تسجيل الدخولNico sudah berada di tempat tersebut dan mencari keberadaan dari Rian, tetapi dia tidak menemukan jejak dari laki-laki itu. Alexa berkeliling rumah itu untuk memastikan sesuatu, tetapi dia juga tidak menemukan apapun. "Sepertinya memang tidak ada," kata Alexa. "Padahal aku yakin disekitar sini," ujar Nico memastikan semuanya. "Kita cari ke tempat lain saja," kata Sang Jian yang sudah menyerah. Dia tidak menemukan kebenaran Rian. Kalau pun ada, pasti tempat ini sudah dijaga dengan ketat karena tidak ingin ada yang menerobosnya."Yaudah kalau begitu kita ke mobil lagi saja," kata Nico.Alexa dan Sang Jian setuju, sampai akhirnya mereka berdua kembali masuk ke dalam mobil. Sang Jian menyalakan mesin mobilnya, sedang-kan Alexa berusaha untuk melacak keberadaan Amira sekarang. Sampai ponsel milik Nico tiba-tiba berdering tanda ada yang menghubunginya. "Siapa?" tanya Sang Jian. "Arjuna, dia menelepon," kata Nico. "Kalau begitu angkat saja, siapa tahu memang penting," kata Sang Jia
Sang Jian sudah menghubungi Nico dan mereka akan bertemu di tengah jalan. Kebetulan Nico tadi masih berada di rumah sakit. "Nico lama sekali," umpat Alexa. "Kamu tidak usah khawatir, kita pasti akan menemukan dia," kata Sang Jian. Alexa hanya mengangguk saja sambil memandangi tablet miliknya. Dia berusaha untuk melacak keberadaan seseorang. "Kita tidak menemukan jejaknya," kata Alexa sambil melihat layar. Sang Jian menoleh kearah Alexa kembali, dia tahu apa yang ada dalam pikiran wanita itu sekarang. "Rian tidak mungkin membawa Amira ke dalam rumahnya bukan?""Harusnya seperti itu, kita harus tanya ke anak buahnya yang sudah kita tangkap, mungkin saja dia tahu markas Rian."Sang Jian setuju dengan usulan yang diberikan oleh Alexa padanya. "Kamu benar sayang. Aku akan mengirim pesan pada Arjuna untuk mengintrogasi dia."Alexa hanya mengangguk saja, sampai tak lama kemudian, ada mobil yang menghampiri mereka berdua sekarang.Orang dalam mobil itu langsung turun dan menghampiri Ale
“Apa Amira culik?”Alexa mengucapkan kalimat itu dengan nada yang sedikit lebih keras dari biasanya, sampai membuat dua orang yang berdiri di hadapannya terkejut dan saling pandang. Wajahnya langsung menegang, matanya memancarkan kekhawatiran yang sulit disembunyikan.“Iya Alexa. Sekarang aku sedang berada di rumah sakit mengantar ibunya Amira yang terluka.”Jantung Alexa berdegup kencang. Ia menggenggam ponselnya lebih erat, seolah takut kabar itu akan bertambah buruk.“Baiklah Luna. Kami juga sempat mengalami insiden penyerangan di rumah kamu, tetapi beruntung orang itu sudah tertangkap sekarang.”“Syukurlah, kalau begitu aku tutup dulu.”“Baik, terimakasih banyak.”Sambungan telepon terputus. Alexa menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Setidaknya satu hal berjalan sesuai rencana, semuanya masih terkendali, meski tidak sepenuhnya aman.Dia hanya tersenyum tipis ketika mengetahui semuanya sudah baik-baik saja. Apalagi yang dia rencanakan selama ini perlahan mulai berge
Sang Jian bersama dengan Alexa sudah berada di tempat rumah Nico. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berjalan keluar dari mobilnya. "Alexa, kamu bisa melihat itu bukan?" tanya Sang Jian. Diam-diam Alexa melirik kearah orang tersebut, tetapi Sang Jian sudah lebih dulu mencegah kembali. "Jangan ditatap seperti itu. Kita pura-pura tidak melihatnya.""Bagaimana bisa," bisik Alexa. "Fokus ke depan dan kita maju menuju pintu depan," saran Sang Jian. Alexa menuruti apa yang diperintahkan oleh Sang Jian padanya. Dia sedikit merasa lega dan akhirnya dia memutuskan untuk berjalan menuju kearah pintu.Ketika mereka berdua hendak akan masuk, tiba-tiba saja orang itu langsung menyerang Sang Jian dari belakang. BughTubuh milik Sang Jian sampai hampir jatuh, dia tidak habis pikir dengan semuanya. Bahkan dia tidak yakin kalau semuanya jadi begini. "Sialan.""Sang Jian. Kamu gak papa?" tanya Alexa yang merasa khawatir dengan kondisi Sang Jian saat ini. Sang Jian bangkit dan dia langsung
Sang Jian sudah rapih dengan baju yang dia gunakan sekarang. Dia akan pergi ke rumah Nico karena laki-laki itu menghubunginya. Alexa tengah sarapan sambil melirik kearah suaminya yang tidak jauh dari tempatnya berada sekarang. Ada rasa bahagia yang tidak bisa dia jelaskan. "Kamu mau langsung ke rumah Nico?" tanya Alexa kepada Sang Jian. Sang Jian mengambil susu di gelas dan meminumnya dengan perlahan. Dia langsung mengangguk paham dengan yang terjadi. "Iya aku akan ke sana.""Kalau begitu, aku ikut ke sana," ujar Alexa. Sang Jian yang mendengar itu pun tidak setuju. "Aku khawatir itu sedikit berbahaya.""Jadi kamu melarang aku untuk datang ke sana, ayolah Sang Jian. Selama itu itu bersama dengan kamu, aku yakin kok kalau akan baik-baik saja," kata Alexa yang kini memohon pada kekasihnya. Dia sudah merencanakan yang terbaik untuk dirinya. Apalagi semuanya sudah melakukan hal yang dia lakukan. "Aku khawatir terjadi sesuatu dengan kamu, kita gak tahu kalau orang itu bisa saja ber
Luna menatap kearah Kakaknya yang tetus saja mondar-mandir seperti setrikaan, itu yang membuat Luna malah heran dengan sikap kakaknya. "Kenapa sih Kak?""Kamu tidak memperhatikan diluar sana, ada seseorang yang tengah mengawasi kita.""Palingan juga itu hanya orang iseng, sudah biarkan saja." Luna mengatakan itu dengan santai. Dia juga tidak pernah berpikir seperti itu, apalagi dia memikirkan hal yang buruk. Semuanya saling berhubungan satu sama lain. "Tidak mungkin orang iseng, aku sudah menyuruh Sang Jian juga untuk datang kesini.""Kenapa gak ke Arjuna saja sih yang disuruh datang ke sini," kata Luna. Nico langsung menggelengkan kepalanya. "Kalau aku yang menyuruh dia, yang ada nanti kamu malah pacaran lagi sama dia. Bukan malah membantu kakakmu itu.""Ih gak seru!" Luna malah mendengus ketika mendengar hal ini. "Udah kamu diam aja, masih kecil juga," kata Nico. Luna malah mencebikan bibirnya karena kesal. "Selalu saja Kak Nico bilang kaya gitu. Sampai aku bosen dengarnya. Ak







