Home / Romansa / Gairah Liar Mantan Suamiku / Bab 4. Kelelahan dan Kerinduan

Share

Bab 4. Kelelahan dan Kerinduan

last update Last Updated: 2025-07-30 15:26:27

Maira melangkah memasuki apartemen kecil miliknya, dengan langkah kaki gontai. Tas kerja yang biasanya terasa ringan kini terasa seperti beban berat di bahunya. Pintu apartemen tertutup dengan bunyi klik yang pelan, dan dia langsung bersandar sejenak di balik pintu sembari memejamkan mata.

Hari ini benar-benar menguras segala tenaga dan emosinya. Bukan hanya karena persiapan presentasi yang detail dan meeting penting dengan investor, tetapi lebih dari itu—karena dia harus berhadapan dengan masa lalu yang sudah dia kira terkubur rapi. Bertemu dengan Dirga setelah tiga tahun berpisah, dan harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan Cakra, membuat dadanya menjadi sangat sesak.

Maira melepas sepatu flat shoes hitam pemberian sekretaris Dirga dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki telanjang. Apartemen satu kamar tidur ini memang sederhana, tetapi dia telah menata sedemikian rupa agar terasa hangat dan nyaman untuk dirinya dan Arjuna.

Sesampainya di kamar, Maira langsung membaringkan diri di tepi tempat tidur. Tangan wanita cantik itu terangkat untuk mengusap wajah dengan lelah, merasakan sisa-sisa make-up yang mulai luntur karena hari yang panjang.

“Kenapa harus Dirga yang menjadi partner bisnis Cakra?”

Maira sama sekali tidak tahu bahwa Cakra dan Dirga adalah teman dekat. Tadi dia baru saja mendengar cerita dari Cakra, bahwa Cakra dulu sedang menempuh program MBA di London dan jarang pulang ke Indonesia. Itu mungkin memang alasan kuat di mana Cakra tak datang ke pernikahannya dengan Dirga dulu.

Nama Cakra Nagra memang pernah disebutkan Dirga beberapa kali sebagai teman kuliah mantan suaminya itu, tetapi Maira tidak pernah bertemu langsung dengannya. Siapa sangka, takdir membawanya dengan keadaan di mana Cakra menjadi atasannya dan memberikan kesempatan kedua dalam hidupnya.

Ironi kehidupan memang kadang terlalu rumit untuk dipahami.

Maira merasakan dadanya sesak ketika mengingat tatapan Dirga tadi. Mata itu masih sama—tajam tapi dalam, seolah bisa membaca setiap sudut hatinya.

“Tidak boleh,” bisik Maira pada dirinya sendiri, meneguhkan dengan sekuat mungkin. “Aku sudah berjanji untuk tidak lagi terjebak dalam perasaan itu. Perasaan itu sudah mati.”

Tiba-tiba, suara bel apartemen berbunyi nyaring, memecah keheningan dan lamunan Maira. Wanita cantik itu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu depan—dan membuka pintu.

“Mama!” seru Arjuna dengan riang sambil berlari memeluk kaki Maira.

Maira tersenyum melihat putranya datang. Dia langsung mengangkat Arjuna, sembari memberikan kecupan di pipu bulat putranya itu. “Anak Mama yang ganteng sudah pulang. Tadi, Arjuna main apa aja tadi sama Tante Sari, hm?” tanyanya lembut, penuh dengan kasih sayang.

“Arjuna gambar pesawat, Mama! Pesawatnya besar banget!” jawab Arjuna dengan antusias sambil merentangkan tangannya lebar-lebar.

Sari, seorang wanita yang baik hati itu, tersenyum sambil menyerahkan tas kecil Arjuna. “Arjuna hari ini sangat pintar, Mbak Maira. Dia makan siang dengan lahap dan tidur siang juga nyenyak.”

“Oh, begitu ya. Terima kasih banyak, Tante Sari. Maaf merepotkan,” ucap Maira lembut, sembari menatap Sari.

“Tidak apa-apa, Mbak. Saya senang mengasuh Arjuna. Dia anak yang manis,” balas Sari sambil mengusap kepala Arjuna dengan penuh rasa sayang. “Kalau begitu, saya pamit dulu ya, Mbak.”

Maira mengangguk. “Hati-hati, Tante Sari.”

Setelah Sari pergi, Maira menutup pintu dan menatap Arjuna yang masih dalam pelukannya. Anak laki-laki itu memiliki mata bulat yang persis seperti ayahnya, tetapi senyuman hangat yang mewarisi dari Maira.

“Arjuna mau mandi dulu nggak? Badan Arjuna lengket nih habis main seharian, terus bau acem nih bau acem,” tanya Maira sambil mencubit hidung kecil anaknya.

“Iya, Mama! Aku mau main air!” jawab Arjuna dengan semangat.

“Main air, ya? Oke, ayo kita main air, Kapten! Whoosh!” Maira membawa Arjuna ke kamar mandi dan mulai menyiapkan air hangat di bak mandi kecil. Dia menuangkan sabun mandi khusus anak-anak yang berbau strawberry, membuat busa-busa putih mengapung di permukaan air.

Arjuna tertawa riang sambil bermain dengan busa sabun. Dia membentuk busa menjadi jenggot palsu di dagunya, membuat Maira ikut tersenyum melihat tingkah lucunya.

Di tengah kegiatan memandikan anaknya, tiba-tiba Arjuna mengeluarkan suara babbling yang tidak jelas. “Papa ... Papa ...”

Maira terdiam sejenak, tangannya berhenti mengusap rambut Arjuna. Jantungnya berdebar mendengar kata itu keluar dari mulut kecil anaknya yang masih berusia 2 tahun. Ya, Arjuna memang sudah pintar berbicara meski masih baru berusia 2 tahun. Pelafalan ucapan Arjuna cukup jelas.

Arjuna menggumam panjang dengan bahasa bayi yang kini terdengar tidak jelas, tetapi mata besar dan polosnya menatap Maira dengan penuh rasa ingin tahu. Tangannya yang kecil bermain dengan air sambil terus mengulangi kata ‘Papa’ berkali-kali.

Maira merasakan dadanya sesak. Dia mengusap pipi Arjuna dengan lembut, merasakan kulit halus anaknya yang masih basah karena air mandi. Sungguh, dia tak tahu harus berkata apa pada Arjuna. Hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah hanya diam. Pun usia Arjuna masih terlalu kecil untuk memahami semuanya.

“Waktu mandi sudah selesai, Sayang,” ucap Maira sambil mengangkat Arjuna dari bak mandi dan membungkus dengan handuk berbulu yang lembut.

Arjuna memeluk leher Maira erat-erat, dan Maira merasakan kehangatan tubuh kecil anaknya. Jujur, di saat seperti ini, Maira selalu bertanya-tanya apakah keputusannya untuk tidak memberi tahu Dirga pada Arjuna adalah sudah tepat? Atau mungkin dia salah? Namun, tidak! Ingatan Maira mengingat bahwa dia tak mau merusak kebahagiaan Dirga sekarang. Dia yakin Dirga telah hidup bahagia dengan wanita yang dicintai mantan suaminya itu.

***

Dirga memasuki rumah mewahnya di kawasan elite Pondok Indah dengan langkah yang berat. Tas kerjanya dijatuhkan begitu saja di lantai marmer yang mengkilap, sedangkan tubuhnya langsung membanting diri ke sofa kulit Italia yang mahal. Desahan panjang keluar dari bibirnya, memecah keheningan ruang tamu yang luas namun terasa dingin.

Rumah ini memang megah—dengan chandelier kristal yang berkilauan, lukisan-lukisan mahal yang menghiasi dinding, dan furniture mewah yang tertata rapi. Namun semua kemewahan itu tidak bisa mengisi kekosongan yang menggerogoti dadanya, terutama setelah pertemuan dengan Maira tadi siang.

Dirga memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan wajah Maira yang terus menghantui pikirannya. “Kenapa harus Maira yang menjadi sekretaris Cakra?” gumamnya pelan sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Tidak lama kemudian, suara langkah kaki berhak tinggi terdengar dari arah tangga. Dirga membuka mata dan melihat sosok Amara—istrinya—turun dari lantai dua dengan penampilan yang sangat menawan. Wanita berusia 28 tahun itu mengenakan dress hitam ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, dengan makeup yang sempurna dan rambut pirang yang ditata dengan gaya Hollywood glamour.

Amara Jayanti, adalah seorang model ternama yang Dirga nikahi tiga tahun lalu. Pernikahan mereka terjadi hanya dua bulan setelah perceraiannya dengan Maira—sebuah keputusan yang kini mulai dia pertanyakan.

Dirga duduk tegak dan memperhatikan penampilan istrinya. “Kamu mau pergi ke mana? Kenapa dandan serapih ini?” tanyanya dengan sorot mata menginterogasi.

Amara berhenti di depan cermin besar yang menghiasi dinding ruang tamu, memeriksa penampilannya sekali lagi sambil memperbaiki lipstik merah maroonnya. “Aku ada gathering dengan girls. Kamu tahu kan, Clarissa baru saja kembali dari Paris dan dia mengadakan dinner party di rumahnya.”

“Girls?” Dirga mengerutkan dahi. Dia tahu persis siapa yang dimaksud Amara—sekelompok istri pengusaha kaya yang gemar menghabiskan waktu untuk berbelanja, gosip, dan pamer kekayaan di media sosial. Jujur, dia sedikit tak suka dengan sifat Amara ini.

“Iya, sayang. Clarirsa dan teman-temanku yang lainnya. Kita sudah lama nggak kumpul-kumpul,” jawab Amara sambil mengambil tas Hermès limited edition-nya dari meja konsol.

Dirga merasakan kelelahan yang mendalam, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Hari ini sudah cukup berat baginya, dan yang dia butuhkan sekarang adalah ketenangan di rumah bersama istrinya.

“Amara, bisakah kamu nggak pergi hari ini?” pinta Dirga dengan suara yang lelah. “Aku ... aku butuh kamu di rumah malam ini.”

Amara menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. Jarang sekali Dirga meminta hal seperti ini. Biasanya, suaminya itu sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tidak pernah mempermasalahkan aktivitas sosialnya.

“Kenapa, Sayang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Amara sambil berjalan mendekat dan duduk di sandaran sofa, tepat di samping Dirga.

Dirga menggeleng pelan, memilih untuk tak bercerita. Sebab, jika dia bercerita tentang bertemu Maira, maka permasalahan akan semakin banyak, membuat kepalanya terasa ingin pecah.

Amara tersenyum tipis dan mencium pipi Dirga dengan lembut, meninggalkan jejak lipstik merah di pipi suaminnya. “Sayang, aku sudah berjanji dengan teman-temanku. Lagipula, gathering ini penting untuk networking. Kamu tahu kan, suami Clarissa baru saja membuka bisnis fashion di Eropa. Siapa tahu ada peluang kerja sama.”

Dirga menatap mata Amara yang indah, mencari kehangatan yang dulu sebelum menikah pernah dia rasakan. Namun yang dia temukan hanyalah tatapan yang kosong. Entah kenapa sejak dia menikah dengan Amara, hatinya pada wanita itu berubah total.

“Aku nggak akan pulang terlalu malam, okay? Mungkin sekitar jam sebelas, aku sudah pulang,” ucap Amara sambil bangkit dari sofa dan memeriksa penampilannya sekali lagi di cermin. “Love you, Sayang,” lanjutnya mengecup pipi Dirga sekali lagi, sebelum berjalan menuju pintu depan dengan langkah tergesa-gesa.

Suara pintu yang tertutup menggema di ruang tamu yang luas, meninggalkan Dirga sendirian dengan pikirannya yang kacau. Pria tampan itu kini bangkit dari sofa dan berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumahnya. Pemandangan kolam renang yang indah dengan lampu-lampu yang berkilauan tidak mampu mengalihkan perhatiannya dari perasaan hampa yang menggerogoti dadanya.

Dirga mulai merenungi tentang pernikahannya dengan Amara. Tiga tahun yang lalu, ketika dia memutuskan untuk menikahi model cantik itu, dia pikir itu adalah keputusan yang tepat. Amara cantik, populer, dan sempurna untuk menjadi istri seorang CEO sukses seperti dirinya. Pernikahan mereka bahkan menjadi berita utama di majalah-majalah ternama. Namun seiring berjalannya waktu, dia mulai menyadari bahwa pernikahan mereka hanyalah sebuah pertunjukan samata.

Shit!” umpat Dirga di kala merasakan perasaan yang tidak nyaman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 5. Terpaksa Berdua

    {Maira, tolong gantikan saya visit proyek di Bandung. Ada hal yang harus saya lakukan, dan tidak bisa ditinggal. Saya sudah kirim pesan pada Dirga tentang kendala saya tidak bisa visit proyek. Kamu bisa pergi dengan Dirga untuk visit proyek.}Maira terdiam membaca pesan masuk dari Cakra. Embusan napasnya terdengar. Kepalanya pagi itu tiba-tiba saja mendadak pusing luar biasa. Dia baru saja bergegas ingin ke kantor, tetapi pesan masuk dari bosnya seketika membuat otaknya menjadi blank.“Kenapa harus aku?” gumam Maira seraya menunjukkan jelas kegelisahan yang membentang di dalam diri. Dia tidak menyangka bosnya akan mengirim pesan di pagi hari, dan gilanya memintanya visit project bersama Dirga—mantan suaminya.Pikiran Maira berkecamuk tak menentu. Wanita cantik itu sangat ingin menolak, tapi tak mungkin dia menolak atasan. Dia sadar dirinya hanya karyawan biasa. Jika menolak, bisa saja Cakra memecatnya. Oh Tidak! Maira tak mau itu sampai terjadi. Dia sudah berjuang keras mendapatkan pe

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 4. Kelelahan dan Kerinduan

    Maira melangkah memasuki apartemen kecil miliknya, dengan langkah kaki gontai. Tas kerja yang biasanya terasa ringan kini terasa seperti beban berat di bahunya. Pintu apartemen tertutup dengan bunyi klik yang pelan, dan dia langsung bersandar sejenak di balik pintu sembari memejamkan mata.Hari ini benar-benar menguras segala tenaga dan emosinya. Bukan hanya karena persiapan presentasi yang detail dan meeting penting dengan investor, tetapi lebih dari itu—karena dia harus berhadapan dengan masa lalu yang sudah dia kira terkubur rapi. Bertemu dengan Dirga setelah tiga tahun berpisah, dan harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan Cakra, membuat dadanya menjadi sangat sesak.Maira melepas sepatu flat shoes hitam pemberian sekretaris Dirga dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki telanjang. Apartemen satu kamar tidur ini memang sederhana, tetapi dia telah menata sedemikian rupa agar terasa hangat dan nyaman untuk dirinya dan Arjuna.Sesampainya di kamar, Maira langsung membaringkan di

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 3. Pertemuan yang Canggung

    Waktu seakan berhenti ketika mata Maira dan Dirga bertemu. Keduanya masih terpaku dalam keheningan yang mencekam, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Tiga tahun berlalu, tapi perasaan yang dulu pernah ada masih tersimpan di sudut hati masing-masing.Maira merasakan jantungnya berdetak kencang, sedangkan Dirga berusaha keras mengendalikan ekspresi wajahnya agar tidak menunjukkan keterkejutan yang luar biasa. Mereka sadar bahwa ada Cakra di tengah-tengah mereka—yang mana mereka tak ingin membuat Cakra menjadi curiga.Dirga berdeham pelan, berusaha menguasai dirinya. “Selamat siang, Maira?” ucapnya dengan nada profesional, meskipun suaranya sedikit menunjukkan rasa yang sulit ungkapkan.“Maira. Maira Kiara Dewi,” jawab Maira dengan senyuman tipis yang dipaksakan. Suaranya terdengar tenang, tetapi hatinya bergejolak hebat. “Senang berkenalan dengan Anda, Pak Dirgantara.” Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, berusaha terlihat profesional meskipun tangannya sedikit gemeta

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 2. Pertemuan yang Tak Terduga

    Tiga tahun berlalu … Sejak percerain, hidup Maira telah berubah total. Wanita cantik berusia 28 tahun itu menata ulang kehidupannya sendiri. Tidak mudah, tetapi tidak ada yang sulit bagi setiap orang yang mau berjuang. Seperti dirinya.Maira duduk di kursi meja kerjanya, memandangi layar komputer dengan fokus tinggi. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyelesaikan laporan terakhir untuk presentasi hari ini. Rambutnya yang dulu panjang kini dipotong sebahu, memberikan kesan profesional yang tegas, tetapi tetap anggun dan menawan.“Mama, aku sudah selesai makan,” suara kecil mengalihkan perhatian Maira dari pekerjaannya.Maira menoleh dan tersenyum melihat sosok kecil berusia tiga tahun yang sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Arjuna Dirgantara—nama yang dia berikan untuk anaknya, tanpa embel-embel Hartono. Anak laki-laki itu memiliki mata bulat yang persis seperti ayahnya, tetapi senyuman hangat yang mewarisi dari Maira.“Arjuna sudah pintar ya, makan sendiri,” puji Mai

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 1. Awal dari Sebuah Perpisahan  

    “Tanda tangani surat cerai ini.”Maira terdiam, dengan raut wajah muram di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Dirga—suami yang sangat dia cintai. Hatinya seketika tercabik akan perintah terbantahkan itu. Tampak jelas matanya sudah nyaris mengeluarkan air mata, tapi dia menahan diri agar tak menangis di depan suaminya.“K-kita cerai, Mas?” tanya Maira lirih, menatap sang suami dengan permintaan penjelasan.Dirga membuang pandangannya, menunjukkan aura wajah yang tak peduli. “Amara hamil. Aku harus menikahinya. Aku harus memilih, lagi pula dari awal pernikahan kita hanya perjodohan saja. Sekarang orang tuaku sudah nggak ada, jadi nggak ada lagi alasan untuk kita bertahan.”Maira menunduk, menahan sesak di dada. Pernikahannya dan suaminya itu baru satu tahun. Dia menikah dengan suaminya karena dijodohkan. Orang tuanya dan orang tua suaminya itu saling dekat, membuat perjodohan terjadi. Namun, sayang semesta berkehendak lain. Tepatnya beberapa bulan lalu kedua orang tua suaminya itu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status