Home / Romansa / Gairah Liar Mantan Suamiku / Bab 2. Pertemuan yang Tak Terduga

Share

Bab 2. Pertemuan yang Tak Terduga

last update Last Updated: 2025-07-30 15:26:02

Tiga tahun berlalu …

Sejak percerain, hidup Maira telah berubah total. Wanita cantik berusia 28 tahun itu menata ulang kehidupannya sendiri. Tidak mudah, tetapi tidak ada yang sulit bagi setiap orang yang mau berjuang. Seperti dirinya.

Maira duduk di kursi meja kerjanya, memandangi layar komputer dengan fokus tinggi. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyelesaikan laporan terakhir untuk presentasi hari ini. Rambutnya yang dulu panjang kini dipotong sebahu, memberikan kesan profesional yang tegas, tetapi tetap anggun dan menawan.

“Mama, aku sudah selesai makan,” suara kecil mengalihkan perhatian Maira dari pekerjaannya.

Maira menoleh dan tersenyum melihat sosok kecil berusia tiga tahun yang sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Arjuna Dirgantara—nama yang dia berikan untuk anaknya, tanpa embel-embel Hartono. Anak laki-laki itu memiliki mata bulat yang persis seperti ayahnya, tetapi senyuman hangat yang mewarisi dari Maira.

“Arjuna sudah pintar ya, makan sendiri,” puji Maira seraya bangkit dari kursi, dan berjongkok di hadapan anaknya. “Mama harus berangkat kerja sebentar lagi. Arjuna main sama Tante Sari dulu ya?”

Arjuna mengangguk antusias, dengan raut wajah yang riang gembira. “Iya, Mama. Tante Sari mau ajarin Arjuna gambar pesawat!”

Maira mengecup kening anaknya dengan lembut. Tiga tahun ini, dia membesarkan Arjuna sendirian dengan bantuan Sari—tetangga baik hati yang juga menjadi pengasuh Arjuna saat Maira bekerja. Hidup memang tidak mudah, tapi Maira bersyukur bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya.

Setelah menyiapkan Arjuna dan memberikan instruksi kepada Sari, Maira bergegas menuju kantor. Gedung Wiratama Group menjulang tinggi di kawasan bisnis Jakarta, tempat di mana dia telah bekerja selama dua tahun terakhir sebagai sekretaris direktur utama.

Sesampainya di lantai dua puluh lima, Maira langsung menuju meja kerjanya yang berada tepat di depan ruangan Cakra Nagra—direktur utama Wiratama Group. Pria tampan berusia 31 tahu itu dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan adil. Maira sangat menghormatinya, tidak hanya sebagai atasan, tapi juga sebagai sosok yang telah memberikan kesempatan kepadanya untuk memulai hidup baru.

“Maira, bisa masuk sebentar?” suara berat Cakra terdengar dari interkom.

“Baik, Pak,” jawab Maira seraya mengambil iPad dan notes-nya, lalu mengetuk pintu ruangan Cakra.

“Silakan masuk,” titah Cakra tegas.

Ruangan Cakra tertata rapi dengan dominasi warna abu-abu dan hitam. Jendela besar menghadap ke arah kota Jakarta yang sibuk. Cakra duduk di balik meja kerjanya yang besar, mengenakan kemeja putih dengan jas abu-abu yang membuatnya terlihat sangat profesional.

“Silakan duduk,” ucap Cakra sambil menunjuk kursi di hadapan mejanya. “Bagaimana laporan pembangunan supermarket di Bandung? Launching-nya tinggal dua minggu lagi.”

Maira membuka tabletnya dengan cekatan. “Progres pembangunan sudah mencapai sembilan puluh lima persen, Pak. Tim konstruksi memastikan akan selesai tepat waktu. Untuk perizinan, semua dokumen sudah lengkap dan telah mendapat persetujuan dari pemerintah daerah. Tim marketing juga sudah menyiapkan strategi grand opening dengan target pengunjung lima ribu orang di hari pertama.”

Cakra mengangguk puas sambil memperhatikan data yang ditampilkan Maira. “Excellent.” Pria itu tersenyum tipis—ekspresi yang jarang dia tunjukkan. “Kamu memang sekretaris terbaik yang pernah saya punya, Maira. Persiapanmu selalu detail dan tidak pernah ada yang terlewat.”

Maira merasa pipinya sedikit memanas mendengar pujian tersebut. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan tugas saya.”

“Nah, karena proyeknya berjalan lancar, saya ingin kamu ikut saya untuk meeting dengan salah satu investor proyek ini. Sebenarnya, dia tertarik menginvestasikan uangnya untuk pengembangan cabang di kota lain. Dan saya ingin kamu hadir di meeting itu, menemani saya.”

“Tentu, Pak. Jam berapa meeting-nya?” tanya Maira sopan.

Cakra melihat jam tangannya. “Jam dua siang. Lokasinya di daerah Jakarta Selatan, perusahaan itu cukup besar, kamu pasti pernah dengar nama perusahaannya. Hartono Group. Kamu bawa semua data keuangan dan proyeksi keuntungan untuk lima tahun ke depan. Partner ini sangat detail dalam menganalisis investasi.”

“H-hartono Group?” Maira sedikit terkejut mendengar nama perusahaan itu.

“Ya, Hartono Group. Oh ya, partner ini adalah teman lama saya dari kuliah. Dia cukup keras dalam bernegosiasi, jadi kita harus benar-benar siap,” ucap Cakra memberi tahu.

Jantung Maira seketika berdebar keras mendengar nama perusahaan itu. Hartono Group. Tidak mungkin itu adalah perusahaan milik ... Dirga? Mantan suaminya? Maira berusaha menenangkan diri, tapi itu benar-benar sulit.

“Ada yang salah, Maira?” tanya Cakra yang memperhatikan perubahan ekspresi wajah Maira.

“Tidak, Pak. Saya baik-baik saja,” jawab Maira cepat sambil memaksakan senyum. “Saya akan kembali ke meja untuk menyiapkan dokumen.”

“Baik. Kita berangkat jam setengah dua,” balas Cakra, dan Maira terpaksa mengangguk patuh.

Maira tidak pumya pilihan lain, selain mematuhi apa yang dikatakan bosnya itu. Tampak jelas raut wajah wanita cantik itu memancarkan jelas kecemasan yang meggerogoti dirinya.

***

Perjalanan menuju kantor Hartono Group memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Selama di mobil, Cakra bercerita tentang masa kuliahnya dengan ‘si pemilik Hartono Group’ tanpa benar-benar menyebutkan nama depan dari sang pemilik. Pun Maira berusaha membawa dirinya dengan baik saat mendengarkan cerita Cakra. Wanita itu hanya mendengarkan sambil berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat.

Gedung Hartono Group terlihat megah dengan arsitektur modern. Logo perusahaan terpampang besar di bagian depan gedung. Maira mengikuti Cakra memasuki lobi yang mewah dengan langit-langit tinggi dan chandelier kristal yang berkilauan.

“Selamat siang, kami ada janji dengan Pak Dirgantara Hartono,” ucap Cakra kepada resepsionis.

“Baik, Pak. Silakan naik ke lantai 58. Pak Dirgantara sudah menunggu di ruang meeting,” jawab sang resepsionis sopan.

Cakra berbalik, dia melihat wajah Maira mendadak pucat. “Maira, are you okay?”  tanyanya merasa khawatir pada Maira.

Maira tertegun, dia buru-buru berdeham. “Maaf, Pak. Siapa … nama teman bapak yang memimpin perusahaan ini?” tanyanya pelan. Meski dia tahu bahwa pemimpin Hartono Group adalah Dirga, tetapi dia tetap bertanya untuk memastikan kembali.

“Dirgantara Hartono.” Satu alis Cakra terangkat. “Dia teman kuliahku, apa ada masalah?” tanyanya memastikan.

Maira menggeleng berusaha menenangkan rasa cemas yang melanda di dalam dirinya. “Tidak, Pak. Saya hanya tidak mendengar dengan jelas tadi,” jawabnya sopan.

Cakra mengangguk, lalu masuk ke dalam lift bersama dengan Maira. Namun, tatapan pria itu menatap wajah Maira yang tampak jelas menunjukkan rasa guup.

“Kamu nervous?” tanya Cakra memperhatikan Maira.

“Sedikit, Pak. Ini meeting besar pertama saya dengan partner eksternal,” jawab Maira ragu-ragu. Wanita itu tidak berbohong soal rasa gugupnya, tapi dia tidak yakin apa yang membuatnya seperti ini.

Lift berhenti di lantai 58. Maira dan Cakra berjalan menelusuri koridor yang dipenuhi lukisan abstrak dan pot tanaman hias yang indah. Tampak Seorang sekretaris menyambut mereka dan mengantar ke ruang meeting.

“Pak Dirgantara, tamu Anda sudah datang,” ucap sekretaris tersebut melalui interkom.

“Baik, suruh masuk,” jawab Dirga dari seberang sana.

Suara itu. Maira mengenali suara itu dengan sangat baik. Suara yang dulu selalu dia rindukan, suara yang dulu dia harapkan mengucapkan kata-kata cinta, tetapi ternyata meminta dirinya menandatangani surat cerai.

Pintu ruang meeting terbuka, dan sosok pria tinggi berpostur gagah memakai setelan berjas hitam berdiri memunggunginya sambil memandang pemandangan kota dari jendela besar.

“Dirga!” seru Cakra dengan antusias.

Pria itu berbalik, menampakkan wajah tampan dengan rahang tegas dan mata tajam yang khas. Dirgantara Hartono—mantan suami Maira, kini berdiri di hadapan Cakra dengan senyuman tipis.

“Cakra, lama tidak bertemu,” ucap Dirga sambil melangkah maju dan berjabat tangan dengan Cakra.

“Ah, ya begitulah. By the way, aku ke sini bersama dengan sekretarisku. Aku sengaja bawa supaya sekretarisku mencatat detail kerja sama kita” Cakra menggeser tubuhnya sedikit, memberi ruang agar Maira bisa terlihat oleh lawan bicaranya. “Kenalkan dia Maira Kiara Dewi, sekretarisku. Dia sekretaris yang selalu aku andalkan,” lanjutnya memperkenalkan diri Maira pada Dirga.

Dirga perlahan menolehkan kepala. Tampak seketika tubuhnya membeku melihat sosok yang sudah lama tidak lihat. Pun matanya membulat sempurna saat melihat sosok wanita yang berdiri di samping Cakra. Wajah yang sangat dia kenal, meskipun kini terlihat lebih dewasa dan profesional.

Maira memilih tetap tenang di tempatnya di kala Dirga menatapnya dengan tatapan keterkejutan. Ya, dia sendiri tak menyangka akan kembali bertemu dengan Dirga Hartono. Dia berpikir perusahaan tempat dia bekerja tak memiliki kerja sama dengan Hartono Group. Sebab dua tahun dia bekerja di perusahaan milik Cakra Nagra—belum pernah bosnya itu membahas tentang Hartono Group.

Ini bagaikan mimpi. Mungkin bisa dikatakan seperti mimpi buruk. Maira ingin menghindar, tetapi dia sadar bahwa dirinya membutuhkan uang. Jika dia lari, sama saja dengan menghancurkan kehidupannya. Tidak ada pilihan lain, selain menjalani semua ini—meski benar-benar terpaksa.

Ruangan itu kini membentang keheningan. Maira dan Dirga saling menatap satu sama lain. Terpaku penuh keterkejutan. Dalam keheningan yang tidak bisa dijelaskan, keduanya terjebak dalam memori lama yang seakan-akan tidak pernah bisa dihilangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 5. Terpaksa Berdua

    {Maira, tolong gantikan saya visit proyek di Bandung. Ada hal yang harus saya lakukan, dan tidak bisa ditinggal. Saya sudah kirim pesan pada Dirga tentang kendala saya tidak bisa visit proyek. Kamu bisa pergi dengan Dirga untuk visit proyek.}Maira terdiam membaca pesan masuk dari Cakra. Embusan napasnya terdengar. Kepalanya pagi itu tiba-tiba saja mendadak pusing luar biasa. Dia baru saja bergegas ingin ke kantor, tetapi pesan masuk dari bosnya seketika membuat otaknya menjadi blank.“Kenapa harus aku?” gumam Maira seraya menunjukkan jelas kegelisahan yang membentang di dalam diri. Dia tidak menyangka bosnya akan mengirim pesan di pagi hari, dan gilanya memintanya visit project bersama Dirga—mantan suaminya.Pikiran Maira berkecamuk tak menentu. Wanita cantik itu sangat ingin menolak, tapi tak mungkin dia menolak atasan. Dia sadar dirinya hanya karyawan biasa. Jika menolak, bisa saja Cakra memecatnya. Oh Tidak! Maira tak mau itu sampai terjadi. Dia sudah berjuang keras mendapatkan pe

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 4. Kelelahan dan Kerinduan

    Maira melangkah memasuki apartemen kecil miliknya, dengan langkah kaki gontai. Tas kerja yang biasanya terasa ringan kini terasa seperti beban berat di bahunya. Pintu apartemen tertutup dengan bunyi klik yang pelan, dan dia langsung bersandar sejenak di balik pintu sembari memejamkan mata.Hari ini benar-benar menguras segala tenaga dan emosinya. Bukan hanya karena persiapan presentasi yang detail dan meeting penting dengan investor, tetapi lebih dari itu—karena dia harus berhadapan dengan masa lalu yang sudah dia kira terkubur rapi. Bertemu dengan Dirga setelah tiga tahun berpisah, dan harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan Cakra, membuat dadanya menjadi sangat sesak.Maira melepas sepatu flat shoes hitam pemberian sekretaris Dirga dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki telanjang. Apartemen satu kamar tidur ini memang sederhana, tetapi dia telah menata sedemikian rupa agar terasa hangat dan nyaman untuk dirinya dan Arjuna.Sesampainya di kamar, Maira langsung membaringkan di

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 3. Pertemuan yang Canggung

    Waktu seakan berhenti ketika mata Maira dan Dirga bertemu. Keduanya masih terpaku dalam keheningan yang mencekam, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Tiga tahun berlalu, tapi perasaan yang dulu pernah ada masih tersimpan di sudut hati masing-masing.Maira merasakan jantungnya berdetak kencang, sedangkan Dirga berusaha keras mengendalikan ekspresi wajahnya agar tidak menunjukkan keterkejutan yang luar biasa. Mereka sadar bahwa ada Cakra di tengah-tengah mereka—yang mana mereka tak ingin membuat Cakra menjadi curiga.Dirga berdeham pelan, berusaha menguasai dirinya. “Selamat siang, Maira?” ucapnya dengan nada profesional, meskipun suaranya sedikit menunjukkan rasa yang sulit ungkapkan.“Maira. Maira Kiara Dewi,” jawab Maira dengan senyuman tipis yang dipaksakan. Suaranya terdengar tenang, tetapi hatinya bergejolak hebat. “Senang berkenalan dengan Anda, Pak Dirgantara.” Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, berusaha terlihat profesional meskipun tangannya sedikit gemeta

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 2. Pertemuan yang Tak Terduga

    Tiga tahun berlalu … Sejak percerain, hidup Maira telah berubah total. Wanita cantik berusia 28 tahun itu menata ulang kehidupannya sendiri. Tidak mudah, tetapi tidak ada yang sulit bagi setiap orang yang mau berjuang. Seperti dirinya.Maira duduk di kursi meja kerjanya, memandangi layar komputer dengan fokus tinggi. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyelesaikan laporan terakhir untuk presentasi hari ini. Rambutnya yang dulu panjang kini dipotong sebahu, memberikan kesan profesional yang tegas, tetapi tetap anggun dan menawan.“Mama, aku sudah selesai makan,” suara kecil mengalihkan perhatian Maira dari pekerjaannya.Maira menoleh dan tersenyum melihat sosok kecil berusia tiga tahun yang sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Arjuna Dirgantara—nama yang dia berikan untuk anaknya, tanpa embel-embel Hartono. Anak laki-laki itu memiliki mata bulat yang persis seperti ayahnya, tetapi senyuman hangat yang mewarisi dari Maira.“Arjuna sudah pintar ya, makan sendiri,” puji Mai

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 1. Awal dari Sebuah Perpisahan  

    “Tanda tangani surat cerai ini.”Maira terdiam, dengan raut wajah muram di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Dirga—suami yang sangat dia cintai. Hatinya seketika tercabik akan perintah terbantahkan itu. Tampak jelas matanya sudah nyaris mengeluarkan air mata, tapi dia menahan diri agar tak menangis di depan suaminya.“K-kita cerai, Mas?” tanya Maira lirih, menatap sang suami dengan permintaan penjelasan.Dirga membuang pandangannya, menunjukkan aura wajah yang tak peduli. “Amara hamil. Aku harus menikahinya. Aku harus memilih, lagi pula dari awal pernikahan kita hanya perjodohan saja. Sekarang orang tuaku sudah nggak ada, jadi nggak ada lagi alasan untuk kita bertahan.”Maira menunduk, menahan sesak di dada. Pernikahannya dan suaminya itu baru satu tahun. Dia menikah dengan suaminya karena dijodohkan. Orang tuanya dan orang tua suaminya itu saling dekat, membuat perjodohan terjadi. Namun, sayang semesta berkehendak lain. Tepatnya beberapa bulan lalu kedua orang tua suaminya itu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status