Share

Gairah Liar Keponakanku
Gairah Liar Keponakanku
Author: Chocoberry pie

Bab 1

Cassandra langsung tersenyum lebar begitu membuka pintu kamar tamu. Ia meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik yang ditangkap oleh pendengarannya. Lagu dari grup band yang lagi populer saat ini.

Diletakkannya tas sekolah dan sepatu ketsnya. Sepasang kakinya berjingkat, masih dengan gerakan indah mengikuti lagu yang didengarkan melalui headset yang melekat di telinganya. Ia mendekat ke sofa panjang, tempat seorang lelaki muda terlihat tidur dengan lelapnya.

Ditatapnya lelaki yang duduk di sofa dengan matanya yang terpejam. Perlahan gadis itu melepaskan satu demi satu manik kancing kemejanya. Tanpa ragu, ia melangkah mendekati pria yang usianya berjarak belasan tahun darinya itu.

Diamatinya wajah tenang si pemilik kumis tipis itu. Dadanya yang naik turun secara teratur, memperlihatkan betapa pulas tidur lelaki itu. Saking pulasnya, ia tak mendengar kedatangan Cassandra yang sengaja ingin mengganggunya.

Perlahan gadis itu mengulurkan jari telunjuknya dan mulai melucuti pakaian yang dikenakan lelaki itu. Senyumnya mengembang tatkala melihat otot indah yang terpahat di perut sang lelaki.

Lelaki itu sama sekali bergeming dari tempatnya. Ia benar-benar kelelahan dan tak merasakan kehadiran Cassandra. Bahkan tatkala gadis bertubuh ramping itu telah berada di atas tubuhnya.

“Om Marco, pasti capek, kan?” bisiknya di telinga lelaki itu. “Mau Sandra pijitin kayak waktu itu, Om?”

Tak ada jawaban atas tawaran yang diberikan Cassandra. Marco Asmara benar-benar lelap dalam mimpinya setelah perjalanan jauhnya. Bahkan dalam mimpinya, ia masih berada dalam kedalaman hutan di Papua. Dan belaian-belaian lembut itu dirasakannya seperti sentuhan dedaunan yang dilewatinya di sepanjang hutan.

Namun tiba-tiba Marco merasakan sensasi kenyal di bibirnya. Seperti sesuatu yang sudah sangat lama tak disentuhnya. Wanita!

Marco memang seorang penggila wanita. Tapi Marco tidak pernah melampiaskan hasratnya pada sembarangan wanita. Apalagi di daerah terpencil seperti Papua. Tak ada seorangpun wanita di hutan belantara ini, selain sang pemandu yang tidak bisa dibilang cantik sesuai kriteria yang ditetapkannya.

Bagaimana mungkin ia bercinta dengan wanita itu? Ini adalah mimpi buruk, bahkan yang terburuk bagi Marco. Ia merasakan batang miliknya mulai mengeras dan sesuatu seperti sedang menghimpitnya.

“Ah ….” Desahnya di alam bawah sadarnya.

“Om Marco.” Kali ini suara Cassandra berhasil membangunkan lelaki itu.

Suara itu seakan menyentak Marco kembali dari alam bawah sadarnya. Dan tentu saja Marco terkejut saat melihat seseorang di hadapannya. Matanya terbelalak ketika dilihatnya Cassandra, keponakannya, tanpa sehelai benang duduk di atas pangkuannya. Gadis itu bahkan tersenyum lebar dengan tangan yang sedang menimang batang miliknya.

Marco mendorongnya menjauh. Ia benar-benar merasa malu dan kacau. “Sandra, apa yang kamu lakukan? Gimana kalau papa kamu tahu?” ucapnya panik, sembari menutup kembali retsleting celana berbahan jeans nya yang ternganga.

“Papa nggak bakalan tahu, kok. Kan papa pulangnya baru minggu depan,” sahut Cassandra dengan tenang. Gadis itu memungut kemejanya untuk memakainya kembali. “Sandra senang saat dengar kabar kalau Om bakal pulang. Jadi sekarang kita bisa main kayak dulu sepuasnya.”

“Nanti malam kita sambung lagi, ya Om,” ucap Cassandra sebelum menutup pintu kamar Marco.

Marco melongo saking terkejutnya. Bagaimana mungkin keponakannya bisa seliar itu bahkan hanya beberapa tahun setelah ia tinggal pergi merantau. Gadis itu tumbuh dengan sangat cepat!

Lelaki itu berdiri dan menuang air minum ke dalam gelasnya lalu cepat-cepat meneguknya. Ia berharap bahwa air itu akan melarutkan semua pikiran kotornya.

Byurrr!

Suara itu terdengar di telinga Marco. Suara seperti sesuatu tercebur ke dalam kolam. Mau tak mau, Marco mengobati rasa penasarannya. Ia membuka pintu balkon kamarnya dan mengintai ke luar.

Seorang gadis dengan tubuhnya yang indah, berenang dengan anggunnya di dalam air kolam yang jernih itu. Bahkan Marco dapat menikmati keindahan tubuh dalam balutan pakaian two piece nya dari lantai atas rumah kakaknya.

Cassandra menyadari bahwa Marco sedang memperhatikannya. Ia menghentikan kayuhan tangan dan kakinya. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke atas, menatap lelaki yang sedang mengamatinya dari balkon kamarnya. Tanpa ragu, gadis itu melambaikan tangannya dengan senyuman lebar yang membuat kecantikannya tampak makin sempurna.

“Cantik! Aku bahkan belum pernah melihat perempuan sesempurna dia,” gumam Marco. Tangannya terangkat untuk membalas lambaian tangan Cassandra.

Namun sesaat kemudian, ia seakan tersentak kembali pada kenyataan.

“Hah! Gila! Apa aku benar-benar sudah gila? Dia itu keponakanku! Anak Mas Irfan!” batinnya. “Sesempurna apapun, aku tidak boleh menyukainya.”

Marco pun kembali ke dalam kamarnya. “Mulai sekarang, aku akan menjaga jarak darinya. Itu yang terbaik.”

Tok! Tok!

“Om Marco! Bukain pintu!” teriak Sandra. Ia tak berhenti mengetukkan jemari tangannya ke pintu kayu penutup kamar tamu. “Penting nih, Sandra disuruh papa minta bantuan Om!”

Mendengar kata 'papa', membuat Marco mau tak mau membuka pintu bagi Cassandra. Ia tak mungkin mengabaikan permintaan Irfan, kakaknya. Bagaimanapun kakaknya mempunyai jasa besar dalam perjalanan hidupnya.

Gadis yang masih dalam balutan baju renang itu tanpa ragu melenggang masuk ke dalam kamar Marco.

“Kata papa, Sandra disuruh belajar berenang sama Om,” ucapnya. “Memangnya Om Marco pinter berenang ya?”

“Nggak. Om bukan guru renang.”

“Tapi kata papa, Om Marco punya banyak medali lomba renang,” desak Cassandra yang telah mendapatkan banyak informasi dari ayahnya.

Marco menghela napas. Semua tidak sesederhana yang ada di dalam pikiran Marco untuk menolak permintaan Cassandra. Tentu saja karena mereka tinggal dalam satu rumah dan masih satu keluarga.

“Nggak. Om Marco bukan pelatih renang,” tegas Marco sambil memutar dan mendorong punggung gadis itu keluar dari kamarnya.

Tapi lagi-lagi Marco dibuat canggung saat tanpa sengaja menyentuh bagian dada gadis itu. Bagian yang hanya ditutupi oleh dua buah kain berbentuk segitiga itu terasa basah. Bukan hanya itu, ia begitu kenyal, padat dan berukuran lebih besar dari anak seusianya.

Marco melepaskan cekalan tangannya. Tapi bukannya marah, Cassandra justru melangkah mendekatinya, tanpa sedikitpun rasa takut di wajahnya.

“Om Marco, inget nggak. Kita dulu suka main bareng. Bahkan tidur juga bareng, kan? Kenapa sekarang Om Marco berubah?”

“Sandra, itu dulu. Masa kecil itu sudah berlalu. Sekarang kamu sudah dewasa, kita nggak bisa ngelakuin hal yang sama seperti saat kamu kecil dulu.”

“Tapi kenapa?” tanya Cassandra. “Om Marco sudah nggak suka sama Sandra?”

“Bu–bukan gitu.”

“Lalu kenapa? Sandra sudah nunggu Om begitu lama. Tapi kenapa justru Om bikin Sandra kecewa pada akhirnya. Om sudah nggak suka lagi sama Sandra, ya.” Gadis itu mulai menangis sesenggukan.

“Bukan gitu. Aduh!” Marco menggaruk rambutnya dengan gemas. Ia tak tahu lagi harus mengatakan apa.

“Om sayang sama kamu, karena itu Om –”

“Nah, gitu dong!” Potong Sandra karena ia yakin kalimat selanjutnya hanya akan kembali menyakiti hatinya.

“Jadi … nanti malam kita main kuda-kudaan dulu, ya Om. Trus kita tidur di sana!” lanjut Cassandra sembari mengarahkan telunjuknya pada sebuah ranjang berukuran king yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. "Sandra nggak mau tidur sendirian lagi malam ini."

“Hah!” Marco mendelik saking kagetnya. “Ti– tidur sama dia?”

Marco buru-buru menutup pintu kamarnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak pernah merasa hal seperti ini. Bahkan saat berhadapan dengan wanita manapun.

“Shit!” teriaknya sebelum masuk ke kamar mandi.

Gara-gara seorang bocah, kali ini Marco harus bermain dengan sabun!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jesika Demolingo
bgus banget ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status