Selamat membaca kaka, detik-detik mereka menuju tamat. YUK tinggalkan komentarnya . Terima kasih kak
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
"Tidurlah denganku!" kata Dion yang membuat Renata membatu.Air mata Renata merembes keluar, dirinya tidak menduga kalau Dion atasannya meminta hal yang tidak seharusnya diminta oleh seorang pria beristri.Renata menatap Dion dengan tatapan yang tak biasa, dia tidak menduga jika Dion tega terhadap bawahannya sendiri.Suami Renata sakit keras saat ini sehingga dia memerlukan banyak uang untuk biaya operasi sang suami dan Dion lah opsi terakhir Renata namun syarat dari Dion pantang dilakukan.Apa ini, bagaimana bisa seorang istri tidur dengan pria lain saat suaminya sakit keras?"Pak, suami saya sedang sakit keras bagiamana anda bisa meminta saya untuk tidur dengan anda?" tanya Renata dengan air mata yang terus mengalir.Dion tertawa lalu beranjak dari kursi kebesarannya, dia mendekati Renata danmeletakkan sebagian pantatnya di ujung meja dengan kaki yang ikut menumpu tubuhnya."Itu masalah kamu Renata, aku hanya memberikan dua opsi, pertama tidur denganku dan dapatkan uangnya. Kedua,
"Ah, sayang nikmat sekali." Kata sayang tanpa sengaja keluar dari mulut Dion, dia lupa kalau dirinya telah bercinta dengan wanita lain bukan dengan istrinya. Tak hanya Dion, Renata pun sama. Cara bercinta Dion yang hampir sama dengan Andika sang suami membuatnya memanggil Dion sang atasan dengan sebutan mas, tangannya juga menarik rambut Dion yang sedari tadi menyerangnya tanpa ampun. "Terus mas," ucapnya dengan diiringi desa-han yang terus keluar begitu saja dari mulutnya, Renata meminta Dion untuk memompa lebih cepat. Beberapa saat kemudian tubuh Renata dan Dion sama-sama menegang yang artinya mereka telah sampai di puncak kenikmatan. "Besok pergilah ke dokter dan lakukan pencegahan supaya kamu tidak hamil karena kalau kamu hamil aku tidak akan tanggung jawab atas anak yang kamu kandung," kata Dion. "Iya Pak," sahut Renata. Tak hanya Dion, Renata juga nggak mau tumbuh anak Dion di rahimnya, dia hanya menginginkan anak dari benih Andika sang suami. Entah berapa ronde mereka ber
Sepulang dari kantor, Renata pergi ke hotel tak lupa dia meminta kartu akses untuk masuk ke dalam kamar, setibanya di kamar dia berkali-kali menghubungi rumah sakit untuk bertanya mengenai operasi sang suami. "Operasinya akan segera dimulai ibu, Pak Andika sudah masuk ke ruangan operasi bersama tim dokter yang menanganinya." Suster yang berjaga di sana memberikan laporannya. "Baiklah terima kasih suster," sahut Renata dalam sambungan telponnya. Usai mendapatkan jawaban, Renata mengakhiri panggilannya, tak bisa dipungkiri kecemasannya membesar membuat wanita itu was-was.Dia memainkan ponsel mencoba menetralisir kecemasannya. Berkali-kali Renata melihat jam tangannya, dia juga melihat ke arah pintu, bimbang antara pergi atau tetap tinggal menunggu atasanya datang.Pikirannya terus melayang ke rumah sakit bahkan kini dia mondar-mandir memikirkan sang suami yang akan di operasi. "Apa aku kesana saja ya, bodoh amat dengan pak Dion" gumam Renata. Saat bersamaan atasannya masuk, suara b
Air mata Renata terus meleleh, bagaimana bisa Dion sekejam ini padanya padahal sepuluh kali seharusnya sudah cukup kenapa ini malah ditambah tiga puluh hari lagi? lantas jika setiap malam dirinya selalu melayani Dion bagaimana dengan Andika suaminya?Renata mulai terisak dan ini membuat hati kecil Dion tak tega juga. "Diam lah, kamu ini seperti anak kecil saja," omel Dion lalu mengambil tisu dan memberikannya pada Renata. "Bagiamana saya tidak menangis Pak, kan anda tau dan paham kalau saya ini wanita bersuami, bagaimana bisa anda bersikap seperti ini? meminta saya untuk selalu melayani anda? bagiamana dengan suami saya?" tukas Renata. Dion nampak berdiam, memang benar apa yang dikatakan Renata bagaimana bisa dia meminta sesuatu yang terkesan memaksa, wanita di depannya adalah wanita bersuami, apa yang terjadi dengannya? apa dia mulai kecanduan tubuh bawahannya? Dion menghela nafas sembari menatap Renata yang terus saja menangis. "Baiklah, kamu bisa datang ke hotel setelah merawat
Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah Renata, Dion, Andika atau Vera istri Dion? yang jelas apapun yang mereka lakukan tidak ada niatan untuk menyakiti pasangan masing-masing, terlebih Renata yang ingin menyelamatkan suami tercintanya.Mereka tidak mau terjebak dalam situasi yang seperti ini namun kembali lagi semua sudah digariskan untuk mereka, sebuah takdir yang mengharuskan seperti ini.Pagi sekali Renata sudah bangun, bola matanya memutar menatap Dion yang masih memejamkan mata di sampingnya. "Anda begitu sempurna pak Dion, saya takut kalau terus terusan bercinta dengan anda, saya akan memiliki perasaan lebih," gumam Renata. Hatinya mulai bimbang, meski selama ini dia selalu membayangkan Andika saat bercinta dengan Dion namun belaian Dion tetap berbeda dengan Andika yang mana perlahan dia tidak bisa lagi mendatangkan bayangan Andika. Tak ingin terjebak dalam perasaannya, Renata beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dalam
Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika. "Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak. "Halo sayang," balas Andika. Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed. "Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata. "Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum. "Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi. "Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika. Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya. "Terima kasih Tuhan," gumam Renata. Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di