“Honey, maafkan aku pulang terlambat. Tadi ada kerjaan yang tak bisa di tinggal begitu saja, itu sangat mendadak Honey,” kata Dion menghampiri Zwetta yang menunggu di meja makan. Pria itu langsung saja mencium kening Zwetta dengan mesra dan Alan tersenyum melihat hal itu.
“Ya, aku tahu,” jawab Zwetta singkat, ia tidak mau berdebat dengan Dion saat ini. Lebih baik ia mengiyakan saja, karena jelas ia tahu alasan Dion apa. Selalu mengenai pekerjaan.
“Kalian sudah makan? Aku benar-benar terlambat, maafkan aku Alan tidak menyambut kedatanganmu,” kata Dion sambil duduk di samping istrinya itu.
“It’s okay, istrimu sudah menyambutku dengan sangat baik dan menemaniku,” ucap Alan dengan senyum mengembang sambil menatap Zwetta sehingga pandangan keduanya bertemu.
“Syukurlah, istriku emang selalu yang terbaik. Aku bersyukur memilikinya karena bisa di andalkan,” puji Dion sambil menatap Zwetta dengan mesra bahkan mencium punggung tangan Zwetta membuat Alan tertawa.
“Ya, kau benar. Ayo Dion makan, makananya sangat enak dan istrimu sangat pintar memilih makanan. Aku menyukainya,” puji Alan membuat Dion tertawa dan bangga.
Zwetta hanya diam saja ketika Dion sudah datang.
“Ya dia emang sangat pintar, makanya dia juga sukses di pekerjaannya,” puji Dion.
“Selain pintar, dia juga cantik. Andai saja aku juga punya kesempatan yang sama punya istri yang cantik seperti Zwetta pasti aku akan sangat bersyukur bukan? Kau sangat beruntung memilikinya,” puji Alan secara terang-terangan di depan Dion.
“Kau bisa saja.” Tawa Dion pecah, Zwetta menatap Alan dengan serius. “Nanti kau juga bisa mendapatkan istri seperti Zwetta, aku yakin itu. Kau lebih tampan dan pintar dariku, pasti sangat mudah mendapatkannya.” Alan tertawa sambil meminum wine yang sudah disediakan itu.
“Mungkin aku bisa mendapatkan yang pintar dan cantik juga, tapi tidak seperti Zwetta yang baik dan sangat mencintaimu bukan?” Perkataan Alan terkesan sangat ambigu di telinga Zwetta.
“Nanti kau bisa tanya pada istriku bagaimana mencari wanita sepertinya,” jawab Dion dengan tertawa.
Malam itu akhirnya dipenuhi dengan obrolan santai yang lebih di dominasi Dion dan Alan pastinya. Apalagi mereka juga sedikit membahas pekerjaan dan sedikit flashback tentang masa lalu mereka. Selesai makan, Zwetta memilih pamit undur diri dengan alasan mengerjakan pekerjaan.
“Aku pamit ke kamar, ada hal yang harus ku kerjakan.” Zwetta baru saja membereskan bekas makanan mereka sendirian.
“Baiklah, jangan terlalu kecapekan jaga kesehatanmu. Selamat malam Honey,” kata Dion sambil memeluk Zwetta dan bahkan mencium bibir sang istri di depan Alan.
Zwetta langsung saja mendorong Dion ketika berhasil menciumnya. Zwetta langsung saja naik ke atas meninggalkan kedua pria itu, pandangan Alan tak pernah lepas dari Zwetta sampai wanita itu menghilang dari pandangannya.
“Apa kau sangat menyukai istriku sehingga pandanganmu tak pernah terlepas sedikitpun darinya?” tanya Dion sambil tertawa membuat Alan tertawa.
“Sepertinya aku ketahuan. Zwetta memang perempuan yang menarik, kau sangat beruntung memilikinya.”
Dion tertawa dan merasa bangga.
Setelah ditinggal oleh Zwetta, Dion dan Alan kembali melanjutkan obrolan mereka. Begitu banyak hal yang mereka bahas sampai akhirnya lupa waktu. Dion kembali ke kamarnya dengan keadaan lampu yang sudah mati. Ia melihat jam sudah pukul dua pagi.
Zwetta istrinya sudah tertidur di atas tempat tidur. Dion langsung saja naik ke atas tempat tidur tanpa mengganti bajunya. Ia mendekati sang istri dan memeluk dari belakang.
Dion melingkarkan tangannya di perut sang istri dan mengecup beberapa kali ceruk leher sang istri. Alcohol sudah menguasai Dion, karena perbuatannya itu akhirnya membuat Zwetta terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu. Zwetta marah karena perlakuan Dion itu dan mendorong Dion menjauhinya.
“Kau mabuk? Bahkan kau belum mengganti bajumu!” seru Zwetta dengan kesal saat sadar dengan pakaian Dion.
“Aku ingin memelukmu.” Racau Dion.
“Ganti bajumu kalau mau tidur di sini,” Ancam Zwetta sambil mendorong Dion.
Namun suaminya itu tidak mendengarkannya seberapa besar usahanya. Zwetta berdecak dan akhirnya memilih membiarkan Dion tidur di tempat tidur. Zwetta memilih tidur di sofa yang ada di dalam kamarnya. Karena Zwetta paling tidak suka dengan Dion yang tidur dengan keadaan yang belum bersih.
***
Zwetta terbangun dalam tidurnya dan merasakan pegal karena tidak nyaman tidur di sofa. Leher dan bahunya terasa sakit, lalu Zwetta melihat jam sudah pagi dan memilih untuk turun ke bawah. Ia menyiapkan sarapan seperti biasanya, roti dan kopi.
Zwetta sedikit bingung karena dapurnya sudah bersih, padahal semalam ia meninggalkan beberapa makanan yang belum habis. Yang ia yakini tidak di bersihkan oleh suaminya itu.
Namun Zwetta tak mau pusing dibuatnya, sambil menunggu airnya mendidih dan rotinya selesai di panggang. Zwetta memilih duduk di kursi bar dengan memijat leher dan punggungnya yang masih terasa sakit. Lalu ia dikejutkan dengan tangan seseorang yang ikut memijat punggungnya itu dan Zwetta menoleh ke belakang dan ternyata Alan.
“Astagah kau mengejutkanku.”
Zwetta langsung saja bangkit berdiri dan memperbaiki gaun tidurnya yang sedikit terbuka itu. Alan tersenyum dan menilai Zwetta dari atas sampai bawah yang sangat sexy karena menggunakan gaun tidur yang tipis, di bawah lampu seperti itu Alan bisa melihat di balik gaun tidur tersebut.
“Aku lupa kalau ada orang lain di rumah ini.”
Zwetta sepertinya sadar akan kesalahannya dan ingin naik ke atas namun langsung di tahan oleh Alan.
“Kau mau kemana?” tanya Alan sambil mengelus lengan Zwetta dan jangan lupakan senyuman khas miliknya.
“Mau mengganti baju,” jawab Zwetta jujur, Alan tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya.
“Tidak perlu, aku tahu kau sangat nyaman memakainya. Aku tidak akan melihatnya lagi, santai saja. Kenapa dengan bahumu? Sakit? Sini biar ku urut.” Zwetta menarik tangannya dari genggaman Alan lalu menggelengkan kepalanya.
“Nanti akan membaik.”
Pemanggang rotinya bunyi membuat Zwetta langsung saja melihat rotinya dan hendak mengeluarkannya namun Alan tiba-tiba berdiri di belakangnya seperti memeluknya dan menahan tangan Zwetta.
“Kau tidak sadar roti ini baru masak dan ini panas. Tanganmu bisa terluka.”
Seketika Zwetta sadar dengan kecerobohannya dan berdiam. Alan mengambil penjepit dan piring, lalu mengambil roti tersebut dan diletakkannya di atas piring. Zwetta bisa merasakan hembusan napas Alan yang berada di belakangnya. Ia memilih menahan napasnya sejenak.
“Airmu juga sudah mendidih,” ucap Alan sambil beralih mematikan kompor, barulah Zwetta bisa bernapas dengan lega.
“Terima kasih, aku ingin buat kopi.”
Zwetta ingin mengangkat air yang baru masak itu namun di tahan oleh Alan. Entah kenapa kali ini Zwetta menginginkan kopi bukan teh.
“Kau duduk saja, biar aku yang membuatkan kopi untukmu,” ucap Alan sambil memegang tangan lembut Zwetta.
Wanita itu langsung saja menarik tangannya dan mengikuti perkataan Alan untuk kembali duduk di kursi bar. Zwetta melihat Alan yang dengan mahir menyiapkan kopi untuknya. Lebih tepatnya Zwetta melihat perawakan Alan yang dikaguminya itu.
“Ini kopi dan roti untukmu, silahkan dinikmati,” kata Alan sambil memberikan secangkir kopi dan sepiring roti.
Alan membuat juga untuk dirinya sendiri. Zwetta meniup kopi tersebut lalu mencicipinya dan ia suka dengan kopi tersebut. Rasanya sama seperti buatannya setiap hari, tidak terlalu manis tidak juga terlalu pahit.
“Enak,” puji Zwetta tanpa sadar, Alan tertawa mendengar pujian dari Zwetta itu.
“Syukurlah kalau kau menyukainya. Aku tahu kopi yang selalu kau inginkan seperti itu.” Zwetta mengernyitkan keningnya bingung, dari mana pria ini tahu pikirnya. “Dion yang cerita tadi malam, kau selalu marah karena dia tak pernah berhasil membuatkan kopi yang sesuai dengan seleramu. Maka itu dia tak pernah membuatkan kopi untukmu bukan? Jadi dia kasih tahu bagaimana selera kopimu dan ternyata aku berhasil membuatkannya pagi ini,” kata Alan mencoba menjelaskan, Zwetta menganggukkan kepalanya mengerti.
“Thank’s,” jawab Zwetta singkat.
“Kenapa bahumu bisa sakit? Bukannya tadi malam masih baik?” tanya Alan penuh perhatian, Zwetta hanya tersenyum simpul dan tidak mau menjawab. “It’s okay aku tidak memaksamu untuk memberitahuku.” Lanjut Alan dengan senyuman khasnya. Hal itu membuat Zwetta jadi merasa bersalah, padahal Alan sudah baik padanya.
“Ini karena aku tidur di sofa, sepertinya tadi malam kalian banyak minum dan buat Dion mabuk. Jadi dia tak sadar naik ke tempat tidur belum mengganti pakaiannya. Aku tak suka dengan Dion yang selalu seperti itu, jadi aku memilih untuk tidur di sofa dari pada tidurku terganggu.” Akhirnya Zwetta menjelaskannya dan Alan semakin tahu mengenai kesukaan dari wanita cantik yang ada di depannya ini.
“Aku pandai dalam mengurut, mau ku bantu supaya lebih baik?” Tawar Alan yang langsung di tolak Zwetta dengan gelengan kepala.
“Tidak perlu akan aku atasi sendiri.” Tolak Zwetta dengan halus.
“Baiklah.” Alan tidak mau memaksakan Zwetta. Keduanya diam sambil menikmati kopi yang tersedia. Alan menilai Zwetta kembali dan membuatnya tersenyum. “Kau cantik, terlihat natural. Aku menyukainya.” puji Alan lagi secara terang-terangan membuat Zwetta menatap Alan dengan bingung. “Wajahmu bangun tidur seperti ini sangat cantik.” Alan mencoba menjelaskan maksud perkataannya.
“Terima kasih, aku balik ke kamar mau mandi.” Zwetta langsung saja bangkit berdiri dan membawa gelas serta piring yang sudah kosong tersebut namun langsung di tahan Alan.
“Pergilah, aku yang akan membereskannya.”
Zwetta seperti robot yang langsung saja setuju dengan perkataan Alan. Akhrinya ia meletakkan piring dan gelas tersebut lalu naik ke atas. Lagi Alan melihat Zwetta dari belakang yang menurutnya sangat sexy itu. Alan menggelengkan kepalanya keras akan pikiran gilanya itu.
“Intinya jangan mau disentuh olehnya. Bagaimana denganku? Kau tak memikirkan bagaimana perasaanku? Kau membiarkan dirimu disentuh olehnya? Kau dengan mudah memberikan tubuhmu untuknya! Kau sudah berjanji untuk tidak lagi mau disentuh olehnya. Jangan seperti wanita murahan yang menjajalkan tubuhnya seperti itu,” ucap Alan dengan sarkas.Zwetta yang mendengar hal itu tertawa dan mendorong Alan.“Wanita murahan katamu?” tanya Zwetta.“Ya, wanita murahan. Bukankah wanita murahan yang menjajalkan tubuhnya kepada banyak pria?” tanya Alan dengan berani.“Aku memang wanita murahan. Kau lupa siapa aku? Aku istrinya Dion, aku wanita murahan yang memang menjajalkan tubuhnya pada pria lain. Aku wanita murahan yang berselingkuh denganmu di belakang suamiku. Selingkuh dengan sahaba
“Hallo Alan, di mana istriku?” tanya Dion begitu sambungannya tersambung.“Hai Dion, kau mencari Zwetta?” tanya Alan sebagai bentuk basa-basi.“Ya, dari tadi aku mencoba menghubunginya tapi tak bisa,” jawab Dion.“Sepertinya dia sedang mandi. Dia ada di kamarnya dan aku mendengarkan suara air dari dalam,” jawab Alan berbohong.Padahal Zwetta sedang berada di dalam dekapannya tidur dengan nyaman. Keduanya masih tak menggunakan apapun di balik selimut. Karena mereka baru saja melakukannya dan baru tidur dua jam yang lalu.“Benarkah? Aku ingin bicara dengannya. Aku ingin tahu kapan dia pulang, aku juga membutuhkan istriku. Apakah kau sudah pulih?”Alan sengaja menghela napasnya ka
Setelah beberapa saat belakangan ini Alan dan Zwetta sering ketemu, namun sudah lima hari Zwetta dan Alan kembali tidak bisa bertemu. Zwetta mempunyai urusan di siang hari sehingga ia harus keluar dari kantor untuk melakukan pertemuan atau meeting.Di saat Zwetta bisa, maka jadwal Alan tak bisa untuk bertemu dengannya karena pria itu juga mempunyai pekerjaan lain di luar. Sehingga sudah lima hari ini mereka tak bertemu membuat keduanya sama-sama frustasi.Handphone Zwetta berdering saat ia masuk ke dalam kamar. Sudah ada Dion juga di dalam kamar itu. Dion melihat handphone Zwetta yang berdering karena memang berada di atas tempat tidur. Zwetta mendekat untuk melihat siapa yang menghubungi.“Alan, angkat aja,” kata Dion yang sudah lebih dahulu melihat.Dion sangat mudah mengatakan hal itu berbeda d
“Aku sudah sampai di basement kantormu,” kata Alan melalui sambungan telepon tersebut.“Benarkah? Mau apa?” tanya Zwetta terkejut ketika Alan mengatakan hal itu.“Pastinya bertemu denganmu Baby, tak mungkin aku bertemu dengan yang lain di sini. Aku sangat merindukanmu Baby,” kata Alan dengan sendu membuat Zwetta tertawa.“Baiklah, aku akan ke bawah. Beritahu aku di mana posisi mobilmu,” kata Zwetta sebelum mengakhiri panggilan tersebut.Zwetta keluar dari kamar mandi lalu masuk ke dalam ruangannya dan mengatakan pada Rossie bahwa dia akan makan siang di luar. Belakangan ini Zwetta memang selalu mengatakan pada Rossie bahwa ia akan makan di luar.Ini bukan pertama kalinya Zwetta dan Alan melakukan hal ini. Dengan cara se
“Kau benar-benar merindukanku?” tanya Zwetta pelan tanpa melihat Alan.“Jelas aku sangat merindukanmu. Apa kau tak melihat bagaimana tubuhku sangat bereaksi saat bersamamu? Kau tak melihat bagaimana tubuhku sangat membutuhkanmu? Apakah itu tak cukup membuktikan bahwa aku benar-benar mencintaimu?” tanya Alan sambil menatap Zwetta.“Bahkan kau tak menanyakan bagaimana kabarku. Bahkan untuk menanyakan kabar kehamilanku tentang anakmu saja tidak. Kau langsung saja menyerangku begitu saja. Mungkin yang kau rindukan hanyalah tubuhku saja. Kau sudah tak tahan dan tak tahu harus menyalurkannya kepada siapa. Maka itu kau datang padaku, bukanku tubuhku yang kau inginkan?” tanya Zwetta.“Kau bicara apa?” tanya Alan kesal.Pria itu bangkit untuk duduk lalu menatap Zwetta. T
Setelah berdiskusi dengan Alan dan mempertimbangkan banyak hal akhirnya Zwetta memutuskan untuk pulang ke rumahnya dengan Dion. Alan benar, kalau Dion tak boleh curiga padanya dengan alasan ia terlalu lama berada di rumah pria itu.Maka sepulang kerja Zwetta langsung saja ke rumahnya dengan Dion tanpa kembali ke tempat Alan. Begitu sampai rumah Zwetta langsung saja mandi. Begitu selesai mandi Zwetta terkejut menemui Dion sudah berada di kamar dan pria itu juga pulang lebih awal dari pada biasanya.“Aku senang akhirnya kau pulang ke rumah kita,” kata Dion sambil tersenyum senang.“Tak biasanya kau pulang cepat,” kata Zwetta menyuarakan isi pikirannya.“Aku berharap ketika pulang bisa melihatmu dan ternyata benar kau sudah pulang ke rumah kita. Aku benar-benar senang Zwetta, aku mi