LOGINAlexa baru bangun pagi hari dan dia memutuskan untuk berjalan menuju kearah dapur. Baru juga dia hendak akan mengambil minum, tiba-tiba dia melihat Jian yang hanya menggunakan handuk sebatas pinggang.
"Astaga," umpat Alexa. "Kenapa?" tanya Jian yang menoleh kearah Alexa. "Ah tidak." Alexa memutuskan untuk pergi, tetapi tiba-tiba Jian sudah lebih dulu mencegahnya. Seolah tidak mengizinkan wanita itu untuk pergi. "Mau ke mana?" tanya Jian. "Mau ke kamar," jawab Alexa dengan gugup. Bisa bahaya kalau dia terus berada di sini dan memperlihatkan Jian yang setengah dada. Membuat jiwa liarnya ingin menerkamnya saat itu juga. "Buatkan aku sarapan. Ingat yah telur rebus dua sama susu." "Baik." Alexa menuruti keinginan dari Jian, dia langsung berjalan menuju kearah lemari pendingin dan mengambil dua telur. Setelah itu dia mengambil air ke dalam panci dan merebusnya. "Alexa," panggil Jian kembali. "Iya," jawab Alexa. "Siapa kedua orang tua kamu?" tanya Jian yang membuat Alexa terdiam. Alexa tidak bisa menjawab karena memang ini adalah satu privasi yang dia simpan sendiri. Jelas dia tidak mau kalau ada yang mengetahui tentang keluarganya. "Apa itu penting?" Jian kembali menatap kearah Alexa. "Kamu menyembunyikan identitasmu, bahkan teman-temanmu pun tidak tahu?" "Apa kamu menyelidiki tentangku?" tanya Alexa. Jian tersenyum dengan licik. "Tentu saja, bagiku kamu tidak lebih dari seorang penjahat yang tiba-tiba naik ke dalam ranjang tidurku dan seolah menjadi korban." Alexa tidak terima dengan perkataan dari Jian sekarang. Dia langsung menampar laki-laki itu dengan keras. "Jaga ucapan kamu, siapa yang berlaga jadi korban? Aku tidak pernah mengemis tanggung jawab dari laki-laki seperti kamu, Sang Jian!" Alexa mengumpat dengan kesal karena Sang Jian terus saja menuduh dirinya. Sudah jelas dia tidak bersalah sama sekali. Sang Jian hendak akan berbicara kembali, tetapi ponselnya sudah kembali berdering. Jian menoleh kearah ponselnya yang rupanya itu dari ibunya. Dia langsung mengangkat telepon tersebut dan langsung pergi meninggalkan dapur. "Taruh di meja nanti. Aku akan telepon dulu." Sang Jian mengatakan itu pada Alexa sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berjalan menuju kearah kamarnya. "Sang Jian." "Kenapa mah?" "Apa maksud kamu berbicara ke media akan menikahi wanita seperti itu? Sang Jian! Ingat yah kalau kamu sudah mamah jodohkan dengan anak teman mamah!" ujar Mei Linda. "Aku tidak tahu harus menjawab apalagi, jelas nama baikku akan tercoreng nanti." "Tapi kamu benar-benar tidak akan menikahi wanita itu bukan? Bagaimana cara mamah bilang ke calon besan nanti," kata Mei Linda. "Sudah sih mah. Kalau dia tidak mau juga gak papa, lagian aku juga belum melihat wanitanya seperti apa," balas Jian dengan santai. "Kamu ini, pokonya kamu harus pertemukan aku dengan wanita jalang itu!" ujar Mei karena memang tidak sabar ingin mengintrogasi orang yang tidur dengan anaknya. "Untuk apa mah? Jangan buat keributan," kata Jian. "Aku hanya ingin mengajukan pertanyaan saja. Pasti dia melakukan ini karena menginginkan kamu." "Iya sudahlah mah, aku akan menyelidiki sendiri. Siapa orang yang sudah menyuruh dia tidur di ranjangku dan membuat skandal ini. Aku pasti akan menyelidiki dengan baik. Jadi mamah gak usah khawatir." "Bagus kalau begitu, hanya saja ingat pesanku. Jangan pernah jatuh cinta pada wanita murahan yang tidak tahu asal-usulnya itu." "Iya mah. Tidak usah khawatir. Pokonya aku tidak akan jatuh cinta pada wanita seperti itu," kata Jian "Bagus," kata Mie. Jian langsung memastikan sambungan teleponnya. Menghela napas dengan tenang. Setidaknya sekarang dia paham apa yang sudah terjadi. Dia sedikit merasa lebih tenang, apalagi setelah mendengar perkataan dari ibunya. Tentu saja dia tidak akan mudah jatuh cinta hanya dengan seorang seperti Alexa. Wanita yang memang jauh dari standarnya. Jian lebih suka dengan wanita yang berpakaian seksi dan itu lebih menantang untuk dirinya. Seperti wanita yang waktu itu mencium dirinya sedikit liar. "Sialan, kenapa aku memikirkan Alexa," umpat Jian kembali ketika teringat dengan kilasan malam panas dirinya dihotel bersama dengan Alexa. **** Sementara di dalam kamar. Alexa tengah merasa kesal sendiri, kenapa dia pada akhirnya malah terjebak di tempat yang menyebalkan seperti ini. Apalagi dia harus terus dekat dengan aktor sombong itu. "Apa ini karma untukku yang kabur dari rumah?" batin Alexa pada dirinya sendiri. Andai saja dia memutuskan untuk menerima perjodohan itu, mungkin saja dia tidak akan terjebak. Tidak ada yang tahu tentang dirinya, termasuk dengan identitas yang memang dia rahasiakan. "Siapa yang menghubungi?" batin Alexa ketika ponselnya berdering tanda ada yang menghubunginya. Dia mengambil ponselnya dan melihat, rupanya itu nomor dari adiknya. "Hallo." "Aku melihat seorang aktor tampil di televisi dan memperkenalkan dia sebagai kekasihnya, mukanya mirip sekali dengan Kakak." Deg Jangan sampai adiknya tahu kalau itu adalah dirinya. Bisa bahaya kalau adiknya tahu dan melaporkan semuanya pada kedua orangtuanya. "Itu mungkin hanya kebetulan saja," jawab Alexa. "Kakak yakin hanya kebetulan saja?" "Iya tentu saja. Lagian wajah seperti Kakak ini pasti banyak," jawab Alexa berusaha untuk menjelaskan pada adiknya. "Kakak benar juga. Lagian bukannya kakak tengah berada di luar negeri yang. Bagaimana mungkin bisa ada di sini," ujar adiknya. Alexa menghela napas lega, syukurlah karena adiknya itu tidak curiga dengan dirinya kalau dia memang ada di Indonesia. "Itu kamu tahu, hanya kebetulan saja," balas Alexa. "Oh iya Kak. Itu Mommy dan Daddy tengah mencari keberadaan Kakak. Mereka masih ingin menjodohkan Kakak," kata adiknya. "Katakan pada mereka, kalau aku tidak akan pulang sebelum mereka berdua membatalkan perjodohan itu," kata Alexa dengan tegas. Alexa memang tengah kabur dari kedua orangtuanya karena tidak mau dijodohkan dengan orang yang tidak dikenal. Apalagi dia tidak tahu orang yang seperti apa. Hanya teman ibunya saja dan tidak tahu. "Tapi Kak." "Sudah yah, Kakak tutup dulu. Ingat untuk jangan mencariku." Alexa menaruh ponselnya kembali, dia menghela napas, hampir saja dia ketahuan. Apalagi sebenarnya dia tengah kabur dari rumahnya. Dia harus segera membersihkan nama baiknya karena tidak mau Sang Jian semakin salah paham padanya. Sebenarnya Alexa sangat fans dengan Sang Jian dulu, tetapi karena mengetahui sifat aslinya yang menyebalkan, apalagi menuduh dirinya dengan aneh. Membuat Alexa jadi kesal juga, dia harus membersihkan nama baiknya. [Selidiki dengan baik, siapa orang yang menjebakku bersama dengan Sang Jian.] Alexa mengepalkan tangannya, setelah dia mengirim pesan pada seseorang, dia berharap akan menemukan jawaban tersebut. BERSAMBUNGAlexa mengejar Sang Jian, dia masih penasaran dengan laki-laki itu. Sampai mereka berdua kembali masuk ke dalam mobil sekarang. "Sang Jian," panggil Alexa. "Kunci mobil."Alexa memberikan kunci mobilnya dan membiarkan Sang Jian mengendarai mobil tersebut. Sang Jian mengendarai mobilnya. "Kamu kenapa sih?" tanya Alexa heran. "Papah sengaja ingin aku keluar dari agensi itu karena dia ingin aku bekerja di perusahaannya.""Terus, kamu tidak mau bekerja di perusahaannya?" tanya Alexa penasaran. "Aku tidak tahu, aku sudah terbiasa dengan kehidupanku yang sebagai aktor.""Bukannya waktu itu kamu juga mengatakan kalau sebenarnya kamu juga lelah di dunia hiburan itu?" tanya Alexa. "Kadang aku juga merasa lelah jadi sorotan banyak orang, tetapi untuk berkerja di perusahaan papah, rasanya sangat berat sekali." "Berat gimana?" tanya Alexa penasaran. "Perusahaan papah sangat besar, dia menginginkan aku menjadi penggantinya. Banyak yang menggantungkan hidupnya padaku. Aku sendiri pun belum
Alexa benar-benar dibuat sibuk sekarang, dia tengah memperhatikan Sang Jian yang melakukan pemotretan sebuah produk. Diam-diam dia malah terpesona dengan laki-laki tersebut. "Dia terlihat tampan, tetapi sikapnya menyebalkan."Alexa malah melamun, kalau dia tidak salah paham sampai tidur dengan Sang Jian, bagaimana nasinya yah?"Lama menunggu?"Alexa langsung menoleh kearah Sang Jian. Rupanya laki-laki itu sudah selesai melakukan proses pemotretan. "Sudah?"Jian hanya mengangguk. "Iya, hari ini temani aku ke kantor Riandi Entertainment. Aku ingin bertemu dengan Rian.""Untuk apa?" tanya Alexa heran. "Entahlah, ayahnya Rian marah karena produksi filmnya gagal dan banyak merugikan. Padahal sudah aku tutup dengan Nico semuanya."Alexa melihat sorot mata dari Sang Jian yang terlihat lelah. Mungkin laki-laki itu tengah banyak pikiran sekarang. "Baiklah, kalau begitu aku akan menemanimu."Padahal Alexa tengah kesal dengan Sang Jian. Tetapi karena dia teringat dengan telepon ancaman dari
Sang Jian tengah menunggu kehadiran dari Alexa di apartemen miliknya. Dia akan mengikuti saran yang diberikan oleh Junay. Jika dia tidak mau melepaskan Alexa, maka dia harus memberikan sebuah perhatian lebih untuk wanita itu. "Kamu yakin kalau ini akan berhasil?" Jian langsung menoleh kearah orang yang ada disebelahnya. Dia tersenyum dengan penuh arti. "Tentu saja, harusnya kamu bersyukur padaku. Karena asisten mu yang lagi cuti itu diganti oleh Junay.""Kamu benar juga," ujar Nico. "Tapi kenapa Junay langsung mengiyakan yah. Ketika dia aku rekomendasikan untuk menjadi asisten kamu. Dia langsung setuju begitu saja."Nico yang mendengar itu pun langsung tersenyum dengan penuh arti. Tentu saja karena di tahu alasan yang sebenarnya dari Junay mau menuruti keinginan dirinya. "Kamu tahu alasannya kenapa? Karena aku tahu rahasia dari Junay," bisik Nico dengan pelan. Jian yang mendengar itu pun langsung tertawa. "Rahasia apa? Kalau dia bukan banci bisa? Iya sih dia memang jagi berkelah
Alexa terbangun dengan sentakan kecil, jantungnya berdegup cepat seolah baru saja dikejar mimpi yang enggan ia ingat. Mata itu otomatis mencari jam di dinding.07.43.“Ya ampun!” serunya setengah teriak.Tanpa pikir panjang, Alexa bangkit dan setengah berlari menuju kamar mandi. Lantai dingin tak sempat ia rasakan; yang ada hanya suara langkah terburu-buru dan pintu yang ditutup tergesa.Air hangat menyentuh kulitnya, membuat kepalanya sedikit lebih jernih. Ia menggosok wajah, merapikan rambut, bahkan sempat mengomel pelan pada dirinya sendiri.“Alexa,harusnya tidur, bukannya mikirin orang itu.”Begitu selesai, dia berdiri di depan cermin. Rambutnya masih basah, menetes pelan di sepanjang leher. Wajahnya segar, tapi… sedikit merah. Entah karena mandi air hangat atau karena memori seseorang yang seharusnya tidak terpikir muncul lagi di kepalanya.“Hah… sudahlah.”Alexa menarik napas panjang lalu melangkah keluar kamar. Aroma bawang tumis langsung menyapa hidungnya begitu ia mendekati d
Alexa akhirnya memutuskan untuk tidur di kontrakan lamanya bersama dengan Amira dan Ibunya Amira, dia senang karena semua masalah sudah selesai. Apalagi kebenaran tentang kejahatan dari Angela sudah terselesaikan. Semua masalah sudah selesai.Harusnya dia bisa tidur nyenyak.Namun begitu lampu dimatikan dan selimut ditarik hingga leher, mata Alexa justru tetap terbuka lebar."Kenapa aku malah begini?" batin Alexa yang kini malah menjadi gelisah tidak bisa tidur sama sekali. Dia membalikkan badan ke kiri. Lalu ke kanan. Duduk. Rebahan lagi. Tetap saja dia tidak bisa tidur.Bayangan wajah Jian muncul begitu saja. Cara laki-laki itu marah, tertawa, omelan kecilnya, bahkan kebiasaannya merebut selimut saat tidur. Alexa menggigit bibir, merasa kesal pada dirinya sendiri.“Kok jadi kepikiran dia…” gumamnya lirih.Alexa menarik selimut menutupi wajah, di saat dia tidur tanpa Sang Jian, rasanya malah berbeda. Dia tidak membayangkan semuanya malah jadi begini. Dia menghela napas panjang. “
Jian tersenyum puas dan kembali ke apartemen miliknya. Dia benar-benar senang karena sudah memberikan pelajaran pada wanita licik itu. "Kamu benar-benar bahagia?" tanya Junay. "Tentu saja, setelah memberikan pelajaran pada wanita itu, sekarang aku sudah benar-benar lega.""Kamu lega karena Alexa tidak terbukti bersalah bukan? Semuanya memang rencana busuk dari Angela. Bahkan kita awalnya mengira kalau semuanya ulah Nico," kata Junay. Jian mengangguk, "Kamu benar, tetapi aku merasa lega setelah semuanya berhasil. Aku jadi tahu kalau Nico ternyata tidak seburuk itu.""Dia saja pergi ke keluar negeri pas kejadian itu.""Kamu benar, sekarang hubunganku dengan dia baik-baik saja," jawab Jian dengan santai. "Lalu bagaimana setelah ini? Kalau sampai terkena masalah seperti ini, produksi filmnya juga pasti akan tertunda," jelas Junay. Jian sudah memikirkan semuanya. Dia akan mengganti rugi semua biaya produksinya pada ayahnya Rian selaku produser film tersebut. Dia juga sudah berdiskusi







