Share

Bab 6

Zissy menyeka bibir neneknya setelah suapan terakhir tuntas diberikannya. Perempuan berusia delapan puluhan itu masih mencecap makanan yang tersisa dengan giginya yang hanya beberapa saja.

“Enak, Oma? Nanti malam mau dimasakin apa?” tanya Zissy dengan senyum lembutnya.

“Terserah kamu. Oma makan apapun yang kamu masak. Semua masakan buatanmu enak,” sahut si nenek.

“Ya sudah, sekarang Oma mau ngapain?” tanya Zissy. Ia bersiap untuk membantu memposisikan wanita tua itu.

“Mau rebahan,” sahutnya, tak terlalu jelas karena jumlah giginya yang nyaris habis.

“Kok rebahan, Oma? Apa nggak capek terus rebahan?" tanyanya pada wanita yang telah membesarkannya itu.

Belum sempat sang nenek memberikan jawaban, ia dikejutkan oleh suara ketukan di pintu rumahnya.

“Tidak biasanya ada tamu,” gumamnya. Ia bergegas meninggalkan perempuan tua itu untuk membuka pintu rumahnya.

Namun betapa terkejutnya ia ketika melihat Marco, mantan kekasihnya berdiri tepat di depan pintu.

Sejenak keduanya membisu dan saling bertatapan. Setelah kejadian semalam, Zissy bahkan belum sempat menghubungi Marco untuk menjelaskan dan meminta maaf atas kesalahannya.

Dan tentu saja kedatangan Marco membuatnya merasa canggung. Tapi perasaan canggung itu segera lenyap saat ia melihat gadis yang muncul dari balik tubuh Marco.

“Cassandra? Kamu …. Marco, kenapa kamu ke mari? Ada apa ini?” tanyanya. Ia menatap keduanya secara bergantian. Ia merasa kebingungan melihat kedua tamu yang berdiri di depan pintu rumahnya.

“Zissy? Jadi … kamu dosen yang dimaksud oleh Sandra?” Marco tak kalah terkejutnya dari Zissy.

“Begini, Zissy. Sebaiknya kamu jangan salah paham. Aku kemari untuk dia,” sahut Marco. Sepasang tangannya meraih pundak Cassandra dan mendorongnya ke hadapan Zissy.

Cassandra menundukkan kepalanya. “Bu Zissy, Sandra minta maaf atas insiden tadi. Sandra nggak berniat untuk menghina karya Bu Zissy. Tentang tugas menulis itu …."

Zissy tersenyum kecut. Ia sangat menyadari bahwa semua yang diucapkan oleh Cassandra tentang tulisan yang dibuatnya tadi, sama sekali tidak keliru. Hanya saja, itulah yang sebenarnya terjadi dalam hidupnya saat ini. Ia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya pada lelaki yang dicintainya. Ia merasa dirinya seorang pengecut yang bersembunyi di balik rasa takut akan sebuah kenyataan. Kenyataan jika Marco tidak pernah mencintainya.

“Bukan suatu masalah. Tentang tugas menulis, aku memang sudah merencanakan tugas itu. Sama sekali bukan karena kamu,” sahut Zissy dengan tegas. "Ibu tegaskan sekali lagi, tugas itu diberikan atas keinginanku. Tidak ada kaitannya denganmu."

Ia tak peduli dengan pemikiran Marco tentang dirinya. Tapi setelah kejadian semalam, Zissy jadi berpikir sebuah kemungkinan kenapa Marco menolaknya. Bisa jadi sekarang Marco lebih menyukai gadis yang jauh lebih muda usianya, seperti Cassandra. Bahkan masih diingatnya dengan jelas, semalam ia juga menyebut nama Cassandra.

“Ah … tapi Bu,” sahut Sandra dengan penuh keraguan. “Aku tidak pandai merangkai kalimat. Apalagi sebuah karangan yang sebegitu panjang.”

“Lalu apa yang kamu bisa? Melamun di kelas? Menghabiskan waktu untuk berpacaran?” serang Bu Zissy.

Melihat Zissy memojokkan Cassandra, membuat Marco menjadi kesal. Marco merasa sikap Zissy terlalu berlebihan terhadap keponakannya. Apalagi dengan kalimat bernada tuduhan itu. Marco merasa Zissy sedang memojokkan keponakannya.

“Kamu, tunggu Om di mobil,” ucapnya sembari menepuk pundak Zissy. “Ada hal yang perlu Om bicarakan dengan Bu Zissy."

Sandra menganggukkan kepalanya, walau sebenarnya dia merasa enggan untuk meninggalkan mereka berdua. Marco dan bu Zissy terlalu mencurigakan baginya. Bagaimana bisa mereka kenal satu sama lain. Dan hubungan canggung yang terlihat di antara keduanya, sungguh-sungguh membuatnya curiga.

Marco mengikuti langkah Cassandra dengan sudut matanya. Sesaat kemudian, ia kembali menatap lawan bicaranya. "Kenapa kamu melakukannya?" tanyanya langsung pada inti permasalahan.

"Maaf," ucap Zissy. "Sebenarnya … aku cuma ingin menghabiskan malam sama kamu. Berbincang dan mengenang masa-masa indah yang pernah kita lalui bersama sepuluh tahun yang lalu. Tapi …."

Zissy menghentikan kalimatnya. Ia menghela napas panjang sementara matanya menatap mobil yang baru saja dimasuki oleh Cassandra. "Sepertinya kamu sudah berubah. Bahkan seleramu juga tidak lagi sama."

"Apa maksud kamu?"

Zissy mengedikkan pundaknya. "Sekarang aku paham, kamu tidak akan pernah kumiliki. Aku tidak akan menunggumu lagi."

Marco tertawa pelan. Ia mulai memahami jalan pikiran perempuan di hadapannya. Lelaki itu menoleh dan mengarahkan telunjuknya pada mobil yang sejak tadi diawasi oleh Zissy. "Dia? Kamu cemburu sama dia?" tanyanya.

"Tidak," tukasnya. "Untuk apa aku cemburu? Kita sudah berpisah selama sepuluh tahun. Aku bahkan tidak tahu dan tidak peduli siapa saja perempuan yang sudah kau tiduri."

Marco tak bisa menahan tawanya. Ia tidak menyangka bahwa Zissy akan mengalihkan kesalahannya dan menyerangnya dengan sebuah kecemburuan.

"Zissy … Zissy. Kamu ini nggak pernah berubah." Marco menghentikan tawanya. Ia tak mau membuang waktu dan membiarkan Cassandra menunggu terlalu lama. "Kamu ingat apa alasan kita putus sepuluh tahun yang lalu?"

Zissy terdiam. Memorinya seakan diputar ulang dengan paksa oleh kata-kata yang diucapkan oleh Marco. Ia ingat betapa sakit perasaannya ketika Marco memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Kamu terlalu posesif. Saat itu, siapapun yang dekat denganku, kamu serang," ucap Marco. "Hubungan seperti ini tidak akan pernah berhasil. Kamu tidak pernah mempercayaiku."

"Aku memang dikuasai kecemburuan saat itu. Tapi bukankah aku jauh lebih baik dari kamu." Zissy menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Apa maksudmu?"

"Setidaknya aku tidak membodohi anak di bawah umur untuk menjadi pacarku," sahut Zissy dengan tatapan remeh.

Sekali lagi Marco dibuat tertawa oleh tuduhan Zissy. Ia menggelengkan kepalanya dan menoleh pada Cassandra. Tepat saat itulah ia melihat raut kesal gadis yang menunggunya di dalam mobil itu.

"Om Marco! Panas nih!" teriaknya. "Cepetan! Nanti aku meleleh, loh!"

Marco mengangkat satu tangannya dan kembali menatap Zissy.

"Aku akan sangat bersyukur jika hal itu benar. Tapi sayang sekali, dia keponakan kesayanganku. Aku tak akan membiarkan siapapun menyakitinya, termasuk kamu."

Kalimat yang diucapkan oleh Marco lebih terdengar seperti sebuah ancaman bagi Zissy. Namun Zissy tidak merasa takut, karena kini ia tahu bahwa Zissy adalah keponakan Marco. Justru ia merasa lega karena ia tahu Marco tidak mungkin memacari keponakannya sendiri. Itu berarti masih ada peluang walau sedikit, untuk hubungan di antara mereka. Dan satu hal yang lebih penting, Zissy tahu bahwa Cassandra adalah titik kelemahan Marco.

Setelah cukup memberikan peringatan pada Bu Zissy, akhirnya mereka pun pulang. Sepanjang perjalanan, Cassandra memperhatikan gerak-gerik Marco. Ia merasa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan pamannya itu darinya.

"Kenapa? Kok melotot gitu?" tanya Marco saat menyadari sepasang mata yang memperhatikannya dalam diam.

Cassandra menggelengkan kepalanya. Ia merasa canggung untuk menanyakan apa yang ada di dalam pikirannya, walau dalam hatinya penuh pertanyaan. Cukup lama ia mengamati gerak-gerik kedua makhluk dewasa itu dari dalam mobil. Dan dari bahasa tubuh Bu Zissy, tampak jelas bahwa keduanya pernah akrab.

"Apa?" tanya Marco sekali lagi saat melihat wajah penuh rasa ingin tahu Casaandra. "Katakan saja sama Om."

"Eng …. Anu, apa Om Marco sama Bu Zissy saling mengenal? Memangnya ada hubungan apa antara kalian berdua? Apa kalian berdua berpacaran?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status