Share

Kenyataan Pahit

“Bercandamu tidak lucu, Sayang. Selama ini aku mati-matian tidak menyentuhmu. Apa ini balasanmu?”

Deon tersenyum miris. Vella pasti bercanda, karangan yang tidak masuk akal agar wanita itu bisa bebas darinya. Vella selalu menolaknya jika ia melampaui batas. Alangkah teganya kalau tunangannya bermain api di belakangnya.

Yang benar saja, Deon menjalani hubungan selama empat tahun lamanya tanpa ada hubungan intim di dalamnya. Hanya sebatas pelukan, dan ciuman. Tidak sampai merembet ke ranah terlarang.

Perasaan Vella campur aduk. Masalah sebesar ini tidak mungkin dijadikan bahan lelucon. Apalagi menyangkut harga diri. Isi kepala wanita itu kini sangat penuh, pusing dengan segala masalah yang datang silih berganti. Tidak ada tempat berkeluh kesah kian membuatnya sengsara.

Vella sedang tidak mempertontonkan drama, ia payah dalam akting. Dunia penuh dengan panggung sandiwara. Bohong pun tidak ada gunanya.

“Apa ucapanku terlihat bercanda? Kamu tahu sendiri aku bukan tipe orang yang suka bohong,” ucap Vella tegas.

Pria itu meradang ketika mendengar pengakuan Vella. Wanita yang selama ini ia jaga dengan segenap jiwa raganya benar-benar tidak menghargai jerih payahnya. Deon diberi harapan setinggi langit. Kemudian didorong ke jurang yang sangat dalam.

Bunyi pecahan kaca terdengar nyaring ketika Deon membanting barang tersebut. Kamar yang semula rapi kini menjadi berantakan.

Melihat kemarahan Deon yang memporak-porandakkan kamarnya, Vella ingin berteriak minta tolong. Namun, tidak ada yang mendengar jeritannya. Orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Alhasil, hanya ada mereka berdua.

Hal inilah yang tidak disukai Vella dari laki-laki. Semua pria menunjukkan sisi gelapnya dengan bersikap kasar, dan ia muak menghadapinya. Tak hanya luka fisik yang ia terima dari ayahnya. Deon juga melakukan perbuatan yang sama. Bedanya Deon menyalurkan amarahnya dengan membentaknya tanpa adanya kekerasan fisik.

Melalui masalah ini, Vella tahu kalau Deon tidak beda jauh dengannya. Pria yang temperamen sampai membuatnya trauma. Sejak kecil Vella sering mendapat siksaan dari laki-laki yang dianggapnya sebagai pelindung. Ia tak ingin menjalani kehidupan rumah tangga bersama lelaki yang suka kekerasan.

Ternyata selama ini percuma menjaga akal sehat agar tidak merusak seorang wanita. Apalagi perempuan itu berstatus sebagai tunangan. Kalau tahu akan berakhir seperti ini. Deon memilih untuk mengambil hak yang seharusnya diperolehnya.

“Kamu dibayar berapa untuk sekali tidur dengan pria itu, hah?!”

“Plak!”

Sontak saja cacian pedas itu mendapat tamparan keras dari Vella. Sudah cukup Deon menuduhnya sebagai dalang utama dari masalah yang rumit ini. Di sini Vella adalah korban.

Vella tidak serendah itu, menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan uang. Ia tidak menyangka pikiran Deon akan sedangkal itu. Ia pikir pria itu bisa bersikap dewasa menyikapi hal semacam ini.

Puluhan hingga ratusan juta pun tidak akan ia terima. Vella bukanlah wanita yang gila harta. Selama ini ia mencoba mandiri, mencari pekerjaan yang layak dan cocok untuknya. Jika ia mengambil pekerjaan sehina itu jelas akan ditolaknya mentah-mentah.

Deon yang notabennya sebagai tunangan Vella saja tidak pernah diperbolehkan menyentuh wanita itu. Sekarang dengan entengnya Deon sendirilah yang merendahkannya.

Tubuh wanita itu merosot beriringan dengan isak tangis yang menggema. Vella tidak mau berada di posisi seperti ini. Mengorbankan seluruh hidupnya pada penderitaan di masa lalu yang kembali terulang. Vella memang terpaksa menjalani perjodohan ini. Namun, ia memberi peluang pada Deon untuk membuktikannya. Berusaha berdamai dengan keadaan meskipun sulit.

Belum usai penderitaan Vella. Kini badai bencana yang menerjang hidupnya datang lagi. seakan tidak berujung dan terus meninggalkan luka. Banyak pepatah bertebaran di luar sana. Jika cinta habis pada orang lama itu memang benar adanya. Terbukti bahwa sekarang Vella berada di posisi itu.

Wanita itu merasa sangat keterlaluan telah menampar Deon. Namun, gerakan refleks itu ia lakukan karena perkataan pria itu menyakit hatinya. Tidak ada yang mau berada di posisi Vella.

”Bilang padaku, siapa pria itu?” tanya Deon.

Pria sejati tidak mungkin berani melukai perempuan. Deon sama sekali tidak membalas tamparan Vella. Ia masih bisa mengontrol dirinya agar tidak meluapkan amarahnya pada Vella. Yang ia cari sekarang adalah lelaki pengecut tidak bermoral. Apabila sampau bertemu nanti, ia akan menghajarnya habis-habisan.

Deon tidak terima tunangannya dilecehkan. Sederet pertanyaan terus bersarang di benaknya. Tidak ada kata maaf bagi sang pelaku. Hatinya hancur melihat wanita yang dicintai bukan gadis lagi. Seharusnya Deon lah yang pantas mendapatkan itu semua. Bukan pria pecundang yang bebas berkeliaran di luar sana. Sementara masa depan Vella terombang-ambing.

Siapa sangka Deon masih mau bertahan dengan Vella. Pria itu tidak peduli pada kebenaran kalau tunangannya sudah tidak perawan. Deon dibutakan cinta hingga rela menerima wanita yang rusak.

Sudah sejauh ini mereka menjalani hubungan. Melalui pasang surut dan menemukan solusi agar tetap bersama. Tetapi, Vella berpegang teguh pada pendiriannya. Tidak ada yang bisa dibanggakan lagi dari dirinya. Ia terlanjur kotor dan itu adalah fakta yang paling menyakitkan dalam hidupnya.

Benci dengan keterdiaman Vella, Deon mengguncang pundak wanita itu agar mau bicara terus terang. Deon tidak mau ada yang disembunyikan darinya lagi.

“Pria itu …,” Vella ragu untuk mengucap nama pria yang sudah menodainya.

Lidah Vella mendadak kelu. Padahal hanya dengan mengucap satu kata semuanya akan terbongkar. Rasanya tidak mungkin jika ia berusaha melindungi Regha dari amukan Deon.

Sekilas ingatan buruk kembali menghantam pikiran Vella. Wanita itu menggelengkan kepalanya bermaksud mengusir bayangan Regha dari benaknya.

Kesabaran Deon diujung tanduk. Menunggu Vella mengaku sama halnya dengan mengamati jalannya siput. Tatapan Deon menajam, tak sedikit pun berkata kasar lagi. Tetapi, ia butuh jawaban dari wanita itu sekarang juga.

Vella tak sanggup untuk menyebut nama Regha di hadapan Deon. Ia takut Deon akan marah lagi padanya. Mengingat Vella dulu pernah terlibat asmara bersama Regha. Beginilah jadinya kalau cinta di masa lalu belum tuntas. Ia menjadi serba salah dan ketakutan terbesarnya terjadi. Mereka terlibat cinta segitiga.

Deon memainkan lidahnya di dalam mulut. Hembusan nafasnya mengenai wajah Vella. Ia bingung menghadapi Vella. Jika ia bersikap kasar, dapat dipastikan perempuan itu akan menangis. Sekalinya ia bersikap lembut malah disepelekan. Ia sudah mengalah sejauh ini dan berlapang dada. Tidak bisakah Vella menghargai perasaannya sedikit saja?

Dada Vella terasa begitu sesak. Ia menatap Deon dengan tatapan sulit diartikan. Mengambil nafas dalam-dalam sebelum mengucap nama yang berakibat fatal pada hubungan mereka. Vella pasrah jika nantinya Deon memilih pergi dan mencari penggantinya.

“Pria itu siapa? Cepat katakan!” desak Deon, ia tidak akan berhenti mencecar Vella sampai mendengar dengan jelas nama sang pelaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status