BRAKKKK!
Pria itu menggebrak meja kerjanya dengan keras dan membuat seisi ruangan berjengit karena kaget bercampur takut.
Pasalnya, ketika bos mereka itu mengamuk konsekuensinya berat, kemungkinan besar mereka akan kehilangan pekerjaan.
"Vino, laporan keuangan macam apa ini?! Kamu pikir saya nggak baca ulang laporan keuangan perusahaan?! Mulai hari ini kamu DIPECAT!"
"Maaf, Pak Leon. To-tolong beri saya kesempatan sekali lagi ... firma akuntan kami mungkin melakukan kesalahan yang tidak disengaja, Pak," mohon pria muda itu berlutut di hadapan Leon, CEO Indrajaya Realty.
"Tidak. Keluar dari ruangan saya sekarang, saya muak melihatmu." Leon memberi kode pengawalnya untuk menyeret keluar Vino, kepala firma akuntan publik yang bekerja untuk perusahaannya.
Dia paling benci orang yang tidak kompeten. Bagi Leon, ketika sudah mengeluarkan uang untuk membayar jasa artinya dia harus dilayani dengan sempurna, tak boleh ada cacat atau celah.
Indrajaya Realty adalah sebuah perusahaan multinational. Leon mengepalai cabang di Jakarta, Indonesia. Sementara kakak sulungnya berbeda ibu yang bernama Leeray, mengepalai cabang di Perth, Australia.
Leon menghempaskan tubuhnya di kursi CEO dengan ekspresi lelah. Pria bodoh tadi merusak mood paginya. Dia bisa uring-uringan sepanjang hari karena hal ini.
"Gio, Adri, kalian cari akuntan publik yang baru untuk perusahaan kita. Cari yang jujur dan teliti membuat laporan keuangan. Aku benci orang bodoh! Mana bisa membohongiku ... aku sekolah untuk gelar master bisnisku bukan membeli gelar kosong!" ujar Leon pada kedua sekretaris pribadinya yang sudah bekerja di perusahaan itu sejak dia belum dilahirkan.
Giorgio dan Adrian adalah dua sekretaris pribadi yang sejak muda dipekerjakan oleh papinya Leon yaitu Leonard Indrajaya.
Bagi mereka berdua, ayah dan anak itu berbeda bagai langit dan bumi. Leonard Indrajaya adalah seorang pebisnis yang kawakan dengan segudang pengalaman yang bertemperamen halus dan tenang. Sementara putera bungsunya ini, Vladimir Leon Indrajaya adalah seorang pebisnis muda yang bertemperamen panas dan mudah tersinggung sekalipun secara skill bisnis setara dengan ayahnya.
"Tentu, Pak Leon. Kami akan segera carikan gantinya," sahut Adrian dengan patuh.
Giorgio pun berbicara, "Pak Leon, sekadar mengingatkan ... Anda ada janji konsultasi dengan psikolog di rumah sakit Siloam Internasional hari ini pukul 10.00. Papi Anda yang membuatkan janji temu ini."
Mendengar perkataan Giorgio barusan, Leon mendengkus geli bercampur kesal. Papinya merasa temperamen Leon terlalu kasar dan cenderung meledak-ledak, jadi papinya ingin dia melakukan sesi terapi psikologis dengan ahli kejiwaan.
"Aku masih waras ... apa kalian menganggap aku orang gila yang butuh terapi kejiwaan?!" ucap Leon menanggapi janji temu dengan psikolog itu.
Gio dan Adri saling bertukar pandang dengan senyum terkulum karena geli dengan pertanyaan Leon. Mereka merasa senior boss mereka benar, puteranya agak sedikit agresif dan mudah mengamuk. Jelas sekali Leon butuh sesi terapi kejiwaan.
"Pak Leon, maaf saya tidak berani menjawabnya. Itu sepenuhnya hanya berdasarkan perintah Tuan Leonard. Saya hanya menjalankan perintahnya saja. Tolong jangan membuat saya berada dalam posisi dilematis," jawab Giorgio dengan halus.
Leon memang hanya mau mendengarkan masukan dari kedua sekretaris pribadinya itu. Maka, dia pun menuruti keinginan papinya.
"Oke, Gio. Aku berangkat sekarang, jadwal terapinya satu jam lagi. Kalau ada masalah kantor yang penting segera hubungi ponselku. Hal remeh ini membuang-buang waktuku yang berharga," pamit Leon sambil mengomel. Dia pun meraih kunci mobilnya di meja kerjanya lalu bergegas keluar ruangan CEO diikuti oleh pengawal-pengawalnya yang berbadan kekar.
Leon bertubuh tegap dan kekar dengan tinggi 190cm, wajahnya tampan mirip artis Korea Ji Chang Wok. Dia baru berusia 27 saat ini. Namun, dia sudah memimpin perusahaan sejak usia 21 tahun menggantikan papinya yang sudah berusia senja.
Papinya menikah dengan maminya Leon yang adalah istri keduanya di usia 59 tahun sementara istrinya berusia 28 tahun saat itu. Jadi saat ini papinya itu berusia 86 tahun lebih mirip seperti kakeknya dibanding ayahnya. Namun, papinya itu memang awet muda dan sangat sehat.
Hal itu sebenarnya menjadi penyebab trauma masa kecil Leon. Pernikahan papinya dengan maminya menjadi bahan gosip dan bully-an nyonya-nyonya sosialita konglomerat. Dan dalam prosesnya itu sungguh menyakiti hati Leon serta maminya.
Sejak kecil Leon gemar berkelahi karena teman-teman sekolahnya ikut membully dirinya karena omongan ibu mereka yang menjelek-jelekkan Leon dan maminya, Elena.
Tak jarang Leon mendengar perkataan bahwa maminya pelacur murahan, maminya matre, maminya menikahi kakek-kakek karena mata duitan, maminya wanita simpanan, dan sejenis itu. Semuanya selalu menyulut emosinya dengan membabi buta.
Leon sebenarnya anak yang jenius, hanya saja dia bermasalah di lingkungan sekolahnya. Jadi dia berpindah-pindah sekolah karena dropped-out akibat kegemarannya berkelahi. Pada akhirnya, papinya mengirim Leon bersekolah di luar negeri ketika SD kelas 5 di Perth, menumpang di rumah kakak sulung tirinya, Leeray.
Bagi Leon, Leeray justru seperti ayah baginya karena usia mereka berbeda 36 tahun. Kakak sulungnya itu sangat menyayanginya seperti anak kandung karena Leeray memiliki sepasang anak kembar seusianya yang bernama Poseidon dan Midori. Keduanya bertampang blasteran menuruni genetik mami mereka yang memiliki darah Australia. Berambut cokelat kemerahan dan bermata biru dengan kulit seputih porselen.
Semenjak bersekolah di Australia, Leon mulai menunjukkan prestasi di sekolahnya. Dia mengalami akselerasi pendidikan hingga dapat masuk bangku kuliah lebih muda dari usia seharusnya.
Papinya memanggilnya pulang ke Indonesia seusai studi S2-nya di bidang bisnis internasional. Mulailah Leon memimpin perusahaan warisan papinya di Jakarta di usia 21 tahun. Papinya masih membimbingnya di tahun-tahun awal hingga mulai melepaskan Leon untuk memimpin sendiri perusahaan multinational itu.
Secara skill memang Leon mumpuni, tapi secara hubungan dengan orang-orang memang Leon agak kurang sabar. Hal itu sedikit banyak membuat nyawa Leon terancam. Dia mengalami banyak teror dari pihak-pihak yang tersinggung dan tidak menyukainya. Maka dari itu kemanapun dia pergi sepasukan pengawal berbadan tegap selalu mengikuti untuk menjaganya.
Image sebagai CEO yang kasar dan dingin itu melekat erat pada diri Leon. Hanya saja reputasi perusahaan kontraktor swasta terbaik se-Indonesia itu yang membuat banyak klien tetap menggunakan jasa perusahaannya.
Sementara dengan pihak luar negeri yang menjadi klien mayoritas mereka, justru Leon dinilai sangat profesional dan kompeten. Dia menguasai 5 bahasa asing seperti maminya karena memang sejak kecil maminya mengajarinya serta memanggilkan guru privat bahasa asing untuknya.
Leon pun merasa kemampuan 5 bahasanya itu membantu banyak untuk kemajuan perusahaannya. Kontrak klien asing mengalir deras karena kemampuan negosiasinya yang bagus.
Bakat kedua orang tuanya menurun tepat pada Leon. Leonard Indrajaya dikenal sebagai negosiator hebat di masa mudanya hingga disebut sebagai maestro bisnis pendiri konglomerasi grup Indrajaya.
Jalanan kota Jakarta selalu macet, Leon melirik jam tangan berlapis emas di pergelangan tangannya yang menunjukkan bahwa dia sangat terlambat dengan janji konsultasi kejiwaan dengan psikolog di RS. Siloam International.Dia tidak suka bila ada orang yang membuat janji dengannya terlambat datang. Sekarang sebaliknya keadaannya, dia yang terlambat datang. Leon berharap dokter ahli jiwa yang akan memeriksanya tidak marah padanya.Akhirnya, Leon pun sampai di rumah sakit itu. Dia berjalan ke front desk rumah sakit dan bertanya dimana ruang praktik psikolog. Petugas resepsionis itu memberitahukan petunjuk arah dimana ruangan itu berada.Leon pun segera berlari ke sana. Dia telah terlambat 1 jam. Sial!Perawat jaga di depan ruang periksa psikolog itu menanyainya, "Selamat siang, Pak. Apa sudah membuat janji sebelumnya? Atas nama siapa?"Leon menata napasnya yang terengah-engah akibat berlari. "Ehmm ... atas nama Vladimir Leon Indrajaya, saya sudah
Setelah sesi konseling bersama Leon usai, Dokter Evita bergegas ke bagian administrasi RS. Siloam International. Dia ingin mengetahui rincian biaya kemoterapi untuk mamanya, Dokter Evelyn Meyers, yang sedang dirawat di rumah sakit itu karena kanker cervix (leher rahim).Sudah hampir setahun sejak diagnosa dokter spesialis onkologi diberitahukan kepada keluarga Dokter Evelyn Meyers. Itu sebuah berita yang menghancurkan hati Evita dan papanya, Dokter Philip Meyers. Mereka berusaha mencari jalan agar mama sekaligus istri tercintanya itu bertahan.Serangkaian kemoterapi sudah dijalani oleh Dokter Evelyn Meyers selama hampir 1 tahun dan memakan biaya yang sangat besar untuk tiap sesi kemoterapinya. Harta kekayaan yang sudah dikumpulkan oleh Dokter Philip sepertinya pun sudah tiris untuk membayar biaya rumah sakit."Suster Mina, total biaya kemoterapi tahap ketiga berapa jumlahnya ya?" tanya Dokter Evita dengan cemas, tabungannya benar-benar nyaris kosong.
Seperti biasa Leon bertemu dengan partner ranjangnya sekaligus berkencan makan malam romantis dengannya. Dia akan memutuskan apa wanita itu layak atau tidak dibawa pulang ke penthouse miliknya untuk menemaninya menghabiskan malam bersamanya.Selera Leon sangat tinggi, dia tidak suka wanita yang terkesan murahan. Memang uang bisa membeli banyak hal, tapi dia tidak suka wanita yang cantik tapi sudah terlalu sering melayani banyak lelaki. Bagi Leon kesannya seperti kain pel yang sudah dipakai berkali-kali dan kotor, mau secantik apapun wanita itu.Tidak jarang Leon membayar mahal hanya untuk mendapatkan perawan yang dijual di lapak prostitusi online. Dia suka barang yang masih baru dan belum tersentuh oleh lelaki manapun. Sejak masih berumur 16 tahun, Leon sudah melepas keperjakaannya.Annabella Berliana, nama teman kencannya malam ini. Mata Leon menilai penampilan wanita itu. Itu memang tipe wanita favoritnya, berdada besar dengan tubuh langsing. Payud
Sesampainya di depan pintu unitnya, Leon membuka pintu itu dengan sensor retina matanya. Pintu itu pun terbuka."Silakan masuk di rumahku, Bell. Jangan sungkan ya!" ujar Leon mempersilakan Annabella untuk masuk ke unit penthouse itu.Wanita itu terperangah ketika melihat betapa luas dan mewah ruangan itu. "Wahh ... gila, mewah banget tempat tinggalmu, Leon!" katanya.Leon pun duduk di kursi dekat rak sepatu dan sandal untuk melepas sepatu fantofel dan kaos kakinya. Dia mengamati respon Annabella melihat penthouse miliknya ini."Sepertinya kau seorang sultan, Leon. Tempat tinggalmu keren sekali. Well ... ini sebuah penthouse kurasa, bukan unit apartment biasa," ujar Annabella sambil berjalan berkeliling ruangan itu.Leon melepas jasnya lalu dia menarik dasinya hingga simpul dasi itu lepas.Melihat Leon melepas sebagian pakaiannya sendirian, dia pun sadar diri lalu bergegas mendekati Leon sambil berkata, "Biarkan aku yang melayanimu, Leo
Semalam Leon memuaskan hasratnya dengan tak tanggung-tanggung, Annabella adalah partner ranjang yang aktif dan tidak membosankan. Entah karena faktor fisik Leon yang sangat menarik atau partner ranjangnya yang sangat puas sehingga menginginkan lagi dan lagi, mereka melakukan percintaan itu berulang-ulang hingga kelelahan.Alarm ponsel Leon berbunyi tanpa henti berusaha menarik kesadarannya dari alam mimpi. Akhirnya, Leon tersadar bahwa pagi ini dia memiliki janji dengan Dokter Evita di RS. Siloam Internasional."Damn!" rutuknya karena bangun kesiangan.Leon segera berlari ke kamar mandi lalu menyalakan shower air dingin untuk memaksa sel-sel tubuhnya untuk bangun. Dia menyabuni tubuhnya lalu membilasnya dengan cepat. Kemudian memakai handuk untuk mengeringkan tubuhnya sambil mencari pakaian di walk-in-closet miliknya.Dia pun menyambar gantungan setelan jas warna hitam dan kemeja biru langit dengan dasi ungu tua bergaris diagonal. Leon memakainya se
Seusai sesi terapi kejiwaan pertamanya, Leon menyetir ke kantornya sendiri. Pengawal-pengawalnya berada di belakang mobilnya, mengikutinya dengan 2 mobil lain.Kalau dibilang pengawalannya berlebihan, tidak juga. Pasalnya, Leon sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Dua kali penembakan misterius, sekali di depan lobi gedung Indrajaya Realty dan sekali sesudahnya di depan lobi Nirwana Amanjiwo Tower, tempat tinggalnya. Mungkin dia yang memiliki 9 nyawa seperti kucing sehingga bisa lolos dari penembak jitu yang mengintainya dari atap gedung di seberang jalan.Semenjak saat itu, Leon memperketat pengaman dirinya sendiri dengan menempatkan 10 orang pengawal ketika dia pergi keluar ruangan. Masa bodoh pengawal-pengawal itu seperti makan gaji buta, yang penting adalah musuhnya yang tak terlihat itu akan berpikir berulangkali untuk mencoba membunuhnya.Jadwal pekerjaan Leon pagi ini cukup padat. Giorgio, sekretaris pribadinya yang mengurusi jadwal meeti
Semenjak menginjakkan kakinya di unit apartment Evita, dia seolah tak sanggup untuk memalingkan matanya ke arah lain. Seolah-olah gadis itu telah memikatnya.Leon ditemani oleh Evita berjalan melihat-lihat isi unit apartment milik gadis itu. Sementara Adri dan Gio duduk menunggu di sofa seperti yang diperintahkan bos muda mereka.Kondisi unit itu tampak terawat dengan baik, bersih dan rapi. Tak ada barang tercecer. Hingga mereka sampai di kamar tidur Evita. Semua barang Evita memang masih berada di tempatnya karena dia belum sempat packing untuk meninggalkan unit apartment yang telah dibeli oleh Leon.Mata Leon menangkap bentukan segitiga berenda warna hijau tosca itu di atas tepi ranjang. 'Oohh sial! Benar-benar spoiler ...,' umpat Leon dalam hatinya ketika melihat celana dalam sutera berenda milik Evita.Evita pun mengikuti arah pandangan mata Leon. 'Ohh Damn! Bagaimana aku bisa ketinggalan satu lembar ketika melipat celana dalamku tadi?!' sesal E
Sekembalinya Leon dari unit apartment Evita ke kantornya, dia menyuruh Gio dan Adri ikut masuk ke ruangannya. Dia punya tugas untuk kedua sekretarisnya itu."Adri, Gio, aku ingin kalian menyelidiki Belvin Alexander Young, dia CEO Young Entertainment. Aku butuh laporan mengenai kehidupan pribadinya terutama hubungannya dengan para wanita. Dokumentasikan dengan foto kalau bisa," ujar Leon sambil menautkan jarinya sambil menggoyangkan kursinya ke kanan ke kiri."Siap, Pak," jawab Adri dan Gio serempak."Kalian boleh pergi sekarang. Apa masih ada janji temu dengan klien sore ini?" tanya Leon sebelum kedua sekretarisnya pergi dari ruangannya."Tidak ada, Pak. Mungkin Bapak ingin membaca penawaran terbaru granit dan marmer dari PT. Pesona Batu Alam. Mereka menawarkan harga promosi untuk kontrak khusus bulan ini," saran Adrian."Oke, akan kubaca, Adri. Terima kasih," jawab Leon lalu memberi kode dengan tangannya agar mereka berdua keluar dari ruangannya.