judulnya, "Hasrat Big boss : Dari upik abu menjadi milikmu." Jangan lupa mampir ya kak. Makasih
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes