Home / Romansa / Gairah Liar Paman Mantanku / GLPM3 : Surga atau Neraka?

Share

GLPM3 : Surga atau Neraka?

last update Huling Na-update: 2025-03-04 19:57:35

“Tapi aku belum pernah melakukan itu. Aku belum pernah berhubungan dengan lelaki manapun. Mana mungkin aku tahu apa yang kusuka dan tidak.”

Rey menatap gadis di hadapannya dengan rasa tak percaya. Tentu saja, di jaman yang semakin gila seperti sekarang, ia tak percaya masih ada gadis yang mempertahankan kesuciannya seperti Aura.

“Maksudmu … kamu belum pernah berhubungan dengan keponakanku?”

Sekali lagi Aura menggigit bibir bawahnya dengan gelisah sebelum akhirnya menundukkan kepalanya. Tatapan mata itu seperti hendak menelanjanginya. Lelaki itu seperti mempunyai kemampuan untuk membaca semua yang ada di dalam pikirannya.

“Si bodoh itu belum pernah menyentuhmu? Maksudku … katakan padaku sejauh apa dia sudah menyentuhmu selama ini,” tanyanya lagi.

Aura terdiam. Pertanyaan-pertanyaan itu membuatnya merasa tak nyaman, bahkan terlalu privacy untuk dibicarakan dengan orang yang masih termasuk asing baginya.

“Aku tahu, hari ini cukup berat buat kamu. Istirahatlah, dan pikirkan tawaran itu.”

***

“Kamu sudah gila? Kabur dengan Rey Damarta di hari pernikahanmu sendiri,” teriak Jessy sesaat setelah panggilannya diterima oleh Aura.

“Aku nggak ada pilihan, Jess,” sahut Aura lirih saking takutnya suaranya terdengar oleh sang pemilik rumah, “cuma dia satu-satunya yang mau menolongku.”

“Kamu yakin nggak mau balik lagi sama si Micho?”

“Justru, aku beruntung karena tahu semua ini sebelum terlambat,” keluh Aura, “kenapa aku begitu naif dan percaya begitu saja sama mereka? Tentang Rona … seharusnya aku mendengar nasehatmu dulu.”

“Lalu Rey Damarta, apa dia baik sama kamu?”

“Sejauh ini, dia baik.”

“Syukurlah. Aku yakin kamu aman sama dia. Dia nggak bakal sentuh kamu,” sambung Jessy, “aku dengar dia nggak suka sama perempuan. Bahkan aku nggak pernah lihat foto dia dengan perempuan manapun. Aku percaya gosip kalau dia itu penyuka sesama jenis.”

“Tapi … dia bukan homo sex, Jess,” balas Aura pelan. Ia masih ingat surat kontrak yang ditawarkan oleh Rey semalam. Surat kontrak yang isinya sangat aneh bagi Aura.

“Upsy! Kalo memang dia bukan gay, aku rasa itu lebih baik lagi,” balas Jessy, “dia termasuk salah satu penguasa di kota ini. Tampan dan memiliki banyak aset, yang bahkan para pembesar negeri ini pun enggan untuk membuat masalah dengannya.”

“Jika kamu bisa mendapatkan hatinya,” lanjutnya, “kamu adalah gadis paling beruntung. Melepaskan pecundang seperti Micho dan mendapatkan Rey Damarta sebagai gantinya.”

“Jess, aku nggak mau manfaatin dia buat ….”

“Kamu pikirkan saja dulu masak-masak. Jangan sampai kamu salah ambil keputusan seperti saat menerima lamaran Micho ke–.”

Klik!

Aura segera menutup panggilan itu saat menyadari seseorang masuk ke dalam kamarnya. Ia berusaha menutupi kegugupan dengan meletakkan ponselnya dan meneguk cepat air putih dari atas nakas.

“Nona, Tuan menunggu Anda di ruang kerjanya,” ucap wanita paruh baya itu dengan sopan.

“Ruang kerjanya?”

“Aku akan mengantar Anda ke sana.”

Perempuan itu menatap Aura dari ujung rambut hingga ujung kaki seakan sedang menghakimi penampilan gadis yang kali ini dibawa pulang oleh majikannya.

Tapi Aura mengabaikan tatapan anehnya. Diikutinya langkah perempuan itu tanpa bersuara sedikitpun hingga mereka sampai di depan sebuah ruangan.

“Dia menunggumu di dalam.”

Wanita itu berbalik dan berlalu begitu saja setelah mengatakan pesan itu.

Suara ketukan yang terdengar, membuat perhatian Rey teralihkan. Ia menatap sosok wanita ayu yang muncul dari balik pintu. Wajah pucat dalam kemeja putih oversize itu, justru memperlihatkan kecantikan alaminya. Kecantikan yang telah jarang dijumpai karena membanjirnya produk kosmetika yang selalu sukses menipu dalam setiap polesannya.

Lelaki itu menelan kasar salivanya. Ditatapnya gadis dengan rambut hitam terurai dalam kemeja yang tak bisa menyembunyikan gumpalan kenyal yang menonjol di dadanya, hingga sepasang pahanya yang mulus. Setiap gerakannya terlihat sensual di mata Rey.

“Apa kamu sudah mempertimbangkan tawaranku semalam?” tanya lelaki tampan itu dari balik mejanya. Ia berusaha menyembunyikan hasratnya sebagai seorang lelaki.

Aura menghela napas panjang. Ditatapnya sepasang manik gelap di depannya dengan perasaan bimbang. Jantungnya berdebar, saking gelisahnya ia kembali menggigit bibir bawahnya.

“Aku tidak akan menyakitimu. Kenapa kamu terus menggigit bibirmu?” ucapnya sembari berdiri dari kursinya dan melangkah. Langkahnya terhenti tepat di depan Aura.

“A–aku ….” sahutnya semakin gugup.

“Aku tidak akan memaksamu. Kalau kamu tidak mau melakukannya.”

“Om Rey, maaf kalau pertanyaan ini membuatmu kesal, tapi … kenapa aku harus menandatangani perjanjian itu? Kenapa aku harus merahasiakan semuanya?”

“Itu adalah aturanku. Aturan yang bakal menjamin supaya tidak ada kejadian yang tidak kita inginkan. Kamu bisa menambahkan apa yang kamu inginkan dan yang tidak kamu inginkan di dalamnya,” tuturnya, “semacam batasan. Role play.”

Aura tertawa dengan canggung. “Astaga. Role play? Apa ini semacam permainan?”

“Aku menyukaimu, Aura Dinata,” ucap lelaki itu.

Perlahan ia mendekatkan wajahnya, mengunci gerakan wanitanya dalam sebuah kecupan.

Aura merapatkan bibirnya dengan canggung. Ciuman ini bukan pertama kali baginya. Bahkan ia sudah dua kali mencium Rey dengan sengaja. Tapi … kali ini berbeda.

Ada perasaan aneh di dalam sana. Seperti getar-getar yang sedang menggelitik di dalam dadanya. Perasaan asing yang bahkan tak pernah dirasakannya pada Micho, cinta pertamanya.

Rey memeluk pinggang gadisnya. Diangkatnya perempuan bertubuh ramping itu ke atas meja kerjanya tanpa menghentikan pagutannya di bibirnya. Rasa manis bibir gadis itu, seperti candu. Sama sekali berbeda dengan gadis-gadis yang pernah disentuhnya.

Perlahan tangannya menyelinap di balik kemeja sang gadis untuk merasakan kulit lembutnya. Napasnya semakin memberat, seiring gairahnya yang semakin memuncak.

Sepasang tangan itu pun bergerak semakin liar dan menyelinap di balik segitiga yang membungkus sepasang gumpalan lemak di belakang sang gadis. Sesaat ia meremasnya dengan gemas tanpa menghentikan pagutannya.

Aura mulai kewalahan. Napasnya semakin berat, ditambah sentuhan liar di punggungnya semakin membuatnya larut dalam pusaran gairah yang diciptakan oleh Rey. Remasan di bokongnya membuatnya tersentak dalam sebuah kenikmatan yang tak pernah dirasakannya.

“Kamu menyukainya, Aura?” tanya Rey.

“Yah, aku menyukainya.”

Lelaki itu menyentuh bagian membuncah di dada gadisnya, meremasnya dan mengecupnya, seolah dengan sengaja meninggalkan bekas di bagian itu.

“Kamu hanya perlu menandatanganinya, Aura,” tuturnya, “dan sisanya serahkan padaku. Aku akan membuatmu menjadi wanita paling bahagia di dunia.”

“Bahagia … apa aku bisa bahagia jika hidup hanya sebagai budakmu?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Permaisuri
Minta kepastian ajalah, Aura
goodnovel comment avatar
Viva Oke
minta dinikahi dulu Aura walaupun dirahasiakan sesuai permintaan Rey.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM55

    Langit malam menggantung kelam di atas kediaman Rey. Hujan turun tak kenal henti sejak sore, seperti ingin membersihkan jejak-jejak luka yang tersisa. Tapi tidak ada yang bisa membersihkan perasaan bersalah yang mendekam di dalam hati Maureen.Dari celah tirai kamar di lantai dua, Maureen berdiri bergeming tanpa suara. Ia tahu dirinya seharusnya tidak mengintip. Tapi hatinya benar-benar tidak bisa tenang. Matanya terus memandangi sosok Rey yang duduk di kursi ruang tamu dalam diam. Cahaya lampu kuning temaram membuat wajah lelaki itu tampak lebih tua, lebih letih, memperlihatkan dengan jelas jiwanya yang hancur.Aura belum juga keluar dari kamar sejak sore tadi, sejak pertengkaran hebat itu. Sejak ia melihat Rey dan Maureen di ruang merah yang membuat hatinya hancur.Dan Maureen tahu, semua itu salahnya.Tangannya gemetar ketika menyibakkan sedikit tirai untuk melihat lebih jauh. Hanya Rey yang ada di sana. Aura sama sekali tak keluar dari kamar. Lalu suara langkah itu mulai terdenga

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM54

    Suara pintu berderit pelan ketika Aura mendorongnya terbuka. Ia mengira Rey sedang di ruang kerjanya, atau mungkin tertidur di kamar. Tapi langkah kakinya justru membawanya menuju lorong yang selama ini ia hindari — bukan karena takut, melainkan karena ia ingin menghargai ruang itu sebagai bagian kelam dari masa lalu Rey.Namun hari ini, firasat buruk tak bisa ditepis. Aura tahu sesuatu tidak beres sejak memergoki Maureen menyusup ke lantai atas, mengendap seperti pencuri bayangan . Maka ia mengikuti.Dan sekarang, berdiri di ambang pintu ruangan gelap itu, namun Aura tak siap dengan apa yang dilihatnya.Rey sedang mendominasi, ia sedang menghimpit Maureen ke dinding di sudut ruangan itu. Jarak wajah mereka terlalu dekat, seperti Rey baru saja menciumnya.Tangan Rey mencengkram pergelangan tangan Maureen, dan napasnya — napas Rey — kini terdengar berat dan pendek.Dan Maureen ... gadis itu seperti menatap Rey dengan senyum puas. Senyum seorang pemenang. Atau justru itu adalah sebuah s

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM53

    Sudah tiga hari Maureen tinggal di rumah besar itu. Aura mempercayainya, setidaknya untuk sementara. Ia diberi tempat di kamar staf di lantai bawah, diberi tugas ringan menyapu dan membantu di dapur bersama asisten rumah tangga lainnya. Aura pun sempat membelikan beberapa pakaian bersih untuknya — meski tetap dengan batasan.Tapi Rey tak pernah menyambut kehadirannya. Tatapan dingin pria itu tak berubah sejak pertama kali melihat Maureen berdiri di ruang tamunya. Tak ada sapaan, tak ada percakapan. Bahkan ketika mereka tanpa sengaja bertemu di dapur, Rey hanya mengangguk tipis dan berlalu tanpa suara.Maureen pura-pura tak peduli. Tapi diam-diam, ia mempelajari setiap sudut rumah.Ia mengingat lorong-lorongnya. Mengingat aroma kamar Rey, bahkan arah angin dari jendela utama yang selalu dibuka saat sore. Ia mengenal rumah ini lebih baik dari siapapun — bahkan mungkin lebih baik daripada Aura.Karena dulu di sinilah ia pernah menjadi bagian dari kehidupan Rey. Bagian dari kelamnya kehid

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM52

    Sore itu langit mendung seperti menyimpan rahasia. Udara lembap masih tersisa setelah hujan deras membasahi jalanan yang padat dan gelap oleh cipratan ban kendaraan. Aura melangkah cepat di sepanjang trotoar sempit, jaket tipisnya sedikit basah, dan kantong plastik berisi makanan tergenggam erat di tangan.Langkahnya terhenti mendadak saat ia melihat seseorang yang tampak mencurigakan di dekat halte tua.Seorang perempuan dengan hoodie lusuh berdiri terlalu dekat dengan seorang ibu yang tengah mencari uang di dalam tas selempangnya. Aura memperhatikan gerak perempuan itu — cara tangannya menyusup pelan ke resleting tas, gerakan tubuh yang terlalu hati-hati.Aura menajamkan pandangannya. Wajah itu … tubuh kurus itu ….“Maureen?”Suara Aura menusuk pelan tapi cukup untuk membuat si pencopet itu membeku.Perempuan itu menoleh. Wajah tirus, kulitnya yang kusam, dan mata coklatnya membelalak karena kaget. Dia langsung pura-pura mengalihkan pandangan dan menjauh perlahan.Aura menyusul dan

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM51

    Sinar matahari menembus tirai tipis kamar Rey, membasuh lembut wajah Aura yang masih terlelap dalam dekapan hangat. Aroma sandalwood dan kopi hitam menyatu dengan sisa hembusan napas hangat yang mengenai tengkuknya.Tak ada jeritan ataupun desahan. Tak ada gairah meledak-ledak seperti malam-malam sebelumnya. Hanya napas tenang, jari-jari yang masih saling menggenggam erat, dan dada Rey yang naik-turun dengan ritme damai di belakang punggungnya.Aura membuka mata perlahan. Sesuatu di dalam dirinya terasa berubah.Biasanya, setelah malam bersama Rey, ia akan terbangun lebih dulu, buru-buru mengenakan baju, menjaga jarak, menyibukkan diri agar tak sempat merasa canggung. Tapi pagi ini, ia hanya diam. Tak ingin bergerak. Tak ingin Rey melepaskan lengannya yang memeluk tubuhnya.Ia menggigit bibir, malu pada dirinya sendiri. Bahkan pipinya memanas saat mengingat betapa lekat dirinya semalam pada lelaki itu. Tangisan. Pelukan. Bisikan-bisikan lemah yang ia ucapkan saat Rey mengangkat tubuhn

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM50

    Aroma tanah basah masih menggantung di udara setelah hujan reda. Langit mulai gelap, dan jalanan basah memantulkan cahaya lampu kota. Di dalam SUV hitam yang melaju perlahan, suasana di dalam terasa jauh lebih hangat — dan penuh ketegangan yang tak terlihat.Di kursi belakang, Aura meringkuk dalam pelukan Rey. Wajahnya menempel di leher pria itu, dan lengannya melingkar erat di pinggangnya, seakan enggan dilepaskan. Tubuh Aura hangat, bahkan cenderung panas. Sebaliknya, tubuh Rey tetap dingin dan tenang seperti biasa — dan justru itulah yang membuat Aura enggan menjauh.“Om Rey ...” gumamnya manja, nyaris seperti desahan. “Tubuhmu dingin sekali ... nyaman sekali ….” Tangannya naik menyentuh kerah Rey, lalu menyelipkan jari-jari mungilnya ke dalam jaket Rey.Rey mengusap kepala Aura perlahan, mencoba menenangkan. “Kamu demam. Istirahat saja.”Tapi Aura tidak berhenti. Ia justru menggeliat pelan, seperti sedang mencari posisi yang lebih dekat, lebih nyaman. Ia menyentuhkan bibirnya ke t

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM49

    Beberapa jam sebelum senja menggantung muram di langit kota, Rey duduk sendiri di ruang kerjanya. Gelas kopi di tangannya tak tersentuh, uapnya sudah lama lenyap bersama pikirannya yang berkecamuk. Matanya tajam menatap layar ponsel. Beberapa panggilan tak terjawab dari Aura menari di benaknya, menyisakan perasaan bersalah yang menggigit pelan tapi pasti. Ia mencoba menghubunginya sejak pagi, tapi semua sia-sia. Aura menghilang. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal, hanya tertulis satu kalimat bernada ancaman. "Kau tak bisa melindunginya selamanya, Rey. Sekarang giliranku." Rey berdiri terguncang, jantungnya berdegup liar seperti gong peringatan. Tangannya langsung menekan nomor asisten kepercayaannya, Arga. "Temukan Aura. Sekarang juga. Lacak semua CCTV di sekitar apartemen dan jalur keluar kota," perintahnya. Tak butuh waktu lama, Arga mengirimkan sebuah tangkapan layar dari video pengawasan. Di sana, terekam mobil hitam gelap berhenti di dekat gang kecil tak jauh d

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM48

    Aura membalas tatapan itu. Matanya tak bergetar. “Bunuh saja kami berdua. Setidaknya kami akan mati bersama. Dan kau akan tetap menjadi satu-satunya orang yang dikutuk oleh semua dosa ini.”Micho membalikkan tubuhnya dan menghentakkan pintu ketika keluar.Beberapa jam kemudian, ia kembali.Langkahnya lebih tenang, lebih tertata. Kali ini tak membawa ancaman. Ia membawa sepiring roti panggang dan segelas air putih, namun tak sekadar itu — di dalam air itu, diam-diam telah ia campurkan sesuatu. Cairan jernih tak berbau, afrodisiak yang diberikan seorang kenalan gelap.Ia menaruh nampan itu di dekat Aura. Wajahnya hangat dan senyumannya seolah tulus tanpa niat kotor. “Maaf untuk tadi pagi. Aku kehilangan kendali. Aku nggak akan maksa kamu lagi buat balikan sama aku. Aku cuma mau kamu makan. Kamu butuh tenaga. Paling tidak … supaya kamu bisa kabur dari sini, ‘kan?” Ia menyeringai ringan, seolah bercanda.Aura masih diam, tapi sorot matanya sedikit melunak — bukan karena percaya, tapi kar

  • Gairah Liar Paman Mantanku   GLPM47

    Senja belum sepenuhnya padam ketika Rey menerima panggilan dari Arga. Di luar jendela apartemen Rey, langit tampak muram, seolah ikut menandai firasat buruk yang mulai menghimpit dadanya.“Dia sudah bebas, Rey,” suara Arga terdengar tertekan dari seberang. “Sofia menjaminnya. Pengacaranya membuat skenario bahwa Micho memang datang malam itu atas undangan Aura. Katanya … Aura yang memanggilnya karena kangen pada mantan tunangannya.”Rey berdiri dari sofa, rahangnya mengeras. “Itu bohong. Tidak mungkin Aura mengundangnya.”“Aku tahu,” jawab Arga cepat. “Tapi dengan pengaruh Sofia, polisi akhirnya menutup kasus itu. Semua bukti dibelokkan. Dan yang lebih buruk … Micho menghilang sejak tadi pagi. Tidak ada yang tahu dia di mana.”Rey menggenggam ponselnya erat. Aura. Hanya satu nama itu yang terngiang dalam kepalanya. “Aura dalam bahaya. Aku harus carì dia.”---Sementara itu, di sisi lain kota, di sebuah ruang mewah tersembunyi di lantai dua rumah besar keluarga Damartha, Micho berdiri

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status