Share

5. Mendadak sembunyi

Penulis: Harucchi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-19 10:20:42

“Kar?” di tengah upaya mengatur napas, Dimas menatap tangannya yang dicekal, pandangannya lalu pindah ke wajah Karina.

Wanita itu tampak mengernyit, seperti menahan sesuatu.

“Dim … kamu ….” Karina meringis lirih.

Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang bersenandung. Lagu metal yang dia nyanyikan sumbang, suaranya dibuat-buat serak setengah menjerit. Dan … suara itu mendekat.

Kepanikan mendesak Dimas menarik Karina cepat, menyeretnya masuk ke dalam ruangan kecil mirip kamar mandi tak terpakai yang kini beralih fungsi jadi ruang mesin cuci.

Dalam ruangan sempit itu, napas keduanya bersahutan. Saling memburu. Ruangan lembab itu terasa semakin pengap. Tubuh Karina bersandar di dinding, persis berhadapan dengan Dimas yang mencengkeram kedua bahunya.

Dimas tersentak, tersadar sesuatu yang kini dia sesali.

Buat apa dia menyeret Karina masuk ke sini? Merasa tertangkap basah melakukan hal mesum? Padahal kejadian tadi murni kecelakaan. Harusnya dia jelaskan saja kronologinya jikalau memang Jimmy melihat mereka tadi.

Bodoh sekali Dimas!

“S-Sorry banget. Nggak sadar bawa kamu ke sini.” Dimas menarik napas dalam-dalam. Dilepasnya kedua tangan dari bahu Karina, diangkatnya ke udara.

“Sssttt!” Karina mendesis dengan satu jari menutup bibir.

*

Karina sebenarnya ingin bilang kalau Dimas menginjak kakinya. Tak disangka pria itu malah menyeretnya masuk ke dalam ruang mesin cuci. Sekarang, ketika dia sudah kepalang disembunyikan, mana mungkin dia tiba-tiba keluar? Malah mencurigakan.

KREEK! Pintu bergeser, suara nyanyian Jimmy makin keras terdengar. Pria itu tampaknya sudah masuk ke area balkon.

“Eh, cucian siapa nih tumpah begini? Punyanya orang baru ya?” suara itu ringan, tak ada tanda kecurigaan.

Dari cela kecil di antara daun pintu, Karina mengintip Jimmy sedang celingukan ke sana ke mari.

“Ini cuciannya sampai tumpah begini, kebelet berak ini dia.” Jimmy tertawa kecil. Dagunya diangkat penuh keyakinan, seolah tebakannya pasti akurat. Pria itu lantas sibuk menurunkan jemurannya satu per satu.

Karina mundur, kembali menyandarkan punggungnya ke dinding. Napasnya dihela dalam, lega karena Jimmy tak menaruh curiga. Namun saat mengembalikan pandangan ke depan, seketika dia menyesal.

Baru kini dia sadari, kehadiran Dimas begitu dekat. Terlalu dekat. Bukan hanya itu, deru napas pria itu terdengar bagai sesuatu yang berbahaya. Caranya menatap Karina … tidak biasa. Seolah menyimpan bara yang sekuat tenaga diredam.

Karina menunduk kaku. Sialnya, detik itu dia malah menemukan seekor kecoak merayap cepat menuju kakinya. Refleks dia memekik memeluk Dimas. Dimas yang sepertinya juga sadar dengan kehadiran serangga itu melesatkan tangannya membekap pekikan Karina. Namun gerakannya mungkin kurang cepat. Karena …

“Wih, ada orang ya?” Jimmy menyahut lantang.

Gawat. Jimmy pasti sedang memusatkan perhatian ke ruang mesin cuci sekarang.

Hening. Tak ada suara apa pun selain samar riuh lalu lintas di kejauhan.

“WOY!” jerit Jimmy.

Jantung Karina nyaris mencelos.

Apa Jimmy sedang mendekat? Dada Karina seperti menyimpan genderang yang ramai. Dengan mata yang masih membeliak, Karina mendongak, menatap Dimas yang masih menempelkan tangannya di mulut Karina.

Bagaimana ini? Apa harus membuat suara kucing? Tapi mulut Karina dibekap begini!

“Orang baru? Lo di situ?”

Sekujur tubuh Karina rasanya lemas. Ketahuan. Habis sudah. Tangan Karina terangkat, merengkuh lengan Dimas yang membekapnya, mencari sandaran dari rasa takut yang mencekiknya. Bagaimana kalau Jimmy mendekat dan membuka pintu?

Namun tak disangka, alih-alih bungkam, Dimas malah menjawab.

“Iya. Gue di dalam. Kenapa?” Sahut Dimas lantang. Wajahnya datar, seolah yakin semua akan baik-baik saja.

“Lo ngapain? Berak?”

Dimas tampak mengernyit sesaat sebelum berteriak, “Iya!”

Karina terdiam. Kepanikannya sedikit reda walau pikirannya masih mencoba mencerna arah situasi.

“Toiletnya di dalam, anjay! Itu udah nggak dipake!” Jimmy terbahak heboh.

“Y-yaa … sorry gue nggak tahu. Nanti gue pindah.”

“Yang bersih, ya bro! Selamat berjuang ya! Di situ kerannya mati.” Jimmy kembali tergelak. Pria itu lanjut bersiul. Hingga beberapa saat kemudian suara siulannya kian redam, lalu hilang.

Karina menghirup napas sepuasnya ketika Dimas melepas tangannya. Matanya menatap Dimas lekat. Pria itu juga menghembuskan napas panjang dengan mata terpejam. Keduanya menyesapi kelegaan yang menyeruak.

Ketegangan sudah lewat. Namun entah bagaimana, sentuhan Dimas seperti membekas di kepala. Lengan kekar yang hangat itu seolah membius Karina. Sampai-sampai, Karina baru sadar tangannya masih berada di lengan Dimas yang sudah turun ke samping badan.

Tersentak Karina menarik tangannya.

“Kar, aku boleh tanya?” Dimas menurunkan pandangannya, menatap wajah Karina yang menatap lurus ke depan.

“Apa?” tanya Karina yang kini pura-pura menunduk, tak ingin menatap wajah Dimas yang sejak tadi membuat jantungnya menggebu.

Tubuh Karina bagai disengat listrik saat Dimas menyentuh dagunya, mengangkat wajahnya agar menatap wajah pria itu.

“Dulu … waktu kamu berhenti ngajar, apa penyebabnya aku?” Dimas berbisik lirih. Pandangannya sendu, lurus dan dalam, bagai menembus masuk ke dalam relung hati Karina.

Karina terdiam sesaat. Matanya menatap mata itu penuh kilatan ragu. Apa dia harus menjelaskannya sekarang?

“Iya.” Karina meneguk saliva, menenangkan diri. Tak pernah dia sangka akan ada hari di mana dia mengakui sakit hatinya pada pria yang dulu pernah menorehkan trauma.

Dimas berkedip. Kerutan dahi pria itu menyiratkan putus asa. “Bilang. Gimana aku bisa menebus salahku?”

Karina bergeming. Memorinya melayang pada kejadian di masa lalu. Pada hari-hari ketika dia masih mengajar Dimas sebagai guru privat bahasa Inggris.

Bukan sekali dua kali dia temukan tatapan Dimas padanya ‘berbeda’. Bukan tatapan seorang murid yang ingin belajar. Namun lebih seperti tatapan laki-laki yang menginginkan seorang wanita.

Hingga, suatu hari, ketika mereka duduk berdekatan dan Karina menjelaskan detail tabel penggunaan tenses, Dimas mencuri ciuman darinya.

Detik itu, segalanya berubah. Karina tak lagi melihat Dimas sebagai seorang anak didik.

Melainkan bocah laki-laki yang melecehkan harga dirinya.

“Karinaa!” seruan lantang itu mengejutkan Karina.

Itu Reno.

Reno di lantai dua.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   10. Aku boleh masuk?

    “Dim, bercanda doang kali. Yang dibercandain juga bukan lo. Kok lo yang emosi?” tukas Jimmy. Tak ada guratan rasa bersalah sama sekali, baik di wajahnya maupun nada suaranya.Dan reaksi itu bagai bensin yang disiram ke bara api di dada Dimas.“Bercanda lo ngerendahin orang, sialan!” jawab Dimas dengan nada geram. Tangannya mengepal. Dan dia tahu, Agus dan Genta sudah melirik gentar ke arah kepalan tangannya.Agus berkedip, sedikit kikuk, menyenggol Jimmy seolah memberi kode. Jimmy membuang pandangan ke arah lain, tampak kesal. Sementara Genta mengangkat kedua tangannya, mencoba mencairkan suasana.“Udah, udah. Jangan panas gini ya, guys. Kita kan mau ngobrol. Nah, ini ada undangan nih. Jangan lupa datang ya.” Genta membagikan undangan satu per satu. Namun, Dimas berdiri. Meninggalkan ruangan kembali ke kamar. Brak! Pintu ditutup.Dimas menempelkan punggung di daun pintu. Tangannya mengusap wajah, lalu naik mencengkeram rambut. Matanya terpejam selagi napasnya dihela dalam-dalam.Sek

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   9. Komentar cabul

    Sambil memeluk segunung cucian kering di tangan, Dimas melangkah ke kamar setelah kembali dari balkon belakang. Dilihatnya Jimmy sedang berjongkok di ambang pintu kamarnya sendiri. Tangannya sibuk menggenggam ponsel yang berisik—ramai dengan bunyi notifikasi WA dan Line yang bersahut-sahutan.Dipikir-pikir, seharian ini Jimmy terus berada di kosan. Apa dia tidak bekerja?“Lo libur?” Dimas menegur dengan nada ringan. Tangannya membuka kenop pintu.“Oh, nggak. Ini kerja. Lagi mantau update-an.”“Kerja dimana lo?” Tanya Dimas sambil melangkah masuk ke kamar. Dibiarkannya pintu terbuka lebar, supaya suara Jimmy tetap bisa terdengar.“Menitdotcom. Jurnalis.” suara Jimmy terdengar samar. Tak lama, suara itu kembali menyapa telinga.“Eh, Dim. Ke sini bentar.”Dimas yang hampir melipat cucian lantas beranjak ke luar, bersandar di daun pintu kamarnya yang terbuka. Kedua alisnya naik saat pandangannya bertemu Jimmy.“Nanti malam ngumpul di depan ya, di situ depan TV.” Jimmy menggerakkan daguny

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   8. Di ujung tanduk

    Dimas hilang kendali. Sebelah tangannya mencengkeram sisi wajah Karina, sementara satu tangannya yang lain menahan pinggul Karina, menariknya merapat. Bibirnya menjelajah bibir Karina bagai kelaparan. Napas keduanya saling beradu, tersengal, tak beraturan, persis jantungnya yang memburu cepat.Udara pengap membuat tubuh mereka berkeringat. Namun bagi Dimas, pemandangan Karina yang menatapnya sayu dengan kulit menyemut peluh justru mendorong keluar seluruh jiwa buasnya.Erangan Dimas lolos ketika tangan Karina menjelajah masuk ke dalam kaosnya, meraba otot-otot perutnya yang keras. Makin merontalah bagian bawahnya. Dimas bergerak makin liar, wajahnya turun, menyusuri garis leher Karina, menikmati ceruknya.Entah seberapa tipis akal sehat Dimas yang tersisa. Karena detik selanjutnya, Dimas melepas kasar pengait bra Karina. Membiarkan benda itu meluncur ke lantai. Meninggalkan pemandangan Karina dengan bagian atas tubuhnya yang tak lagi berpenghalang.Di ujung batas akalnya, muncul sebua

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   7. Sisa kewarasan

    Dimas menunggu beberapa detik. Hanya terdengar suara tangis tertahan dari seberang. Dadanya ikut menegang.“Saya turun sekarang.” gumamnya setengah panik, lebih pada pernyataan daripada permohonan.Dimas mematikan sambungan telepon. Lalu beranjak menuruni anak tangga dengan langkah lebar. Udara pengap menyambut, suasana gelap yang sedikit remang karena cahaya matahari dari kisi-kisi di atas pintu depan menyergap pandangan.Pria itu menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kemungkinan Karina berada. Hingga, terdengar suara isakan samar yang tampaknya berasal dari sebuah kamar yang pintunya ditutup. Dimas melangkah menghampirinya.Tok! Tok! Tok!“Kar ….”Setelah beberapa saat, kenop pintu bergerak. Pintu berayun terbuka. Karina muncul di baliknya dengan wajah berlinang air mata.Dimas menghela napas berat. “Kamu dipukul lagi?”Karina tak menjawab. Namun matanya terus menatap wajah Dimas, tatapan memilukan yang mengajak Dimas ikut merasakan perih. Keduanya hanya saling menatap, hingga …

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   6. Mati Listrik

    Reno di lantai dua. Fakta itu bagai mimpi buruk yang mengacak-acak nyali Karina. “Aku harus keluar sekarang.” Karina menepis kasar tangan Dimas. Namun pria itu malah menarik tanganya.“Tunggu.”Karina mendongak, memicing sengit.“Kalau dia lukai kamu sekali lagi ….” Dimas mengambil jeda, tatapannya teguh, “Aku yang maju.” Karina membeku. Matanya berkilat sendu. Sesaat benaknya dipenuhi kecamuk dilema. Kenapa … ketika dia pada akhirnya menemukan rasa aman, datangnya justru dari laki-laki lain … yang bukan suaminya?“Karinaa!!” Suara garang itu kembali terdengar.Karina kembali menangkis tangan Dimas, lalu keluar dari ruangan kecil itu menuju ke dalam rumah. Di depan pintu balkon yang berhadapan langsung dengan tangga menuju lantai satu, dia bertemu Reno. Pria itu berdiri tegak di atas anak tangga tertinggi. Matanya menyorot tajam. Tangannya menekan susuran tangga begitu erat. Di sisi lain, ada Jimmy yang berdiri di depan pintu kamarnya sendiri. “Nah, itu Mbak Karina tuh Pak.” sahut

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   5. Mendadak sembunyi

    “Kar?” di tengah upaya mengatur napas, Dimas menatap tangannya yang dicekal, pandangannya lalu pindah ke wajah Karina.Wanita itu tampak mengernyit, seperti menahan sesuatu.“Dim … kamu ….” Karina meringis lirih. Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang bersenandung. Lagu metal yang dia nyanyikan sumbang, suaranya dibuat-buat serak setengah menjerit. Dan … suara itu mendekat.Kepanikan mendesak Dimas menarik Karina cepat, menyeretnya masuk ke dalam ruangan kecil mirip kamar mandi tak terpakai yang kini beralih fungsi jadi ruang mesin cuci.Dalam ruangan sempit itu, napas keduanya bersahutan. Saling memburu. Ruangan lembab itu terasa semakin pengap. Tubuh Karina bersandar di dinding, persis berhadapan dengan Dimas yang mencengkeram kedua bahunya. Dimas tersentak, tersadar sesuatu yang kini dia sesali.Buat apa dia menyeret Karina masuk ke sini? Merasa tertangkap basah melakukan hal mesum? Padahal kejadian tadi murni kecelakaan. Harusnya dia jelaskan saja kronologinya jikalau

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status