Cassandra langsung tersenyum lebar begitu membuka pintu kamar tamu. Ia meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik yang ditangkap oleh pendengarannya. Lagu dari grup band yang lagi populer saat ini.
Diletakkannya tas sekolah dan sepatu ketsnya. Sepasang kakinya berjingkat, masih dengan gerakan indah mengikuti lagu yang didengarkan melalui headset yang melekat di telinganya. Ia mendekat ke sofa panjang, tempat seorang lelaki muda terlihat tidur dengan lelapnya.Ditatapnya lelaki yang duduk di sofa dengan matanya yang terpejam. Perlahan gadis itu melepaskan satu demi satu manik kancing kemejanya. Tanpa ragu, ia melangkah mendekati pria yang usianya berjarak belasan tahun darinya itu.Diamatinya wajah tenang si pemilik kumis tipis itu. Dadanya yang naik turun secara teratur, memperlihatkan betapa pulas tidur lelaki itu. Saking pulasnya, ia tak mendengar kedatangan Cassandra yang sengaja ingin mengganggunya.Perlahan gadis itu mengulurkan jari telunjuknya dan mulai melucuti pakaian yang dikenakan lelaki itu. Senyumnya mengembang tatkala melihat otot indah yang terpahat di perut sang lelaki.Lelaki itu sama sekali bergeming dari tempatnya. Ia benar-benar kelelahan dan tak merasakan kehadiran Cassandra. Bahkan tatkala gadis bertubuh ramping itu telah berada di atas tubuhnya.“Om Marco, pasti capek, kan?” bisiknya di telinga lelaki itu. “Mau Sandra pijitin kayak waktu itu, Om?”Tak ada jawaban atas tawaran yang diberikan Cassandra. Marco Asmara benar-benar lelap dalam mimpinya setelah perjalanan jauhnya. Bahkan dalam mimpinya, ia masih berada dalam kedalaman hutan di Papua. Dan belaian-belaian lembut itu dirasakannya seperti sentuhan dedaunan yang dilewatinya di sepanjang hutan.Namun tiba-tiba Marco merasakan sensasi kenyal di bibirnya. Seperti sesuatu yang sudah sangat lama tak disentuhnya. Wanita!Marco memang seorang penggila wanita. Tapi Marco tidak pernah melampiaskan hasratnya pada sembarangan wanita. Apalagi di daerah terpencil seperti Papua. Tak ada seorangpun wanita di hutan belantara ini, selain sang pemandu yang tidak bisa dibilang cantik sesuai kriteria yang ditetapkannya.Bagaimana mungkin ia bercinta dengan wanita itu? Ini adalah mimpi buruk, bahkan yang terburuk bagi Marco. Ia merasakan batang miliknya mulai mengeras dan sesuatu seperti sedang menghimpitnya.“Ah ….” Desahnya di alam bawah sadarnya.“Om Marco.” Kali ini suara Cassandra berhasil membangunkan lelaki itu.Suara itu seakan menyentak Marco kembali dari alam bawah sadarnya. Dan tentu saja Marco terkejut saat melihat seseorang di hadapannya. Matanya terbelalak ketika dilihatnya Cassandra, keponakannya, tanpa sehelai benang duduk di atas pangkuannya. Gadis itu bahkan tersenyum lebar dengan tangan yang sedang menimang batang miliknya.Marco mendorongnya menjauh. Ia benar-benar merasa malu dan kacau. “Sandra, apa yang kamu lakukan? Gimana kalau papa kamu tahu?” ucapnya panik, sembari menutup kembali retsleting celana berbahan jeans nya yang ternganga.“Papa nggak bakalan tahu, kok. Kan papa pulangnya baru minggu depan,” sahut Cassandra dengan tenang. Gadis itu memungut kemejanya untuk memakainya kembali. “Sandra senang saat dengar kabar kalau Om bakal pulang. Jadi sekarang kita bisa main kayak dulu sepuasnya.”“Nanti malam kita sambung lagi, ya Om,” ucap Cassandra sebelum menutup pintu kamar Marco.Marco melongo saking terkejutnya. Bagaimana mungkin keponakannya bisa seliar itu bahkan hanya beberapa tahun setelah ia tinggal pergi merantau. Gadis itu tumbuh dengan sangat cepat!Lelaki itu berdiri dan menuang air minum ke dalam gelasnya lalu cepat-cepat meneguknya. Ia berharap bahwa air itu akan melarutkan semua pikiran kotornya.Byurrr!Suara itu terdengar di telinga Marco. Suara seperti sesuatu tercebur ke dalam kolam. Mau tak mau, Marco mengobati rasa penasarannya. Ia membuka pintu balkon kamarnya dan mengintai ke luar.Seorang gadis dengan tubuhnya yang indah, berenang dengan anggunnya di dalam air kolam yang jernih itu. Bahkan Marco dapat menikmati keindahan tubuh dalam balutan pakaian two piece nya dari lantai atas rumah kakaknya.Cassandra menyadari bahwa Marco sedang memperhatikannya. Ia menghentikan kayuhan tangan dan kakinya. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap lelaki yang sedang mengamatinya dari balkon kamarnya. Tanpa ragu, gadis itu melambaikan tangannya dengan senyuman lebar yang membuat kecantikannya tampak makin sempurna.“Cantik! Aku bahkan belum pernah melihat perempuan sesempurna dia,” gumam Marco. Tangannya terangkat untuk membalas lambaian tangan Cassandra.Namun sesaat kemudian, ia seakan tersentak kembali pada kenyataan.“Hah! Gila! Apa aku benar-benar sudah gila? Dia itu keponakanku! Anak Mas Irfan!” batinnya. “Sesempurna apapun, aku tidak boleh menyukainya.”Marco pun kembali ke dalam kamarnya. “Mulai sekarang, aku akan menjaga jarak darinya. Itu yang terbaik.”Tok! Tok!“Om Marco! Bukain pintu!” teriak Sandra. Ia tak berhenti mengetukkan jemari tangannya ke pintu kayu penutup kamar tamu. “Penting nih, Sandra disuruh papa minta bantuan Om!”Mendengar kata 'papa', membuat Marco mau tak mau membuka pintu bagi Cassandra. Ia tak mungkin mengabaikan permintaan Irfan, kakaknya. Bagaimanapun kakaknya mempunyai jasa besar dalam perjalanan hidupnya.Gadis yang masih dalam balutan baju renang itu tanpa ragu melenggang masuk ke dalam kamar Marco.“Kata papa, Sandra disuruh belajar berenang sama Om,” ucapnya. “Memangnya Om Marco pinter berenang ya?”“Nggak. Om bukan guru renang.”“Tapi kata papa, Om Marco punya banyak medali lomba renang,” desak Cassandra yang telah mendapatkan banyak informasi dari ayahnya.Marco menghela napas. Semua tidak sesederhana yang ada di dalam pikiran Marco untuk menolak permintaan Cassandra. Tentu saja karena mereka tinggal dalam satu rumah dan masih satu keluarga.“Nggak. Om Marco bukan pelatih renang,” tegas Marco sambil memutar dan mendorong punggung gadis itu keluar dari kamarnya.Tapi lagi-lagi Marco dibuat canggung saat tanpa sengaja menyentuh bagian dada gadis itu. Bagian yang hanya ditutupi oleh dua buah kain berbentuk segitiga itu terasa basah. Bukan hanya itu, ia begitu kenyal, padat dan berukuran lebih besar dari anak seusianya.Marco melepaskan cekalan tangannya. Tapi bukannya marah, Cassandra justru melangkah mendekatinya, tanpa sedikitpun rasa takut di wajahnya.“Om Marco, inget nggak. Kita dulu suka main bareng. Bahkan tidur juga bareng, kan? Kenapa sekarang Om Marco berubah?”“Sandra, itu dulu. Masa kecil itu sudah berlalu. Sekarang kamu sudah dewasa, kita nggak bisa ngelakuin hal yang sama seperti saat kamu kecil dulu.”“Tapi kenapa?” tanya Cassandra. “Om Marco sudah nggak suka sama Sandra?”“Bu–bukan gitu.”“Lalu kenapa? Sandra sudah nunggu Om begitu lama. Tapi kenapa justru Om bikin Sandra kecewa pada akhirnya. Om sudah nggak suka lagi sama Sandra, ya.” Gadis itu mulai menangis sesenggukan.“Bukan gitu. Aduh!” Marco menggaruk rambutnya dengan gemas. Ia tak tahu lagi harus mengatakan apa.“Om sayang sama kamu, karena itu Om –”“Nah, gitu dong!” Potong Sandra karena ia yakin kalimat selanjutnya hanya akan kembali menyakiti hatinya.“Jadi … nanti malam kita main kuda-kudaan dulu, ya Om. Trus kita tidur di sana!” lanjut Cassandra sembari mengarahkan telunjuknya pada sebuah ranjang berukuran king yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. "Sandra nggak mau tidur sendirian lagi malam ini."“Hah!” Marco mendelik saking kagetnya. “Ti– tidur sama dia?”Marco buru-buru menutup pintu kamarnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak pernah merasa hal seperti ini. Bahkan saat berhadapan dengan wanita manapun.“Shit!” teriaknya sebelum masuk ke kamar mandi.Gara-gara seorang bocah, kali ini Marco harus bermain dengan sabun!Sepasang insan itu menikmati kebersamaan mereka. Tak ada lagi kecemasan dalam pikiran mereka. Semua keraguan dan kecemasan yang beberapa hari terakhir dirasakannya, menghilang dalam sekejap. Keduanya seakan berlomba untuk saling memuaskan satu sama lain dalam degup irama jantung yang sama kencangnya.“Om,” desah suara itu memanggil kekasihnya. Marco menghentikan hentakannya. Ia menatap wajah lelah istrinya yang telah dipacunya beberapa menit berlalu. Dikecupnya bibir merahnya dengan senyuman mengembang. “Sampai kapan kamu akan memanggilku seperti itu?” godanya. “Apa kamu ingin semua orang menganggapmu sugarbaby ku?” Cassandra menarik sudut bibirnya, memberikan seulas senyuman manjanya. “Suamiku. Atau sayangku. Mana yang lebih baik menurutmu?” Marco memautkan jari jemari ke tangan istrinya. Sepasang matanya seakan tersenyum lembut bersama dengan bibirnya.“Keduanya terdengar sexy, asal keluar dari bibirmu,” bisiknya. Lelaki itu kembali mencumbu istrinya, menyerangnya dengan gelit
Marco terkesiap saat melihat Cassandra di depan pintu. Ia tidak menduga Cassandra harus terlibat dalam masalah ini. Seharusnya semua rencananya berhasil, jika saja Dave tidak dengan sengaja membawa istrinya ke tempat itu. Ia bahkan dapat melihat senyum lelaki itu saat mengikuti langkah Cassandra masuk ke dalam kamarnya. Namun Marco tidak ingin semua rencananya berantakan. Ia segera menutup pintu sesaat setelah Dave masuk. Dan pertunjukan utama pun dimulai. Cassandra melihat seorang gadis, kedua tangannya terikat menjadi satu dan Rexy sedang berdiri tepat di hadapannya. “Om Rexy? Dan kamu … bukankah kamu Shereen? Apa yang kalian bertiga lakukan di kamar ini?” Tentu saja Cassandra kebingungan melihat keberadaan mereka di tempat itu. Semua pikiran buruk tentang perselingkuhan suaminya, langsung dimentahkan karena kehadiran Rexy. “Tidak, bukan seperti itu pertanyaannya, Sandra,” sahut Rexy. “Seharusnya kamu minta Dave menjelaskan semuanya. Bagaimana ia tahu Marco ada di hotel ini
“Ngapain kamu bawa aku kemari?” Cassandra menatap curiga lelaki di sampingnya. Ia mulai gelisah. Perasaannya makin tak tenang saat lelaki itu memutar kemudinya memasuki lobi hotel berbintang empat itu. “Seperti yang aku katakan. Aku punya janji minum dengan Indra, interior desainer yang aku ceritakan tadi,” sahut Dave dengan tenangnya. Cassandra menatap lelaki itu dengan sudut matanya. Ia terus memperhatikan gerak-gerik lelaki yang dikenal dengan sifat buruknya – pemain wanita.Dave tersenyum tipis saat mengetahui Cassandra menatapnya penuh kecurigaan. “Apa?” tanyanya sembari tertawa terkekeh. “Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu mulai menyadari bahwa teman kamu yang satu ini terlihat tampan?” Cassandra mengalihkan perhatiannya. “Iya, sebenarnya kamu cukup tampan. Tapi –” “Tapi? Tapi apa?”“Kenapa kamu sampai sekarang belum juga menikah?” ungkap Cassandra karena tak tahan lagi dengan sikap lelaki itu. Lelaki itu tersenyum lebar. “Karena aku sedang menunggu seseorang. Se
“Aku akan segera pulang setelah melakukan survey lokasi.” Marco mengatakan dengan jelas alasan kepergiannya kepada istrinya. “Hanya satu malam, Sayang.” “Tapi ….” Cassandra mendecak kesal. “Aku benci tidur sendirian, Om.”“Aku janji, seandainya nanti semuanya selesai tidak terlalu larut, aku akan langsung kembali,” sahut Marco. Cassandra mengerucutkan bibirnya. Seandainya saja Marco mengajaknya, ia pasti mau ikut bersamanya. Tapi ia malu untuk terlihat posesif terhadap suaminya. “Baiklah. Kabari aku setelah kamu sampai di tujuan,” pinta Cassandra. Marco menganggukkan kepalanya, tanda menyetujui permintaan istrinya. “Tentu saja,” ucapnya. Ditatapnya wajah manis perempuan yang ada di dalam pelukannya. Rasa hangat pelukan Marco, membuat perasaan gelisah di hati Cassandra memudar. Hatinya seharian ini memang merasa tak tenang, seperti merasakan sebuah firasat buruk tentang suaminya. Namun ia tak bisa menemukan sesuatu yang tak seharusnya. Bahkan dia percaya suaminya tak akan pernah
Shereen mengunci pintu ruang kerja Marco. Dengan liar kedua tangannya mengunci ciumannya dari belakang tengkuk Marco. Perempuan itu memeluk Marco dan melumat bibir lelaki itu dengan penuh hasrat.“Hentikan Shereen,” lirih lelaki itu. Marco meraih pinggang ramping gadis itu dan menyentakkannya agar ia melepaskan pelukannya.Tak bisa disangkal, sebagai seorang pria normal tentu saja penampilan dan sentuhan sensual gadis itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Marco seakan dibawa ke sebuah petualangan baru yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. “Bukankah ini menyenangkan?” bujuk gadis itu. “Hentikan semua omong kosong ini. Aku sudah punya–”“Istri? Aku tidak menyuruhmu menikahiku,” sambung Shereen yang tak mau mendengar sebuah penolakan. “Aku cuma ingin seseorang ada di sisiku ketika aku kesepian. Ada seseorang yang peduli padaku saat aku kesakitan.”“Keluarlah.” Marco menyingkirkan sepasang tangan yang masih enggan lepas dari lehernya itu. “Keluarlah sebelum aku memanggil sek
Cassandra berjalan selangkah demi selangkah mendekati Marco. Sepasang matanya menatap laki-laki itu dengan tatapan dinginnya. Tatapan dingin yang membuat jantung Marco seakan hampir berhenti berdetak. “Mati aku! Apa dia tahu sesuatu? Sepertinya Shereen tidak main-main dengan ancamannya.”Dengan kedua tangannya, Cassandra mendorong tubuh Marco, hingga membuat tubuh lelaki yang tidak siap menghadapinya itu limbung dan jatuh terjengkang. Marco menelan kasar salivanya. Panik! Itu yang saat ini dirasakannya. Apalagi saat melihat Cassandra yang seakan tak mau melepaskannya. Namun tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut di bagian tengah tubuhnya. Bagian yang masih berdiri menantang itu, kini berada dalam genggaman tangan Cassandra. Sentuhannya bahkan membuat jagoan Marco itu semakin mengeras. “Tadi … kamu kenapa?” tanya Marco ragu, “apa ada yang salah?”Cassandra menggelengkan kepalanya. “Aku cuma nggak nyaman aja, ruangannya terlalu sempit dan … keras.” Marco menghela napas lega. Ia ta