Share

Fitting Gaun Pengantin

“Berhenti menggodaku, Kak. Aku tekankan sekali lagi, aku tidak mencintai Regha.” Vella melepaskan pelukan kakaknya lantaran kesal.

Nasib baik kali ini tidak berpihak pada Vella. Orang yang tengah dibicarakan justru muncul dari balik pintu. Siapa lagi kalau bukan Regha. Tunggu dulu, ia tak mengundang pria itu untuk datang ke sini. Apalagi untuk meminta menemaninya saja enggan.

Senyum lebar ketika bersama kakaknya tergantikan dengan wajah masam. Pria itu merusak suasana hati Vella.

Andra yang mengerti akan tujuan Regha datang ke sini memilih pergi. Tak sepantasnya ia berdiam diri dan menjadikan suasana canggung di antara mereka.

Tak semudah itu Vella membiarkan Andra pergi. Lengan Andra dicekal oleh Vella seolah mengisyaratkan untuk tetap di sini.

“Sudah ada calon suamimu di sini. Kakak pergi dulu ya, nanti kita bicara lagi.” Andra mengecup kening adiknya sebelum pergi. Ia mempersilahkan mereka untuk menikmati waktu bersama.

Vella menatap sengit Regha. Ia tak peduli jika pria itu merupakan calon suaminya. Ia masih kesal terhadap anggapan Regha yang selama ini mengiranya sebagai perempuan yang suka memainkan hati laki-laki.

Sebelum datang ke sini, Regha sudah menelepon Vella berulangkali. Tetapi, tak ada balasan yang ia terima.

Regha tak ingin basa-basi. Pria itu mengutarakan niatnya yang ingin mengajak Vella untuk fitting baju pengantin. Ia diperintahkan langsung oleh ibunya. Jika bukan karena ibunya, mana mau ia susah payah berurusan dengan hal seperti ini.

Gengsi Regha begitu besar hingga enggan meminta maaf pada Vella. Padahal ia tahu jika dirinya salah. Regha mempersilahkan Vella berjalan duluan dengan gerakan tangan.

Di ruang tamu sudah ada orang tua Vella. Regha meminta izin untuk mengajak Vella pergi. Pemandangan langka ini menimbulkan kecurigaan. Ada sesuatu yang tidak beres.

Bergandengan mesra dan saling tebar senyum bukanlah rutinitas yang dilakukan oleh orang tua Vella. Tidak salah lagi. Kedua orang tuanya tengah menciptakan citra baik di depan Regha. Setiap harinya tidak ada nuansa harmonis. Tak ayal Vella kerapkali stres.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di butik. Vella hampir saja muntah karena aksi Regha yang ugal-ugalan. Bayangkan saja Vella yang terbiasa mengemudi dengan kecepatan pelan harus dihadapkan dengan pengemudi tidak tahu aturan seperti Regha. Parahnya pria itu sebentar lagi akan menjadi suaminya.

“Cobalah gaunnya. Aku akan menunggumu di sini,” ucap Regha.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Vella pergi bersama karyawan butik. Ia menuju ruang ganti dengan membawa gaun pengantin yang berada di tangannya.

Sembari menunggu Vella mencoba gaun pengantin, Regha mengotak-atik ponselnya. Beberapa pekerjaan ia limpahkan pada sekretarisnya. Persiapan pernikahannya jauh lebih penting daripada pekerjaan. Perihal baju pengantin pria, ia tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting adalah mengutamakan Vella. Toh, laki-laki tidak serumit wanita.

“Apa gaun ini terlihat bagus di tubuhku?” Vella meminta pendapat pada Regha yang tengah bersandar di sofa.

Tak sabar menunggu respon Regha dengan mata berbinar. Desain bajunya cantik dan Vella menyukainya. Ia harap mendapat sedikit apresiasi dari Regha atas jerih payahnya memakai kain yang menjuntai panjang ini.

Melihat penampilan Vella membuat Regha menelan ludah. Tidak dapat dipungkiri Vella terlihat sangat cantik dan menambah kesan anggun. Sisi negatifnya adalah baju itu terlalu terbuka. Regha enggan berbagi keindahan. Miliknya tidak boleh dilihat orang lain.

Sepertinya ada yang salah. Sejak kapan Regha mengklaim Vella sebagai miliknya? Jika Vella tahu akan isi hatinya, ia akan menanggung malu seumur hidup. Gengsi yang tingginya selangit menjadikannya lupa diri.

“Jelek, ganti!” perintah Regha dengan ekspresi datarnya.

Vella melotot tak terima dikatakan jelek. Baiklah ia tidak haus akan pujian. Seharusnya ia tidak perlu meminta pendapat dari pria itu jika ujung-ujungnya sakit hati.

Untuk kedua kalinya Vella mencoba gaun. Nampaknya Regha belum puas. Vella sudah lelah menuruti kemauan pria itu.

Bukan tanpa alasan Regha menyuruh Vella untuk mencari gaun lain. Pilihan pertama tadi memiliki potongan yang rendah dan memperlihatkan belahan dada wanita itu. Hal itu jelas mengusik ketenangan Regha.

Tak berbeda pada gaun yang pertama. Gaun yang kedua malah mengekspos punggung calon istrinya. Regha bersikap posesif seolah menunjukkan kekuasaan penuh atas apa yang dikenakan Vella.

Perempuan itu menggerutu dalam hati kecilnya. Ia harap percobaan ketiga kali ini tidak gagal. Regha tak memiliki belas empati sedikit pun padanya. Tiga gaun sekaligus dengan berat yang tidak main-main. Jika tahu akan berakhir seperti ini lebih baik ia menolak ajakan Regha untuk fitting gaun bersama.

Pandangan Regha menelisik penampilan Vella dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kali ini tidak ada kulit mulus yang terekspos. Akhirnya drama fitting gaun pengantin telah selesai.

“Ini … bukan jalan pulang ke rumahku. Kamu mau mengajakku ke mana?” tegur Vella was-was ketika menyadari arah jalan yang berbeda.

Vella ingin cepat pulang dan tidak mau berlama-lama dengan Regha. Belakangan ini ia sering mengurung diri dan tak mau bicara dengan siapapun. Kecuali dengan kakaknya seorang. Andai saja tadi Andra tidak membujuknya. Vella tidak mungkin mau pergi bersama Regha.

Omelan dilayangkan pada Regha tanpa henti. Vella tidak akan berhenti bicara sebelum pria itu menjawab pertanyaannya. Ia hanya meminta jawaban singkat. Namun, Regha malah mempersulitnya. Jangan salahkan jika Vella menjadi cerewet seperti ini.

“Diamlah, kamu mengganggu konsentrasiku. Aku heran sejak kapan kamu menjadi secerewet ini,”

Laju kendaraan tak sekencang tadi. Fokus Regha terbagi dengan suara Vella layaknya kicauan burung. Ia menurunkan kecepatan agar tak terbawa emosi.

Sudah banyak tekanan yang dialami Regha. Ia ingin menenangkan diri di luar sebelum kembali ke rumah. Rupanya Vella juga turut memakinya habis-habisan. Calon istrinya sama cerewetnya dengan ibu maupun kakaknya. Wanita memang pemegang ras terkuat di bumi.

Perkataan Regha sukses menyinggung Vella. Entah kenapa perasaannya sangat sensitif. Pria itu tidak membentak maupun meninggikan suaranya. Namun, Vella kesal pada Regha.

Regha bernafas saja rasanya salah di mata Vella. Wanita itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia merajuk dan tak mau mengajukan pertanyaan lagi pada Regha.

“Silakan turun tuan putri. Jangan mempermalukanku di depan umum. Hargai usahaku yang sudah membukakan pintu untukmu. Apa aku harus menciummu dulu agar kamu mau turun?”

Ancaman Regha yang berniat mencium Vella membuat wanita itu mau menerima uluran tangannya. Vella semakin memberengut sebal atas perilaku Regha.

Susah sekali rupanya mengatur Vella. Padahal Regha hanya ingin perempuan itu menuruti setiap perintahnya. Kesabarannya diuji menghadapi tingkah laku Vella. Belum menikah saja sudah dipusingkan dengan kebiasaan calon istrinya yang ternyata suka merajuk.

“Wah, lihatlah siapa wanita cantik ini. Pantas dulu kamu menolak perjodohan kita,” ucap perempuan bertubuh seksi itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status