Zwetta refleks memperbaiki tanktop hitam miliknya yang ternyata turun sehingga memperlihatkan bukit kembar miliknya. Ia jadi merasa menyesal untuk tidak melihat siapa yang datang, karena menurutnya pakaiannya sangat tidak layak menyambut tamu. Namun ia tidak bisa menghindar sekarang dan berlari ia akan lebih malu dan merasa tidak enak.
“Temannya Dion bukan?” tanya Zwetta memastikan.
“Ya benar, Dion memberitahuku alamat rumah ini dan menyuruhku datang. Perkenalkan Alan Rikkard, panggil saja Alan,” kata pria bernama Alan itu sambil mengulurkan tangannya.
Zwetta langsung membalas uluran tangan Alan dengan cepat dan ia akhirnya menilai pria yang berdiri di hadapannya.
Menurut Zwetta jikalau Alan seumuran dengan suaminya, maka Alan tidak cocok di umur tersebut. Karena penampilan Alan menurutnya sangat muda dari umurnya. Apa lagi kini Alan menggunakan celana jeans, kaos oblong putih dengan dipadukan jaket jeans dan sepatu keds.
Alan juga mempunyai bulu-bulu halus di sekitar dagunya menunjukkan kesan berbeda dan memakai kacamata saat ini. Alan yang dinilai seperti itu akhirnya membuka kacamatanya sehingga pandangan keduanya bertemu.
Zwetta kagum melihat mata indah milik Alan yang berwarna coklat itu, Alan tersenyum padanya hingga membuat Zwetta akhirnya salah tingkah dan menarik tangannya dari genggaman Alan.
“Mari silahkan masuk, Dion belum pulang dari kantor,” kata Zwetta sambil mempersilahkan Alan masuk, pria itu akhirnya masuk ke dalam dengan membawa koper miliknya. “Mau langsung ke kamar atau mau makan? Aku sudah menyiapkan kamar untukmu,” kata Zwetta memberitahu.
“Kau belum memperkenalkan diri,” kata Alan tidak menjawab pertanyaan Zwetta.
“Ehh.” Zwetta terkesiap. “Panggil saja Zwetta, apa Dion tidak memberitahu nama istrinya?” tanya Zwetta balik.
Alan akhirnya tertawa membuat Zwetta diam dan bingung.
“Maafkan aku, Dion sudah memberitahuku. Hanya saja aku ingin tahu darimu langsung, tidak masalah bukan?” tanya Alan dengan senyuman yang mampu membuat para wanita takluk melihat Alan saat ini.
“Hmm it’s okay,” jawab Zwetta berusaha tenang. “Apa kau mau langsung ke kama atau mau langsung makan?” Tanya Zwetta lagi membuat Alan berpikir.
“Sepertinya aku harus mandi dan kau juga memerlukan hal itu,” jawab Alan dengan menilai kembali penampilan Zwetta membuat wanita itu jadi malu sendiri.
“Maaf menyambutmu dengan keadaan seperti ini, aku pikir tadi Dion yang pulang. Dion mengatakan bahwa dia akan pulang cepat dan kau akan sampai di malam hari, tapi ternyata tidak. Aku baru selesai membersihkan rumah karena Dion baru mengatakan tadi pagi kalau kau akan datang hari ini.”
Alan mengernyitkan keningnya bingung.
“Oh ya? Padahal aku sudah mengatakan padanya lama.”
Zwetta memaksakan senyumnya ketika mendengar fakta itu.
“Ya Dion memang seperti itu, dia suka lupa.”
“Kau sendiri? Apa tidak ada asisten rumah tangga?” tanya Alan sambil melihat sekeliling.
Zwetta menggelengkan kepalanya.
“Aku masih bisa mengerjakannya sendiri, kami hanya tinggal berdua jadi masih bisa. Yasudah kalau begitu, itu kamarmu. Bersitirahat dengan nyaman, setelah selesai keluarlah aku juga sudah siapkan makan malam untukmu,” jelas Zwetta sambil mengambil tas dan juga pakaian yang diletakannya tadi di sofa dan semua itu dilihat oleh Alan.
“Apa kau baru pulang kerja?” tanya Alan lagi dan Zwetta menganggukkan kepalanya.
“Ya, aku pulang lebih awal untuk membereskan semuanya. Aku permisi,” kata Zwetta meninggalkan Alan untuk naik ke atas.
Pria itu masih saja memperhatikan Zwetta sampai naik ke atas, setelah Zwetta tidak terlihat oleh pandangannya barulah Alan mulai masuk ke dalam kamar yang diberitahukan Zwetta sebelumnya. Ia tersenyum memikirkan bagaimana Zwetta yang menghiasi kepalanya saat ini, menurutnya sangat lucu dan menarik.
Alan segera membuka bajunya dan masuk ke dalam kamar mandi dengan senyum masih saja mengembang di wajahnya. Begitu juga dengan Zwetta yang melihat dirinya di depan cermin yang berada di kamar mandi melihat dirinya yang jadi salah tingkah karena pria yang baru saja datang ke rumahnya itu. Zwetta menggelengkan kepalanya dengan keras guna membuang pemikiran yang tiba-tiba masuk ke dalam kepalanya.
***
“Apa kau suka minum?” tanya Zwetta saat ia melihat Alan sudah duduk di meja makan.
Saat Zwetta turun, ia sudah melihat Alan yang menunggunya. Zwetta menggunakan dress berwarna hijau tosca di atas lutut tanpa lengan. Dress tersebut berbentuk V di bagian depan dan sangat membentuk tubuh langsing milik Zwetta.
Walaupun Zwetta mempunyai bentuk tubuh yang langsing, tetapi bukit kembar miliknya dan bokongnya tidak sesuai dengan bentuk badannya. Karena di kedua bagian itu membentuk dengan indah dan membesar. Alan yang melihat penampilan Zwetta saat turun dari atas sungguh terkesima.
Menurutnya Zwetta sangat cantik dan anggun, sesuai dengan tipenya. Tapi sayang Zwetta bukan perempuan single pikirnya. Zwetta memang biasa berpenampilan seperti itu, apa lagi Zwetta mempunyai rekan kerja dan menjadi seorang istri Dion yang pastinya akan menjaga penampilan di depan umum. Maka Zwetta memilih salah satu pakaian yang terbaik menurutnya.
“Kau sangat cantik,” puji Alan membuat Zwetta akhirnya berhenti membuka botol wine, karena ia menatap Alan yang sedang memujinya saat ini.
Pandangan mereka bertemu, terutama Alan dengan senyumannya yang mampu membuat Zwetta kagum.
“Apa akk—”
“Aku bilang kalau kau cantik, sangat cantik,” puji Alan lagi membuat pipi Zwetta merona merah dan kali ini Zwetta menanggalkan sikap tegas dan galaknya.
Ia benar-benar merasa senang sekaligus malu dipuji secara terang-terangan seperti itu. Bahkan suaminya sendiri Dion tidak pernah memujinya sampai seperti itu.
“Terima kasih,” jawab Zwetta akhirnya, tanpa berniat membantah dan ia segera melanjutkan aktivitasnya menuangkan minuman ke gelas miliknya. Zwetta jadi salah tingkah sendiri karena pujian tersebut.
“Apa kau tak mau menuangkannya untukku cantik?” tanya Alan sambil menyodorkan gelasnya, Zwetta kembali terkesiap karena panggilan pria itu.
“Eh, oh ya.” Zwetta akhirnya menuangkan minuman tersebut ke gelas milik Alan. “Tadi aku bertanya, tapi kau tak menjawabku,” jelas Zwetta sengaja mengalihkan.
“Ya karena aku terpukau dengan kecantikanmu,” puji Alan lagi membuat Zwetta tersenyum.
Zwetta duduk di kursinya dan kembali menilai Alan yang hanya menggunakan kaos oblong berwarna hitam dengan celana jeans kali ini dengan motif koyak-koyak di lutut.
“Apa kau seumuran dengan Dion?” tanya Zwetta membuat Alan tertawa lalu menggelengkan kepalanya.
“Apa aku terlihat lebih muda dari Dion atau bahkan terlihat lebih tua dari Dion?” tanya Alan dengan jenaka.
“Kau terlihat lebih muda,” jawab Zwetta dengan cepat dan jujur membuat Alan tertawa dengan kejujuran Zwetta.
“Aku setahun lebih muda darinya,”
“Wahhhh, kau tak cocok berumur tiga puluh lima tahun. Kau lebih cocok berumur dua puluh delapan tahun,” kata Zwetta lagi dengan jujur membuat Alan kembali tertawa.
“Benarkah? Itu suatu pujian untukku, terimakasih. Kau juga tidak seperti perempuan yang sudah menikah, sehingga aku menginginkanmu,” kata Alan dengan ambigu membuat Zwetta tertawa.
“Bisa saja,” jawab Zwetta jadi salah tingkah, tak pernah sebelumnya ada seorang pria yang seterbuka ini akan dirinya. “Sepertinya Dion akan pulang lebih lama, bagaimana kalau kita makan terlebih dahulu?” tanya Zwetta pada Alan.
“Terserahmu saja cantik, aku akan ikut apapun katamu.”
Zwetta tersenyum dan dengan sigap mengambil piring Alan dan menyiapkan makanan untuk pria itu.
“Apa ini juga masakanmu?” tanya Alan lagi melihat banyaknya makanan yang tersaji.
“Ohh tidak, aku tidak terlalu pintar memasak. Tadi aku menyuruh asistenku untuk membelikan makanan ini untuk menyambutmu. Semua ini makanan pilihanku dan ini sangat enak, kau harus mencobanya,” ucap Zwetta dengan bangga, Alan menerimanya dengan sangat antusias. Alan langsung mencoba makanan tersebut ketika Zwetta sudah menyiapkannya.
“Kau benar, makanannya sangat enak. Kau sangat pintar dalam memilih, udah cantik ternyata kau juga pintar,” puji Alan lagi membuat Zwetta kembali tersenyum malu-malu. Zwetta akhirnya mengambil makanan juga untuknya dan ikut menikmati makanan tersebut.
“Apa kau bekerja di tempat yang sama dengan Dion?” tanya Alan. Menurut pria itu tidak baik mereka hanya diam saja, maka lebih baik mereka mengobrol saja pikirnya.
“Tidak, aku dengan Dion beda tempat kerja. Bagaimana perjalananmu hari ini?” tanya Zwetta balik.
“Baik, semuanya lancar. Besok mungkin aku akan datang ke perusahaan tempatku bekerja untuk menunjukkan bahwa aku sudah datang. Aku bisa bertanya padamu bukan kalau aku tidak tahu tempatnya?” tanya Alan.
Zwetta menganggukkan kepalanya.
“Silahkan, kata Dion kau hanya setahun disini.”
Alan menganggukkan kepalanya.
“Ya dari kontraknya seperti itu, tapi kalau aku nyaman aku bisa perpanjang kontrak lagi disini. Masalah tempat tinggal apakah kau bisa juga membantuku mencarikannya?” tanya Alan lagi.
Zwetta kembali menganggukkan kepalanya.
“Ya aku juga nanti akan meminta asistenku untuk mencari informasinya. Sebelum kau menemukan tempat tinggalmu, kau bisa ada di sini dan ku harap kau suka ada di sini. Anggap saja bahwa ini rumahmu juga.”
“Pasti aku akan suka tinggal di sini, belum tentu nanti aku akan suka dengan rumah yang ku pilih sebagus apapun tempatnya,” kata Alan dengan ambigu membuat Zwetta bingung.
“Maksudnya gimana?” tanya Zwetta.
“Tidak apa lupakan saja.”
Hanya Alan yang tahu maksud tersebut.
“Oh iya Dion juga mengatakan kau memberiku meminjamkan mobilmu, terima kasih. Kalau kau tidak keberatan aku bisa mengantarmu kemanapun kau pergi sampai aku diberikan mobil oleh perusahaan,” usul Alan.
“Tidak perlu, Dion mengatakan dia yang akan mengantar jemputku nanti. Santai saja Alan.” Entah mengapa ketika Zwetta memanggil namanya ia sangat suka dan ia ingin Zwetta terus menyebutkan namanya dengan arti yang berbeda pastinya.
“Seandainya Dion tidak bisa, aku akan melakukannya untukmu,” Kata Alan dengan mantap, Zwetta membalasnya dengan tersenyum.
Bel rumah Zwetta berbunyi ketika Zwetta hendak membukanya, Alan langsung bangkit berdiri dan mengatakan akan membukakan pintunya sendiri. Karena menurutnya Dion yang datang dan ia ingin menyambut sahabatnya itu secara langsung. Mengingat kembali adanya Dion, Zwetta jadi merasa bersalah saat mengingat ia senang saat Alan memujinya tadi.
“Kenapa harus malu? Supaya Alan tahu bagaimana sikap sahabatnya ini. Apa kau malu karena aku sedang menjelekkanmu? Lagi pula itu fakta, aku berkata yang sebenarnya bukan? Apa aku salah? Jelas tidak, kau tak pernah melakukan hal ini. Kau juga tak punya waktu untukku, apa aku masih bagian dari keluargamu?” tanya Zwetta dengan nada yang sudah mulai meninggi. Dion mendorong kursi ke belakang sehingga pria itu bangkit berdiri.“Sepertinya aku tidak bisa sarapan di rumah Alan. Terima kasih sudah menyiapkan sarapannya. Kau bisa menikmatinya dengan Zwetta, aku pergi.”Setelah mengatakan itu Dion langsung saja pergi tanpa berkata-kata pada istrinya. Zwetta menghela napasnya kasar begitu Dion pergi.“Kenapa kau bersikap seperti itu Baby?” tanya Alan pelan.“Dia membuatku kesal, dia bahkan menjerit saat membangunkanku. Dia marah karena aku tak membangunkannya, dia marah karena sudah terlambat. Apa itu salahku? Aku tak tahu dia akan pergi bekerja, aku juga tak tahu dia harus pergi cepat. Dia meny
“Apa kau marah padaku?” tanya Dion pada Zwetta yang hendak berbaring tidur itu. Pria itu membuka dasi serta kemejanya.“Menurutmu bagaimana?” tanya Zwetta malas. Pria itu menghela napasnya kasar.“Kau tahu aku sangat sibuk. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya aku tidak pulang. Bukankah kau sudah terbiasa dengan ketidak pulanganku? Sudah ada Alan juga di rumah ini yang bisa menamanimu. Kau tak benar-benar sendiri, apa aku salah?” Zwetta tertawa kecil.“Sudahlah, aku mau tidur. Berdebat denganmu akan membuat perasaanku buruk. Seperti katamu, aku sudah terbiasa. Maka itu aku tak peduli kau mau tak pulang berapa lama juga terserahmu. Pada akhirnya aku akan diminta untuk mencoba memahami bukan? Lebih baik aku diam, lakukanlah apapun yang mau kau lakukan.” Zwetta menarik selimutnya dan memejamkan matanya. Wanita enggan bertengkar dengan suaminya itu.Sedangkan Dion akhirnya memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai ia kembali turun dan bergabu
“Kau masih ingin minum?” Tanya Zwetta tak yakin.“Apakah ada yang salah?” Tanya Alan balik, Zwetta menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku pikir kau ingin langsung tidur.” Alan tertawa.“Aku belum bisa tidur, lagipula besok libur kita bisa tidur lebih lama dan bangun lebih lama bukan?” Zwetta tampak berpikir.“Baiklah, aku akan turun begitu selesai mandi.” Alan tersenyum senang.“Aku akan menunggumu.” Zwetta naik ke atas dan Alan juga masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap. Pria itu yang lebih dahulu selesai dan menyiapkan makanan ringan untuk mereka, Alan membawanya ke ruang tengah dan menunggu Zwetta datang. Namun pria itu sudah lebih dahulu untuk minum.“Apa aku terlalu lama?” Tanya Zwetta saat ia turun, Alan langsung saja tersenyum dan meminta Zwetta untuk duduk di sampingnya. Wanita itu hanya memakai gaun tidurnya membuat Alan menyuakinya. Zwetta terlalu kaget melihat Alan tidak menggunakan baju.“Tidak, kemarilah. Aku terbiasa tidak memakai baju saat malam apalagi di rumah, selama i
Zwetta sedang bersiap untuk bekerja hari ini, ia berdiri di depan kaca panjang yang ada di depannya untuk melihat penampilannya. Ia sedang memakai anting ditelinganya. Namun tiba-tiba Zwetta dikagetkan dengan kehadiran Alan yang berdiri di belakangnya.“Alan!” pekik Zwetta kaget hendak berbalik namun Alan menahan pinggang Zwetta agar tidak bebalik. Pria itu tersenyum menatap Zwetta dari kaca.“Selamat pagi,” sapa Alan, Zwetta terdiam melihat pria itu dari kaca.“Kau mau apa?” tanya Zwetta pelan.“Aku tadi mau memanggilmu untuk kita sarapan bersama, aku melihat pintu kamarmu terbuka dan aku melihatmu sedang bersiap dan aku masuk. Aku ingin membantumu, sepertinya kau juga sedang kesulitan saat ini. Apakah aku salah?” Alan tiba-tiba menarik reseleting gaun belakang Zwetta ke atas.Hal yang dimaksud Alan, Zwetta butuh bantuan adalah hal tersebut. Setelah selesai, Alan mengelus pinggang ramping Zwetta dan menempelkan tubuh keduanya. Sehingga kepunyaan Alan tepat berada di bokong indah mili
“Wah kalian akhirnya turun juga, aku sudah lama menunggu kalian turun,” kata Alan saat melihat Zwetta dan Dion turun dari tangga. Keduanya bermesraan dan senyum keduanya mengembang di wajah masing-masing. Dion memeluk pinggan Zwetta posessif. “Sudah berbaikan sepertinya melihat kalian turun dengan mesra,” goda Alan membuat Dion jadi ikut tertawa.“Ya begitulah.” Dion menarik kursi untuk Zwetta duduk di sebelahnya. “Sarapan?” tanya Dion saat melihat kopi dan roti yang tersedia di atas meja.“Ya, aku membuatkannya untuk kalian juga. Aku sudah lama menunggu kalian supaya bisa sarapan bersama.”“Seharusnya kau jangan menunggu kami, lain kau bisa sarapan lebih dahulu,” kata Zwetta jadi tidak enak membiarkan tamu mereka menunggu bahkan membuatkan sarapan.“Tidak masalah, santai aja. Ayo sarapan,” ajak Alan.Dion akhirnya meminum kopinya dan memakan roti yang sudah di siapkan oleh Alan.“Honey, maaf aku tidak bisa mengantarmu. Tadinya aku mau mengantar, tapi karena permintaanmu tadi sepertin
“Aku minta maaf, aku dari tadi udah bilang maaf. Apakah kau tak bisa memaafkanku? Aku harus bagaimana supaya kau mau memaafkanku? Aku sungguh menyesal Zwetta, tolong mengertilah.” Suara itu dari Dion yang kesal pada Zwetta.“Lalu bagaimana denganku? Kenapa sekarang kau yang marah? Seharusnya aku yang marah! Dari tadi malam aku mencoba menahan diri untuk tidak marah di depan sahabatmu itu! Siapa yang berjanji akan pulang cepat! Tapi pada faktanya kau pulang lama dengan alasan pekerjaan! Aku capek kalau selalu mendengar alasan yang sama setiap kau membuat kesalahan! Terus kau mabuk dan tidak mengganti pakaianmu saat tidur, sampai harus membuatku tidur di sofa! Bahu dan leherku sakit karena itu! Sekarang pagi ini kau telat ke kantor dan menyalahkanku karena tidak membangunkanmu? Padahal aku sudah membangunkanmu dari tadi! Saat aku minta mengantarmu ke kantor karena mobilku di pakai dengan sahabatmu kau malah menolaknya? Pernah memikirkan bagaimana perasaanku tidak?” tanya Zwetta semakin