Share

GLP2

last update Huling Na-update: 2025-06-29 23:15:32

Hujan seperti merobek langit malam, membasahi seluruh tubuh Runa yang masih berdiri terpaku di trotoar. Bukan karena dingin ia menggigil, tapi karena lelaki di hadapannya. Lelaki dari dalam bus tadi, kini berdiri begitu dekat, nyata, beraroma air hujan dan hasrat yang tak selesai.

Ia menatap lelaki itu dalam diam. Nafasnya pendek, dadanya naik turun tak teratur. Tubuhnya masih menyimpan sisa reaksi dari sentuhan dalam bus tadi, dari tekanan samar yang sempat ia benci tapi juga diam-diam ia nikmati. Sekarang, dalam jarak sedekat ini, semua denyut itu kembali menyerbu, liar, tanpa aba-aba.

Lelaki itu tak berkata apa-apa. Matanya menatap langsung ke dalam matanya, tanpa malu, tanpa ragu. Ada sorot yang dalam di balik hujan yang membasahi wajah tampannya, seperti mengatakan bahwa ia tahu betul apa yang barusan terjadi di antara mereka. Seolah tubuh mereka sudah saling bicara bahkan sebelum mulut mereka buka.

Runa menelan salivanya. Suaranya tercekat.

"Aku ngikutin kamu," kata lelaki itu pelan, tapi jelas, dengan nada rendah yang membuat kulit lehernya meremang. "Sejak kamu turun dari bus tadi."

Hujan tak mengizinkan keheningan. Tapi di antara ribuan titik air, napas mereka terasa paling nyata.

"Kenapa?" bisik Runa, nyaris tak terdengar oleh siapa pun kecuali lelaki itu.

Lelaki itu tersenyum. Satu sudut bibirnya terangkat. "Karena kamu menggigil … tapi bukan karena kedinginan."

Ucapan itu menghantam jantungnya. Tepat dan dalam hingga ia tak bisa menyangkal lagi.

Seumur hidupnya, Runa tak pernah merasa sehidup ini. Tak pernah merasa dilihat, begitu dipahami, hanya dalam tatap dan napas. Dan untuk pertama kalinya sejak lama, tubuhnya mengambil keputusan lebih dulu daripada pikirannya.

Ia melangkah mendekat, memotong jarak yang tersisa. Air hujan mengalir di pelipisnya, menetes dari ujung rambut ke bibirnya. Tapi lelaki itu tetap diam, membiarkan jarak mereka menyatu. Hanya selisih napas.

"Aku baru saja melihat suamiku bercumbu dengan perempuan lain," ucap Runa pelan, matanya tetap menatap lurus. "Di ranjangku. Di rumahku."

Lelaki itu tidak bereaksi. Tapi tangannya perlahan terangkat, menyingkirkan satu helai rambut basah dari wajah Runa, lalu membiarkannya menyentuh pipi, pelan. Sentuhan itu seperti percikan api ke kulit beku.

"Dan kamu?” gumamnya, “Mau lari darinya … atau mau lari ke sesuatu?"

Runa tersenyum. Kali ini untuk menutupi kegetiran dalam hatinya. Lalu ia mendekat lagi, cukup untuk mencium aroma sabun pria itu yang samar di balik hujan. Tubuh mereka nyaris bersentuhan, napas mereka sudah saling bertabrakan.

"Aku cuma ... mau merasa diinginkan," bisiknya jujur. "Bukan sekedar dimiliki. Bukan ditoleransi. Tapi ... diinginkan."

Lelaki itu tak menjawab. Sebaliknya, ia menunduk sedikit, tanpa tergesa. Seolah memberi Runa waktu untuk mundur. Tapi Runa tidak bergerak.

Dan saat bibir mereka bersentuhan, segalanya terasa seperti ledakan dalam diam.

Ciuman itu basah, hangat, dan penuh kekacauan yang tertahan. Tangan Runa menggenggam kerah kemeja lelaki itu, menariknya lebih dekat. Hujan masih mengguyur, tapi tubuh mereka seperti berpindah ke dunia lain. Dunia basah dan kelam, penuh rasa pahit dari pengkhianatan dan manis dari pelampiasan yang terlambat.

Lelaki itu menarik wajahnya sedikit, menatap Runa.

"Ikut aku," ucapnya pendek.

Runa mengangguk. Ia melangkah dengan patuh tak bertanya ke mana.

***

Runa berdiri mematung di dekat dinding tua yang lembab. Kamar itu sempit, ranjangnya berderit saat disentuh angin dari jendela kecil yang tertutup tirai lusuh. Aroma sabun murah dan kayu lapuk menyatu, tapi tak ada yang lebih menyengat daripada detak jantung di dalam dadanya.

Lelaki itu mendekat pelan, menyalakan lampu meja yang meredupkan seluruh sudut ruang. Tak ada kata. Hanya tatapan mereka yang bertemu. Panas penuh hasrat, seolah dunia menyusutkan jarak hingga satu tarikan napas di antara mereka.

Dengan gerakan pelan, Runa membuka kancing atas kemejanya. Tapi sebelum jemarinya menyentuh yang kedua, tangan laki-laki itu terangkat, menyentuh punggung tangannya. Lembut namun tegas, menggantikannya meloloskan manik-manik itu satu demi satu. Tanpa suara, hanya derik kecil dari kancing plastik yang terlepas dari lubangnya.

Runa menunduk, napasnya tertahan. Bukan karena takut, tapi karena tubuhnya seperti baru menyadari bahwa ia hidup.

Kemejanya terlepas, jatuh setengah meluncur ke lantai. Tubuhnya tidak mundur. Ia hanya berdiri di sana, telapak kaki menempel pada lantai dingin, sementara tangan laki-laki itu menyentuh pinggangnya. Sekilas saja, namun cukup membuat seluruh nadinya bergetar.

Lelaki itu menariknya mendekat. Gerakan yang pelan, tapi pasti. Seperti aliran hangat yang melewati celah kulit dan kesadaran. Runa tidak bicara. Ia hanya memejamkan mata saat tubuh mereka bersentuhan, menyatu dalam keheningan yang riuh di dalam dada.

Ranjang itu berdecit ketika punggung Runa menyentuh kasurnya. Ia menarik napas panjang, membiarkan tangan-tangan itu menjelajah, bukan dengan nafsu, tapi dengan ketenangan yang anehnya membuatnya lemas.

Runa tak melawan saat tubuhnya dituntun ke tepian ranjang. Tangannya sempat menggenggam ujung sprei yang sedikit berdebu, seakan mencoba menahan sesuatu yang telah terlalu lama tertahan. Lelaki itu berdiri di hadapannya, membungkuk sedikit, membiarkan jari-jarinya menyentuh bahu Runa.

Sentuhan itu tidak liar. Tidak memaksa. Tapi ada kekuatan tenang di dalamnya, seperti angin yang tahu persis di mana harus berhembus agar sesuatu bergoyang.

Runa mendongak. Tatapan mereka bertemu lagi. Tanpa bicara, seakan sebuah kesepakatan bisu antara dua orang dewasa yang tahu bahwa malam ini bukan tentang cinta, bukan tentang rencana masa depan, tapi tentang mengisi ruang kosong yang terlalu lama dibiarkan menganga.

Lelaki itu berlutut di hadapannya, tangannya menyusur perlahan dari lutut ke pahanya. Runa nyaris menahan napas. Ia tidak terbiasa disentuh seperti ini. Dengan perhitungan, dengan perhatian, dengan sejenis penghormatan yang asing.

Tangannya, yang tadi gemetar, kini justru berani bergerak menyentuh rambut lelaki itu, mengusap pelipisnya, lalu turun ke garis rahangnya yang kuat dan tajam.

Desahan kecil lolos dari bibirnya, bukan karena sakit, bukan karena takut, tapi karena untuk pertama kalinya ia merasa dilihat, dirasakan dan diinginkan.

Ia mengangkat tubuhnya, dan mereka bergeser ke atas ranjang sempit itu. Suara kasur tua bergesekan pelan, tapi tak ada yang peduli. Lelaki itu mencium bahunya, lambat dan dalam, lalu turun ke tulang selangkanya. Runa memejamkan mata. Ada desir halus mengalir dari tengkuk ke tulang belakangnya.

Saat mereka berbaring berdampingan, dada bertemu dada, napas beradu panas, Runa menyentuh wajah lelaki itu. Jarinya menelusuri dahi, pipi dan bibir yang kini terbuka sedikit, seakan sebuah penantian.

Mereka saling mendekat, dan kali ini ciuman mereka bukan untuk mencuri rasa, tapi untuk membagi napas. Untuk menyelami luka. Untuk menemukan kembali getar yang selama ini dipendam.

Tubuh mereka bergerak lambat. Tidak buru-buru. Tidak ingin lekas selesai. Setiap sentuhan terasa seperti kalimat yang tidak pernah sempat terucap dalam rumah tangganya yang sunyi.

Dan ketika lengan lelaki itu melingkari punggungnya, memeluknya seolah ia adalah satu-satunya alasan malam ini berarti, Runa membenamkan wajah di dadanya. Tak ada kata-kata. Hanya suara napas yang menyatu, peluh yang menetes perlahan, dan getar di perut yang membuat tubuhnya lemas.

Ia tidak ingin menjelaskan. Tidak ingin membenarkan. Yang ia tahu, malam itu tubuhnya bukan sekadar cangkang yang dipajang di rumah mewah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
suami selingkuh Yo dibalas selingkuh Runa walaupun dengan pria yang belum dikenal.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP64

    Ketukan palu hakim kembali menggema, meredakan riuh sesaat di ruang sidang. Semua mata kini tertuju pada sosok perempuan yang baru saja berdiri lantang di hadapan majelis.“Yang mulia!” suara Runa Kartika terdengar tegas, nyaring, membawa gelombang kejutan. “Semua laporan itu … memang sudah ditukar oleh seseorang!”Ruangan seketika senyap. Hakim mencondongkan tubuhnya, alis terangkat tajam. “Siapa Anda? Apa kapasitas Anda berbicara di ruang sidang ini?” tanyanya, penuh wibawa.Runa menarik napas dalam, lalu menjawab dengan lantang, “Saya, Runa Kartika. Salah satu kuasa hukum dari terdakwa, Kian Mahesa.”Bisik-bisik kembali bergaung, kali ini dengan nada tak percaya. Sementara Kian menatap Runa, campuran lega dan haru memenuhi sorot matanya. Ia tahu, Runa tak akan membiarkannya jatuh. “Yang mulia,” lanjut Runa, sembari mengangkat map coklat yang dibawanya, “saya memiliki bukti bahwa laporan keuangan Surya Group yang dijadikan dasar tuduhan ini bukan hanya dimanipulasi, tetapi benar-be

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP63

    Malam itu bergulir dalam denyut yang semakin cepat, dalam sentuhan yang semakin dalam, dalam desahan yang pecah berulang kali memecah kesunyian. Waktu seakan lenyap, dunia seakan berhenti, menyisakan hanya mereka berdua yang tenggelam dalam pusaran hasrat dan perasaan yang lama terpendam.Kian memacu, hentakan demi hentakan itu semakin kuat dan liar. Tangannya menahan sepasang tangan Runa tepat di atas kepalanya, seolah tak ingin memberi kesempatan bahkan untuk menjauh sedikit saja darinya. Setiap hentakan itu seperti hendak meluluhlantakkan tubuh Runa, membuat tubuhnya semakin gelisah dalam kenikmatan yang menggelitik melewati sistem sarafnya. Terasa sensasi.aneh di dalam perutnya, yang bahkan tak dapat digambarkannya dengan kata-kata. Panas! Setiap gesekan itu terasa panas di kulitnya, setiap hentakan itu seperti menyiksanya dengan kenikmatan yang ia bahkan tak tahu, ingin dihentikannya atau justru diinginkannya.Sentuhan itu seperti api yang berkobar di bawah kulitnya, membawanya

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP62

    Runa memejamkan matanya. Namun sesaat kemudian ia melepaskan Kian dengan dorongan pelan. Bibirnya masih panas oleh ciuman tadi, tapi suaranya bergetar menahan keraguan.“Kian … bagaimana dengan Chaca?”Pertanyaan itu meluncur lirih, tapi tajam, menusuk di antara jarak mereka yang masih terlalu dekat. Mata Runa bergetar, ia menolak sekaligus menunggu sebuah jawaban. “Aku nggak mau jadi orang ketiga. Aku nggak mau jadi perempuan yang merusak hubungan orang lain. Kamu tahu gimana hidupku dulu. Aku pernah jadi istri yang cuma sekedar status. Aku tau rasanya diabaikan, karena itu aku nggak akan pernah rela menyeret perempuan lain ke tempat itu.”Kian terdiam, wajahnya menegang, lalu mendekat satu langkah lagi. Tangannya mengangkat dagu Runa, memaksanya untuk menatap lurus ke arahnya. Nafasnya berat, tapi matanya bergeming.“Runa, denger aku baik-baik. Aku nggak pernah, sedikitpun, menganggap dia spesial. Aku mungkin pernah hampir terseret keadaan, tapi hatiku nggak pernah ada buat dia. Da

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP61

    Sepanjang perjalanan pulang, pandangan Runa kosong menatap ke luar jendela. Kilasan wajah Darrel, tawarannya, dan ancaman halusnya terus berputar di kepala. Ia masih bisa mendengar jelas suara laki-laki itu, begitu yakin bisa menariknya kembali hanya dengan janji manisnya. “Kalau kamu pulang, Litha akan aku usir malam ini juga.”Runa memejamkan mata. Ia tahu persis, itu hanya pola yang akan kembali berulang. Ia tahu Darrel melakukan itu hanya demi keuntungan pribadinya. Namun masalahnya jika ia menolak, Kian bisa saja menanggung akibat yang tak seharusnya. Tuduhan itu, mungkin akan berubah menjadi masalah yang semakin besar dan jika benar-benar masuk pengadilan, maka reputasi Kian akan hancur. “Run?” suara Juwita memecah lamunannya saat mobil yang ditumpanginya sudah berhenti di depan apartemen.Runa tersentak ringan sebelum mengangguk. “Terima kasih.”“Yakin, nggak mau aku temenin malam ini?”Runa tersenyum samar, meski matanya letih. “Aku butuh sendiri. Jangan khawatir. Aku akan ba

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP60

    Restoran malam itu dipenuhi cahaya lampu gantung kristal yang memantul lembut di dinding kaca. Aroma steak dan wine melayang di udara, diiringi alunan jazz klasik dari sudut ruangan. Runa duduk anggun bersama Juwita, sesekali menyuap potongan salmon sambil berdiskusi santai.“Lucu, ya,” ucap Juwita dengan nada getir, “orang kaya tabrak orang miskin, yang mati dihitung bukan nyawanya, tapi seberapa kuat koneksinya.”Runa meletakkan garpu, tersenyum tipis. “Hukum di negeri ini sering kali bukan soal benar-salah. Lebih sering soal siapa yang punya uang paling banyak untuk membeli kata ‘adil’.”Belum sempat Juwita menimpali, tawa keras dan bernada mengejek memecah ketenangan ruangan.“Oh, lihat siapa di sini. Runa Kartika, pengacara sekaligus duta anti selingkuh, yang kabarnya justru selingkuh dari suaminya sendiri.”Semua kepala refleks menoleh. Litha berdiri di dekat meja mereka, tubuhnya dilapisi gaun ketat merah marun yang berkilau. Wajahnya penuh kepuasan karena berhasil menarik perh

  • Gairah Liar Pernikahan   GLP59

    Runa duduk di ruang kerjanya dengan mata yang berat. Sejak berita kemunculan Chaca memenuhi headline, pikirannya terus kalut. Ia baru saja menutup berkas di hadapannya ketika suara telepon masuk memecah keheningqn. Melihat nama Robert yang mengambang di layarnya, Runa segera mengangkatnya. “Run?” suara Robert terdengar hati-hati. “Aku hubungi karena aku khawatir sama kamu. Apa sore tadi … Kian datang ke kantormu?” “Iya. Bagaimana kamu bisa tahu?” “Ada seseorang yang memotret kalian berdua dan foto itu sudah mulai beredar,” sahut Robert dengan suara tenang seolah sedang menjaga perasaan Runa. “Run, kalau boleh tahu … apa benar ada hubungan khusus di antara kalian?”Runa terdiam. Dadanya berdebar kencang. Ia tahu cepat atau lambat hal ini akan jadi pertanyaan. Jemarinya gemetar saat menggenggam ponsel. “Robert … aku —” suaranya tercekat, ia menarik napas panjang. “Aku memang bertemu Kian. Bukan hanya sekali. Dan aku … aku merasa bersalah. Karena aku masih terikat dengan Darrel. Aku s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status