Home / Urban / Godaan Penghuni Kos Puteri / Malam di Desa x Kedatangan Maudy

Share

Malam di Desa x Kedatangan Maudy

Author: NomNom69
last update Last Updated: 2025-12-10 01:48:19

Setelah ikan bakarnya matang, Rahma segera berdiri dan masuk ke dapur kecil di belakang.

Raga membersihkan panggangan sebisanya, masih sesekali tersenyum sendiri mengingat kejadian barusan.

Tak lama Rahma kembali membawa dua piring, nasi hangat, sambal, dan sayur lalapan seadanya.

Mereka duduk bersebelahan di bale bambu belakang rumah, ditemani cahaya lampu bohlam kuning yang remang.

Suasana terasa damai.

Malam itu nyaris tanpa suara kendaraan; hanya jangkrik dan gemerisik angin di antara pohon-pohon.

“Mas makan yang ini, jangan yang gosong,” Rahma mendorongkan bagian ikan yang paling rapi ke piring Raga.

Raga terkekeh kecil.

“Yang gosong juga enak kok. Kriuk-kriuk pait gimana gitu. ”

Rahma menunduk sambil senyum malu.

Mereka makan pelan, sesekali saling mencicipi bagian ikan, sesekali saling pandang lalu buru-buru mengalihkan fokus lagi ke piring masing-masing.

“Enak ya suasananya,” ujar Raga pelan.

Rahma mengangguk.

“Iya… terakhir aku kesini, aku makan mala
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Acara Gatheringx di Villa

    Malam itu Raga sedang berada di dapur lantai dua, membereskan sisa gelas dan cangkir sambil sesekali menyesap kopi. Suasana kosan cukup tenang, hanya terdengar suara kipas angin dan langkah kaki samar di lorong. Dari sudut matanya, Raga melihat pintu kamar Anita terbuka. Perempuan itu keluar, lalu berhenti di depan kamar Wulan. Raga refleks menoleh lebih jelas. Ia melihat setengah badan Wulan muncul dari balik pintu, tangannya menyodorkan sebungkus rokok ke arah Anita. Anita menerimanya cepat, tanpa banyak bicara. Alis Raga sedikit mengernyit. Sejak kapan Wulan ngerokok? batinnya, matanya menyipit sejenak. Tak lama kemudian Anita berjalan menyusuri lorong menuju tangga. Saat berpapasan, ia hanya menyapa singkat, lalu turun dan menghilang ke arah bawah, hingga terdengar samar suara gerbang dibuka. Rasa penasaran Raga akhirnya menang. Ia meletakkan lap dapur, lalu melangkah ke depan kamar Wulan dan mengetuk pelan. Pintu terbuka. “Iya, Mas? Kenapa?” tanya Wulan santai. “G

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Transaksi Senyap di Cafe

    Keesokan harinya, kegiatan Raga berjalan seperti biasa. Pagi ia habiskan dengan beres-beres kosan, memastikan dapur rapi, lalu duduk sejenak sambil menyeruput kopi. Menjelang siang, suasana kosan mulai hidup kembali, beberapa penghuni lalu-lalang bersiap dengan urusan masing-masing. Saat Raga sedang berada di dapur, matanya menangkap sosok Anita dan Wulan yang berjalan berdampingan ke arah pintu gerbang. Ada sesuatu dari cara Anita melangkah yang langsung bikin perasaan Raga gak enak. “Mau ke mana, Lan?” tanya Raga spontan. Wulan menoleh sambil tersenyum. “Mau nemenin Mbak Anita bentar, Mas. Habis itu langsung ke kampus.” Raga mengangguk pelan, mencoba terdengar biasa. “Oh gitu. Yaudah, hati-hati ya, Lan. Anita juga.” “Siap, Mas ganteng,” jawab Wulan ringan. Anita hanya mengangguk singkat. “Iya, Kak.” Pintu gerbang tertutup perlahan di belakang mereka. Raga tetap berdiri di tempatnya, menatap ke arah luar. Ada rasa tidak nyaman yang makin menguat di dadanya. Jan

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Memastikan Wulan x Rencana bangun Kosan

    Saat sore menjelang malam, Raga duduk di ruang tamu rumah Tante Maya. Ia menyandarkan punggung di sofa sambil menatap televisi yang menyala tanpa benar-benar ia tonton. Lampu rumah sudah dinyalakan, membuat suasana sedikit terang.Ponselnya bergetar. Sebuah pesan WhatsApp dari Wulan masuk.“Maaf Mas, HP-ku lowbat. Ini baru sampai kosan.”Raga menatap layar sebentar, lalu membalas sambil menghela napas ringan.“Oh gitu, yaudah kalau gitu.”Tak lama kemudian, notifikasi kembali berbunyi.“Emang kenapa, Mas?”Raga mengetik singkat, ibu jarinya bergerak cepat.“Gak apa-apa, Wulan.”Ponsel itu ia letakkan di sampingnya tepat saat suara mobil terdengar dari depan rumah. Beberapa detik kemudian, Laura dan Tante Maya masuk. Wajah mereka terlihat sedikit lelah, tapi senyum tipis masih melekat.Laura melepas sepatunya lalu menoleh ke arah Raga.“Nah tuh, Kak. Pas ada Raga,” katanya sambil menunjuk.“Ngomong aja langsung.”Raga mengangkat alis, lalu menoleh ke arah Tante Maya.“Ngomong apaan?”T

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Keputusan Raga dan Laura

    Raga bergerak cepat. Ia meraih pakaiannya, mengenakannya asal tapi rapi, lalu membuka pintu kamar Gita dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. “Mas, mau ke mana?” suara Gita terdengar pelan dari baliknya. Ia masih berdiri di dekat ranjang, dasternya dirapikan seadanya. “Mau liat Anita ke mana,” jawab Raga singkat sambil terus melangkah. “Aku ikut,” kata Gita refleks. Raga berhenti sejenak, menoleh. “Jangan. Kamu di sini aja. Aku bentar, nanti balik lagi.” Nada suaranya tegas tapi tenang. Gita tahu ia tidak bisa memaksa. Ia hanya mengangguk, ada cemas di wajahnya. “Yaudah… kamu hati-hati, Mas.” Raga sudah keburu keluar. Ia melangkah cepat menyusuri lorong. Begitu sampai di halaman, ia menghela napas, lalu berjalan menuju gerbang. Pintu gerbang sudah tertutup rapat, Raga membuka sedikit gerbang untuknya keluar. Raga melongok ke kanan. Jalanan sepi, hanya lampu jalan yang menerangi malam itu. Ia melangkah keluar, tanpa menutup kembali gerbang, lalu berjalan menyu

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Anita keluar Malam x Malam Berkeringat

    Malam itu saung kosan terasa lebih dingin biasanya. Lampu kuning yang tergantung di sudut atap memancarkan cahaya temaram, cukup untuk menerangi wajah Raga yang sedang duduk sendirian. Di tangannya ada secangkir kopi hitam yang uapnya masih naik tipis, sementara sebatang rokok menyala pelan, apinya sesekali meredup tertiup angin malam. Raga menyandarkan punggungnya ke tiang kayu saung. Suara jangkrik terdengar jelas, bercampur dengan sesekali bunyi kendaraan dari luar gerbang. Pikirannya melayang, masih berputar pada hal yang saat ini sedang di selidiki, terutama soal Anita. Ia menghela napas pelan, lalu menyesap kopinya. Langkah kaki terdengar dari arah tangga. Raga menoleh. Ningsih muncul dari lantai dua, menuruni tangga dengan langkah santai. Ia mengenakan daster sederhana yang dibalut sweater, kedua tangannya sesekali mengusap lengannya, menahan dingin. Rambutnya tergerai rapi, wajahnya terlihat tenang. “Seneng banget ngopi sendirian sih, Mas?” suara Ningsih memecah sepi.

  • Godaan Penghuni Kos Puteri   Jeblosin Lagi?

    Menjelang sore, mobil yang mereka tumpangi melaju tenang meninggalkan kawasan rumah Sulis. Cahaya matahari mulai condong ke barat, memantul di kaca depan. Sejak beberapa menit lalu, Raga lebih banyak diam, fokus ke jalan, sementara Laura bersandar sambil sesekali menoleh ke arah kaca. Laura menoleh lebih dulu. “Jadi gimana?” tanyanya hati-hati. “Kita langsung infoin ke Martin, atau nunggu dulu?” Raga tidak langsung menjawab. Ia menarik napas panjang, matanya tetap lurus ke depan. “Aku masih mikir, Ra. Info dari Sulis itu masih mentah banget. Dia sendiri bilang itu yang dia tahu sekitar setahun lalu.” Laura mengangguk pelan. “Iya sih. Belum tentu sekarang titiknya masih sama." “Makanya,” lanjut Raga. “Aku mikir gini. Kalau nanti ada waktu dan Anita keluar kosan lagi, aku pengin ngikutin dia. Siapa tau dia transaksi. Kalau titik temu sesuai sama yang Sulis ceritain, baru kita bisa gerak. Mungkin baru masuk akal buat minta bantuan Martin.” Laura memandang Raga cukup lama, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status