Share

Kebenaran

Penulis: NomNom69
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-18 19:19:27

Malam itu udara terasa tenang, tapi tidak bagi Raga. Di bawah lampu kuning saung yang temaram, hanya ada dua cangkir teh hangat di atas meja kayu — uapnya menari pelan, memecah keheningan. Rahma duduk berseberangan, memeluk kedua lututnya di kursi, wajahnya lembut tapi penuh tanda tanya.

“Jadi, Mas mau ngomongin apa sih sebenernya?” Rahma membuka percakapan dengan nada lembut.

Raga sempat terdiam. Ia menatap pantulan cahaya dari gelas teh, mencoba merangkai kalimat yang tidak melukai. “Rahma…” suaranya berat, “Aku mau cerita sesuatu yang mungkin gak enak didengar.”

Rahma menatapnya penuh perhatian. “Tentang apa, Mas?”

Raga menarik napas panjang. “Tentang Arman.”

Dahi Rahma langsung berkerut. Matanya menatap Raga dengan ragu, seperti baru mendengar nama hantu masa lalu.

“Mas kenal Arman?” tanyanya pelan tapi tegas.

Raga menunduk sejenak, lalu mengangguk. “Iya. Arman itu... dulu temen Aku.”

Rahma langsung menegakkan duduknya. “Mas serius? Jadi Mas tau dari awal?” suaranya mening
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Bima & Andre

    Ponsel Imas yang tergeletak di meja bergetar, lalu berdering pelan. Layar menyala menampilkan satu nama yang langsung membuat dada Raga sedikit menegang — Arman.Raga melirik sekilas, pura-pura santai padahal pikirannya langsung berputar.Kenapa Arman nelpon Imas malam-malam gini? batinnya.Imas yang masih bersandar di sofa bersama Raga, menghela napas pelan, lalu meraih ponselnya. Musik dari speaker berhenti ketika ia menekan tombol jawab.> “Halo… iya…”“Oke… siap…”Nada suaranya terdengar datar, tapi Raga bisa menangkap perubahan kecil di ekspresi wajahnya. Ada sesuatu yang Imas sembunyikan.Begitu panggilan berakhir, Imas menoleh ke Raga sambil tersenyum tipis. “Temenku nelpon, Mas. Ada kerjaan sedikit.”Raga mengangguk pelan, berusaha tidak menampakkan rasa curiganya.“Oh, gitu ya. Yaudah, aku juga sekalian pulang deh.”Imas lalu berdiri, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, dan mulai mengenakan kembali bajunya. Gerakannya cepat tapi terlihat gugup.Raga ikut berdiri, me

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Karoke Imas & Raga

    suasana di depan gedung karaoke masih sepi. Hanya lampu neon yang berkedip di atas pintu dan beberapa kendaraan yang melintas sesekali. Di bawah cahaya redup itu, Arman berdiri sambil menempelkan ponsel ke telinganya, wajahnya tampak tegang. > “Bos, sorry... barang yang lu minta gak bisa malam ini,” katanya dengan nada menahan cemas. Suara di seberang terdengar berat dan dingin. > “Ah, gimana sih lu, Man? Jangan buat klien kita nunggu lama. Lu pikir mereka bisa sabar terus?” Arman menatap sekeliling, memastikan gak ada yang dengar. > “Tadi tuh barang udah siap angkut, Bos. Gue cuma tinggal bentar, kencing doang, eh pas balik udah ngilang.” > “Lu gimana sih!?” bentak suara di ponsel. “Kalo sampe ketahuan orang bisa bahaya, ngerti gak!? Ini bukan urusan kecil, Man!” Arman menelan ludah, wajahnya memucat. > “Iya, iya, gue ngerti, Bos. Tenang aja. Nanti gue cari penggantinya. Gak bakal gagal lagi.” Suara di seberang diam beberapa detik, hanya terdengar tarikan napas pa

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Intan Sadar

    Kurang lebih satu jam Raga menemani Intan yang masih pingsan di rumahnya. Ia duduk di kursi dekat ranjang, memperhatikan Intan yang masih lemah dengan wajah cemas. Beberapa kali Raga mengganti handuk dingin di dahi Intan, memastikan suhu tubuhnya stabil. > “Ayo bangun, Tan…” bisiknya pelan sambil menatap wajah Intan yang mulai menunjukkan gerakan kecil. Perlahan, kelopak mata Intan terbuka. Ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan buram, lalu mengerjap beberapa kali. Raga langsung berdiri, mendekat. “Intan? kamu sadar?” suara Raga terdengar lega. Intan menoleh pelan, ekspresinya bingung. “Raga… ini di mana? kok aku di rumah?” tanyanya lirih sambil berusaha duduk. Raga segera menahan bahunya agar tidak memaksa. “Jangan dulu bangun, kamu baru sadar,” ucapnya lembut. Intan menatap Raga lama, masih mencoba memahami keadaan. “Bukannya aku di karaoke... terus kok tiba-tiba... Aku bisa sampai di rumah?” Raga menarik napas panjang, lalu menceritakan semuanya

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Hampir Saja!?

    Malam pun turun pelan, langit kota sudah mulai dipenuhi lampu-lampu jalan dan suara kendaraan yang lalu-lalang. Raga berhenti di parkiran belakang tempat karaoke itu, tempat yang sama seperti malam sebelumnya.Ia mematikan motor, menatap sekeliling. Lampu neon di atas pintu masuk berkedip samar, dan dari dalam samar terdengar dentuman musik. Tangannya mengambil ponsel, lalu mengetik pesan cepat.> Raga: “Tan, aku udah di parkiran.”Intan: “Oke, aku udah di dalam. Ruangan yang sama kayak kemarin.”Raga menarik napas dalam. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Ia masih gak habis pikir kalau “paket” yang disebut Intan adalah Gita — dan malam ini, Intan bilang paketnya masih sama.Tanpa pikir panjang, Raga berdiri, memasukkan ponselnya ke saku, lalu melangkah ke arah pintu masuk karaoke itu. Bayangan samar Gita kembali terlintas di kepalanya, membuat langkahnya terasa semakin berat tapi juga tak bisa berhenti.Sekitar lima belas menit Raga menunggu di parkiran. Angin malam berembus pe

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Paket yang sama

    Pagi itu udara masih lembap, embun belum sepenuhnya mengering di atas daun mangga depan kosan. Raga menyapu halaman perlahan, suara gesekan sapu dan dedaunan jadi satu-satunya yang terdengar. Dari arah tangga lantai dua, langkah ringan terdengar menuruni anak tangga. Raga mendongak sebentar, dan melihat sosok Gita turun dengan tas selempang di bahunya. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya tampak segar tapi ada sesuatu di matanya—ragu, seperti menimbang harus lewat mana. Langkah Gita sempat terhenti saat matanya bertemu pandang dengan Raga. Hanya sesaat, tapi cukup membuat Raga tahu, Gita mengingat apa yang terjadi semalam di mall. “Pagi, Git,” sapa Raga ringan, berusaha seolah tak ada apa-apa. Gita menunduk cepat, suaranya pelan. “Pagi, Kak.” Setelah itu ia berjalan cepat melewati halaman, tidak seperti biasanya yang suka sempat basa-basi atau senyum kecil. Raga hanya menatap punggungnya menjauh, langkahnya sedikit terburu, seolah ingin cepat keluar dari pandangan. Sapu di tangan

  • Gairah Liar Penghuni Kos Puteri   Gajian & Jalan-jalan

    Raga tiba di rumah Tante Maya menjelang sore. Begitu ia membuka pintu, aroma lembut parfum ruangan langsung menyambutnya. Di ruang tamu, Tante Maya sudah duduk santai di sofa dengan secangkir teh di meja. “Rag, sini duduk dulu,” katanya sambil menepuk sisi sofa di sebelahnya. Raga mengangguk dan duduk, merapikan posisi duduknya agar sopan. Ia menunggu Tante Maya bicara, sementara suasana rumah terasa tenang, hanya terdengar bunyi kipas angin berputar pelan. “Ini, Tante mau kasih sesuatu,” ucap Tante Maya pelan, sambil mengambil sebuah amplop dari atas meja. Ia menyerahkannya ke tangan Raga. “Gajimu bulan ini,” tambahnya dengan senyum tipis. Raga langsung menerimanya dan menunduk sedikit, “Makasih, Tante.” Namun sebelum sempat ia masukkan ke sakunya, Tante Maya berkata, “Coba deh dihitung dulu, siapa tahu kurang.” Raga tertawa kecil, “Hehe, gak perlu Tante. Aku percaya kok.” Tante Maya tersenyum menggoda, “Ya udah, tapi kalo kurang jangan marah ya.” Raga akhirnya membuka ampl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status