Share

Pacar Sandiwara, Saatnya Aku Bahagia

Rahang Arsenio jatuh hingga mulutnya ternganga menatap bosnya dalam penampilan gaun malam satin semata kaki yang anggun nan sexy. Kain warna hitam yang menutupi bustier itu tak mampu menahan sepasang bulatan kembar berukuran mantap yang mengintip.

"Sen ... kok malah jadi bengong? Are you okay?" tegur Cantika yang dipelototi oleh sekretaris pribadinya hingga jadi salah tingkah.

Arsenio pun tersadar dari kebengongannya. Dia pun menyahut, "Sorry, Miss ... ehm ... ehm ... apa sudah siap berangkat?" 

"Yap, aku sudah siap dari tadi kok. Ayo kita berangkat jangan sampai telat deh!" Cantika segera menutup pintu unit apartment yang telah bertahun-tahun dia tinggali sendiri. Rasanya begitu melow saat dia teringat kenangan buruk mengapa dia memilih tinggal terpisah dari keluarga Wiryawan. Itu rahasianya.

Saat mereka berdua telah berada di dalam mobil Porsche silver milik Cantika yang dikemudikan oleh Arsenio. Wanita matang itu pun mulai memaparkan rencananya kepada sekretarisnya. 

"Sen, kali ini please aku mohon bantuan kamu. Jadi seharusnya malam ini aku akan dijodohkan dengan cowok yang namanya Hans. Dia itu putera kolega bisnis papaku, aku lebih akrab sama papa si Hans sih. Soalnya aku nggak gitu suka sama kepribadiannya dan sepertinya dia gay. Bayangin aja kalo kamu di posisiku, nikah karena terpaksa ... apa kamu mau?" tutur Cantika berharap Arsenio tak akan menolak permintaannya.

Sebenarnya pria muda itu tak menduga bahwa alasan Cantika memintanya mengantar ke Hotel Marriot adalah untuk menolongnya lepas dari belenggu perjodohan. Namun, dia pun kasihan juga kepada bosnya. 

"Oke, lantas aku harus gimana?" Arsenio melirik sekilas sembari tetap menyetir mobil dengan tenang.

"Kamu nyamar jadi pacarku, kita sudah ada plan buat merid. Aku yang bakal ngomong ntar di hadapan kedua keluarga!" terang Cantika dengan singkat dan jelas seperti biasa.

Mendengar penjelasan bosnya, Arsenio pun tertawa renyah. Jadi malam ini dia mendadak jadi pacar dan calon suami bosnya. Naik pangkat instan dong! 

"Ya sudah, Miss. Kita coba saja nanti, apa mereka bakal menelan mentah-mentah cerita bohong kamu," jawab Arsenio tak begitu yakin dengan kesuksesan rencana sandiwara mereka nanti.

Cantika pun merasa perasaannya tak tenang. Arsenio benar. Membuat sebuah kebohongan terkadang memicu terciptanya kebohongan yang lainnya. Sebetulnya dia tidak suka menipu Om Vano dan keluarganya sendiri, tetapi posisinya serba tak enak. Amit-amit bila dia harus menikah dengan Hans, pria itu sepertinya penyuka sesama jenis. Masa dia harus rela menjadi istri pajangan seumur hidupnya bila tak ingin bercerai usai menikah?

Sesampainya mereka di tempat tujuan, baik Cantika maupun Arsenio sama-sama menjadi canggung di dalam lift yang naik ke lantai 5. 

"Miss, sorry kalau aku lancang. Cuma gimana mau akting jadi pasangan kekasih, kamu aja kaku banget ke aku?" ujar Arsenio jujur sembari menatap Cantika yang ekspresi wajahnya 'nano-nano' sekali.

"Ohh Gosh, kamu bikin aku tambah panik, Sen!" cicit Cantika panik. Telapak tangannya dua-duanya dingin seperti balok es.

Setelah mengetahui alasan Cantika menolak perjodohan petang ini, Arsenio pun merasa kasihan. Maka dia pun bertekad untuk membantu sandiwara yang dibuat Cantika sealami mungkin.

"TING." Pintu lift otomatis bergeser ke kanan kiri.

"Tenang, tarik napas dalam-dalam, Beibeh!" ujar Arsenio lirih di tepi telinga Cantika yang penampilannya memang cantik menawan hati.

Papa Cantika bangkit berdiri dari kursi restoran hotel di lantai 5 itu untuk menyambut puteri sulungnya. Namun, keningnya sontak berkerut. "Malam, Tika. Kenapa kamu datang bersama pria ini?" tanya pria beruban itu dengan tatapan menyelidik.

"Selamat malam, Pa. Ini pacar baruku!" jawab Cantika berharap papanya lupa dengan perkataannya beberapa hari lalu tentang siapa Arsenio.

Harapannya pupus. "Bukankah dia sekretaris kamu, Tik?" tukas Pak Julianto Wiryawan dengan tampang galak.

"Iya, kami cinlok di kantor, Pa. Setiap hari ketemu pagi sampai malam gitu soalnya, Tika jadi nyaman sama Arsen!" kelit Cantika membela diri dengan kebohongannya. Dia pun berkata dengan nada dan tatapan mesra kepada Arsenio, "Iya 'kan, Sayangku yang ganteng?"

Arsenio agak geli juga dengan akting meyakinkan bosnya yang berusia jauh di atasnya itu. Namun, dia tetap harus mengimbangi sandiwara Cantika. "Bener banget, Beibeh. Kamu bikin aku klepek-klepek sejak pertama kali ketemu!" balas pemuda itu lalu mengecup pipi mulus Cantika yang sontak merona.

Papa Cantika terbatuk-batuk melihat kemesraan puterinya dengan pemuda berpostur tinggi dan kekar itu. 

"Ckkk ... kamu ini bikin Papa malu aja, Tika! Om Revano sama Tante Olivia sudah datang bareng si Hans buat meminang kamu. Ehh ... kamunya malah milih sekretaris kamu ini. Nggak level banget sih pilihanmu?!" omel Pak Julianto sembari menatap tajam pasangan kekasih di hadapannya.

Dari belakang punggung Pak Julianto, calon besannya berjalan menghampiri mereka bertiga. 

"Halo, Cantik. Kenapa kok malah ngobrol berdiri di sini sih? Duduk di sana aja yuk sambil dinner bareng!" sapa Om Vano ramah berjabat tangan dengan Cantika.

Namun, Pak Julianto menahan lengan kolega dekatnya itu. "Mas Vano, maaf sepertinya perjodohan anak-anak kita harus dibatalin!" ujarnya dengan raut wajah galau.

Keheningan menggantung di antara keempat orang yang berdiri di dekat pintu restoran hotel Marriot itu. Hingga akhirnya, Om Vano berkata, "Nggak masalah, Jul. Mungkin Cantika bukan jodohnya Hans aja sih! Lha ini calon mantu kamu bisnisnya apa? Yakin bisa nafkahin Cantika?"

Arsenio sontak merasa minder. Dia baru saja lulus kuliah di Oxford dan belum mulai bisnis apa pun. Apa yang dikatakan oleh papanya Hans benar, Cantika sangat memesona dan sosok wanita berkualitas. Justru dia yang tak layak untuk jadi pendampingnya.

"Tuh Tika, kamu jawab pertanyaan Om Vano. Calon suami yang Papa pilihin jelas bebet bibit bobotnya jauhlah kalau dibanding sekretaris kamu ini!" dukung Pak Julianto yang tak rela bila besannya mundur.

Namun, alasan Cantika menolak Hans lebih ke personal bukan latar belakangnya yang memang qualified untuk dijadikan sebagai suami. 

"Arsen ini lulusan Oxford University, pasti kemampuan bisnisnya juga bagus kalau diberi kesempatan! Roda kehidupan terus berputar, Om. Kalau suamiku bisa diajak berjuang bersama pasti masa depan keluarga kami akan cerah," bela Cantika dengan optimis seolah dia benar-benar akan menikah dengan Arsenio padahal mereka berdua hanya sekadar bersandiwara saja.

Akhirnya Pak Revano pun tersenyum puas mendengar jawaban Cantika, sejak dulu beliau selalu menyukai puteri kolega dekatnya. Kemudian Pak Revano menepuk-nepuk bahu Arsenio sembari berpesan, "Kamu jaga Cantika baik-baik, Anak Muda! Dia menaruh harapan besar kepadamu untuk berbagi masa depan yang cerah."

Tak ada pilihan lain bagi Arsenio selain mengiyakan pesan Pak Revano. Dia tak yakin hubungannya dengan Cantika dapat berjalan normal selayaknya bos dan sekretaris lagi. Mereka telah terjebak dalam kebohongan yang dibuat oleh Cantika dan dirinya.

"Yuk, sudah sampai di sini, kita makan malam bersama aja. Jangan canggung, Hans pasti bisa ngertiin pilihan kamu untuk mundur dari perjodohan kalian!" ujar Pak Revano kepada Cantika sembari berjalan bersama ke meja makan bundar dengan 10 kursi di tengah restoran.

Mama tiri Cantika menyeletuk dengan sembrono, "Selamat ya, Tika. Status perawan tua itu akhirnya hilang juga dari kamu!" 

Cantika yang baru saja duduk di seberang meja berhadapan dengan istri kedua papanya itu langsung merasa mati rasa sekali lagi. Sementara Arsenio yang mendengarnya ikut tidak terima dan mengepalkan tangannya di meja makan. Namun, bosnya membelai pungggung tangan pemuda itu untuk menenangkannya. 

"Terima kasih, Tante Ribka. Memang sudah saatnya aku bahagia sekarang!" jawab Cantika dengan elegan yang membuat seisi meja makan tertawa bersama membenarkan jawaban wanita berumur yang masih betah melajang itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status