Home / Romansa / Gairah Liar Mantan Suamiku / Bab 5. Terpaksa Berdua

Share

Bab 5. Terpaksa Berdua

last update Last Updated: 2025-07-30 15:26:41

{Maira, tolong gantikan saya visit proyek di Bandung. Ada hal yang harus saya lakukan, dan tidak bisa ditinggal. Saya sudah kirim pesan pada Dirga tentang kendala saya tidak bisa visit proyek. Kamu bisa pergi dengan Dirga untuk visit proyek.}

Maira terdiam membaca pesan masuk dari Cakra. Embusan napasnya terdengar. Kepalanya pagi itu tiba-tiba saja mendadak pusing luar biasa. Dia baru saja bergegas ingin ke kantor, tetapi pesan masuk dari bosnya seketika membuat otaknya menjadi blank.

“Kenapa harus aku?” gumam Maira seraya menunjukkan jelas kegelisahan yang membentang di dalam diri. Dia tidak menyangka bosnya akan mengirim pesan di pagi hari, dan gilanya memintanya visit project bersama Dirga—mantan suaminya.

Pikiran Maira berkecamuk tak menentu. Wanita cantik itu sangat ingin menolak, tapi tak mungkin dia menolak atasan. Dia sadar dirinya hanya karyawan biasa. Jika menolak, bisa saja Cakra memecatnya. Oh Tidak! Maira tak mau itu sampai terjadi. Dia sudah berjuang keras mendapatkan pekerjaan. Pun dia sadar bahwa dia bekerja demi menghidupi Arjuna.

Maira tak bisa berbuat apa pun, selain membalas pesan bosnya itu. Dia mengatakan ‘Baik, Pak.’ Sebagai jawaban di mana dia akan visit ke bandung bersama dengan Dirga. Ini memang sudah gila, dan dia sadar bahwa dirinya seperti berada di lingkaran api.

“Mama ….” Arjuna berjalan menghampiri Maira sambil mengunyah roti.

Maira tersenyum, sambil membelai pipi bulat Arjuna. “Anak Mama makan roti pinter banget,” jawabnya hangat, dan lembut.

Arjuna mengerjap beberapa kali. “Mama mau kerja?”

“Iya, Nak. Mama mau kerja. Mama harus cari uang banyak untuk Arjuna. Tante Sari yang akan jaga Arjuna, ya?” jawab Maira lembut.

Arjuna mengangguk patuh, dan tersenyum menanggapi ucapan Maira.

Tak selang lama Sari muncul, dan langsung mengambil Arjuna. Ya, unit apartemen Sari hanya berbeda sedikit dengan unit apartemen yang disewa oleh Maira. Bermula dari Sari yang bertemu dengan Arjuna di taman, dan akhirnya Sari menjadi pengasuh Arjuna. Bisa dikatakan Maira beruntung, karena meski tinggal di apartemen yang terkenal hidup masing-masing, dia tetap dipertemukan dengan orang baik.  

***

Taksi yang membawa Maira berhenti di depan gedung pencakar langit milik Hartono Group. Wanita cantik itu tampak mengembuskan napasnya, mencoba menenangkan diri walau itu tidak mudah. Pesan dari bosnya sangat jelas—di mana dia harus berangkat ke Bandung, mengunjungi proyek bersama dengan Dirga.

Maira tak memiliki pilihan lain. Andai saja dia memiliki pilihan, maka dia tidak akan menggantikan bosnya. Dia sadar posisinya hanya seorang karyawan biasa. Dia tidak memiliki kuasa untuk menolak. Anggap saja, ini kesialan sebentar yang hadir di hidupnya.

Wanita cantik itu kini turun dari taksi, dan melangkahkan kakinya anggun masuk ke dalam lobi perusahaan. Dia segera menuju ke lantai di mana ruang kerja Dirga berada. Sebelumnya dia sudah tahu ruang kerja Dirga, jadi dia bisa langsung menuju ruang kerja pria itu.

Ting!

Pintu lift terbuka. Maira mengatur napasnya, mencoba menenangkan dirinya. Dia memasang wajah yang menunjukkan jelas professional dalam bekerja. Meski merasa tak nyaman harus datang ke Hartono Group sendiri, tetapi dia menganggap bahwa Dirga adalah rekan bisnis perusahaannya di mana dia bekerja. Tidak memiliki hubungan pribadi sama sekali.

“Hai, Maira,” sapa Shinta di kala melihat Maira tiba.

Maira tersenyum sopan melihat sekretaris Dirga. “Hai, Shinta. Selamat pagi. Aku datang ke sini atas perintah Pak Cakra. Kebetulan hari ini pak Cakra dan Pak Dirga memiliki janji visit proyek di Bandung. Pak Cakra berhalangan hadir. Beliau memerintahkan aku yang menggantikannya. Apa Pak Dirga sudah datang?”

Shinta mengangguk. “Sudah, Maira. Pak Dirga ada di ruang kerjanya. Tadi, Pak Dirga juga sudah berpesan jika kamu sudah datang, kamu diperbolehkan masuk ke ruang kerja Pak Dirga.”

“Baiklah, kalau begitu aku akan masuk,” jawab Maira sopan sembari memberikan tote bag berisikan sepatu milik Shinta yang waktu itu dia pinjam. “Shinta, ini sepatumu yang waktu itu aku pinjam. Terima kasih sudah membantuku. Sepatumu juga sudah aku bersikan.”

Shinta menerima tote bag pemberian dari Maira itu. “Senang bisa membantumu, Maira,” balasnya hangat.

Maira melangkah menuju ruang kerja Dirga, dia mengetuk sopan, dan ketika ada intruksi dari dalam yang memintanya untuk masuk—dia segera masuk ke dalam ruangan itu, melangkah dengan langkah anggun, dan tetap menunjukkan aura professional.

“Selamat pagi, Pak Dirga,” sapa Maira sopan, dengan nada formal.

Dirga masih duduk di kursi kebesarannya, menatap penuh arti Maira yang ada di hadapannya. “Cakra sudah kirim pesan padaku. Dia bilang dia nggak bisa visit proyek karena ada urusan mendadak. Dia memerintahkanmu untuk nemenin aku ke Bandung.”

Maira mengangguk. “Benar, Pak. Saya ditugaskan Pak Cakra untuk menemani Anda visit proyek di Bandung.”

Dirga bangkit berdiri seraya mengambil ponsel dan kunci mobil yang ada di atas meja. “Dari sini ke Bandung, aku akan nyetir sendiri. Aku nggak pakai sopir. Jadi, kita hanya benar-benar berdua saja. Kamu nggak masalah, kan?” balasnya seraya mendekat pada Maira.

Maira terdiam sebentar, mendengar penjelasan Dirga. Sejak tadi dia berharap bahwa paling tidak Dirga akan membawa sopir. Namun, ternyata fakta yang ada adalah dirinya akan berdua dengan Dirga. 

“Tidak masalah, Pak. Jika menurut Anda, tidak membawa sopir membuat Anda nyaman, saya akan mengikuti,” kata Maira sopan, dan tetap berbicara dengan nada formal.

“Kita berangkat sekarang.” Dirga melangkah lebih dulu meninggalkan ruang kerjanya, dan disusul dengan Maira yang mengikutinya dari belakang. Tampak jelas Maira berdiri berjarak dari Dirga, seakan wanita itu memang tak ingin terlalu dekat.

***

Tidak ada percakapan di dalam mobil. Keheningan masih membentang. Dirga fokus pada mobilnya, dan Maira tetap duduk tenang. Keheningan itu memberikan jarak di antara dua insan yang sudah bertahun-tahun tidak lagi berjumpa.

Mereka tetap berada di kota yang sama. Hanya saja, langkah mereka berbeda. Tidak lagi berada pada tujuan yang sama. Itu yang membuat mereka bertahun-tahun tak lagi berjumpa.

Namun, takdir seakan mengajak bercanda dua insan yang sudah bertahun-tahun tak berjumpa itu. Mereka dipertemukan dalam keadaan yang sangat mustahil. Maira ternyata bekerja di perusahaan Cakra—yang ternyata teman Dirga. Hal tersebut membuat mereka sama-sama bingung dalam bersikap.

“Di maps merah. Sepertinya kita akan terjebak macet,” ucap Dirga yang memulai percakapan dahulu.

“Tidak apa-apa, Pak. Jarak Jakarta Bandung memang tidak jauh, tapi macet ke Bandung sudah hal biasa,” jawab Maira sopan.

Dirga melirik Maira sekilas. “Bisakah kalau kita bicara berdua jangan bicara formal denganku?” pintanya merasa tak nyaman di kala Maira bicara formal dengannya.

Maira terdiam sebentar, mendengar permintaan Dirga. Ada rasa tak menyangka di dalam dirinya, di kala pria itu memintanya untuk berhenti berbicara formal.

“Maaf, Pak. Anda adalah rekan bisnis bos saya. Bicara tidak formal akan menimbulkan kesalahpahaman, dan terdengar tidak sopan,” jawab Maira tetap menatap lurus ke depan, tak menatap Dirga sama sekali.

Dirga mengembuskan napas kasar. Tampak menunjukkan rasa kesal di dalam dirinya. Pria tampan itu ingin sekali membantah ucapan Maira, tetapi dia sadar dia tidak bisa untuk memaksa. Dia dan Maira sekarang adalah dua orang asing—yang mengenal dalam lingkup pekerjaan. Tidak lebih. Fakta yang membuat hatinya menjadi tak nyaman, tetapi dia tak bisa berbuat apa pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 5. Terpaksa Berdua

    {Maira, tolong gantikan saya visit proyek di Bandung. Ada hal yang harus saya lakukan, dan tidak bisa ditinggal. Saya sudah kirim pesan pada Dirga tentang kendala saya tidak bisa visit proyek. Kamu bisa pergi dengan Dirga untuk visit proyek.}Maira terdiam membaca pesan masuk dari Cakra. Embusan napasnya terdengar. Kepalanya pagi itu tiba-tiba saja mendadak pusing luar biasa. Dia baru saja bergegas ingin ke kantor, tetapi pesan masuk dari bosnya seketika membuat otaknya menjadi blank.“Kenapa harus aku?” gumam Maira seraya menunjukkan jelas kegelisahan yang membentang di dalam diri. Dia tidak menyangka bosnya akan mengirim pesan di pagi hari, dan gilanya memintanya visit project bersama Dirga—mantan suaminya.Pikiran Maira berkecamuk tak menentu. Wanita cantik itu sangat ingin menolak, tapi tak mungkin dia menolak atasan. Dia sadar dirinya hanya karyawan biasa. Jika menolak, bisa saja Cakra memecatnya. Oh Tidak! Maira tak mau itu sampai terjadi. Dia sudah berjuang keras mendapatkan pe

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 4. Kelelahan dan Kerinduan

    Maira melangkah memasuki apartemen kecil miliknya, dengan langkah kaki gontai. Tas kerja yang biasanya terasa ringan kini terasa seperti beban berat di bahunya. Pintu apartemen tertutup dengan bunyi klik yang pelan, dan dia langsung bersandar sejenak di balik pintu sembari memejamkan mata.Hari ini benar-benar menguras segala tenaga dan emosinya. Bukan hanya karena persiapan presentasi yang detail dan meeting penting dengan investor, tetapi lebih dari itu—karena dia harus berhadapan dengan masa lalu yang sudah dia kira terkubur rapi. Bertemu dengan Dirga setelah tiga tahun berpisah, dan harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan Cakra, membuat dadanya menjadi sangat sesak.Maira melepas sepatu flat shoes hitam pemberian sekretaris Dirga dan berjalan menuju kamarnya dengan kaki telanjang. Apartemen satu kamar tidur ini memang sederhana, tetapi dia telah menata sedemikian rupa agar terasa hangat dan nyaman untuk dirinya dan Arjuna.Sesampainya di kamar, Maira langsung membaringkan di

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 3. Pertemuan yang Canggung

    Waktu seakan berhenti ketika mata Maira dan Dirga bertemu. Keduanya masih terpaku dalam keheningan yang mencekam, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Tiga tahun berlalu, tapi perasaan yang dulu pernah ada masih tersimpan di sudut hati masing-masing.Maira merasakan jantungnya berdetak kencang, sedangkan Dirga berusaha keras mengendalikan ekspresi wajahnya agar tidak menunjukkan keterkejutan yang luar biasa. Mereka sadar bahwa ada Cakra di tengah-tengah mereka—yang mana mereka tak ingin membuat Cakra menjadi curiga.Dirga berdeham pelan, berusaha menguasai dirinya. “Selamat siang, Maira?” ucapnya dengan nada profesional, meskipun suaranya sedikit menunjukkan rasa yang sulit ungkapkan.“Maira. Maira Kiara Dewi,” jawab Maira dengan senyuman tipis yang dipaksakan. Suaranya terdengar tenang, tetapi hatinya bergejolak hebat. “Senang berkenalan dengan Anda, Pak Dirgantara.” Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, berusaha terlihat profesional meskipun tangannya sedikit gemeta

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 2. Pertemuan yang Tak Terduga

    Tiga tahun berlalu … Sejak percerain, hidup Maira telah berubah total. Wanita cantik berusia 28 tahun itu menata ulang kehidupannya sendiri. Tidak mudah, tetapi tidak ada yang sulit bagi setiap orang yang mau berjuang. Seperti dirinya.Maira duduk di kursi meja kerjanya, memandangi layar komputer dengan fokus tinggi. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyelesaikan laporan terakhir untuk presentasi hari ini. Rambutnya yang dulu panjang kini dipotong sebahu, memberikan kesan profesional yang tegas, tetapi tetap anggun dan menawan.“Mama, aku sudah selesai makan,” suara kecil mengalihkan perhatian Maira dari pekerjaannya.Maira menoleh dan tersenyum melihat sosok kecil berusia tiga tahun yang sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Arjuna Dirgantara—nama yang dia berikan untuk anaknya, tanpa embel-embel Hartono. Anak laki-laki itu memiliki mata bulat yang persis seperti ayahnya, tetapi senyuman hangat yang mewarisi dari Maira.“Arjuna sudah pintar ya, makan sendiri,” puji Mai

  • Gairah Liar Mantan Suamiku   Bab 1. Awal dari Sebuah Perpisahan  

    “Tanda tangani surat cerai ini.”Maira terdiam, dengan raut wajah muram di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Dirga—suami yang sangat dia cintai. Hatinya seketika tercabik akan perintah terbantahkan itu. Tampak jelas matanya sudah nyaris mengeluarkan air mata, tapi dia menahan diri agar tak menangis di depan suaminya.“K-kita cerai, Mas?” tanya Maira lirih, menatap sang suami dengan permintaan penjelasan.Dirga membuang pandangannya, menunjukkan aura wajah yang tak peduli. “Amara hamil. Aku harus menikahinya. Aku harus memilih, lagi pula dari awal pernikahan kita hanya perjodohan saja. Sekarang orang tuaku sudah nggak ada, jadi nggak ada lagi alasan untuk kita bertahan.”Maira menunduk, menahan sesak di dada. Pernikahannya dan suaminya itu baru satu tahun. Dia menikah dengan suaminya karena dijodohkan. Orang tuanya dan orang tua suaminya itu saling dekat, membuat perjodohan terjadi. Namun, sayang semesta berkehendak lain. Tepatnya beberapa bulan lalu kedua orang tua suaminya itu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status