Share

#16 Cemburu

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2025-05-06 23:46:45

Sepanjang hari itu, Adrian merasa pikirannya tidak fokus.

Setiap kali ia mencoba menunduk memeriksa laporan di mejanya, bayangan wajah Naya kembali terlintas. Tatapan polos itu... tubuh mungil yang gemetar dalam dekapannya... aroma sabun sederhana yang tercium samar dari rambut gadis itu. Semua bercampur membanjiri otaknya, membuatnya tidak nyaman.

"Sialan," gumamnya pelan, mengacak rambutnya sendiri.

Adrian memutuskan keluar dari ruangannya untuk sekadar menghirup udara segar. Ia berjalan melewati koridor, langkahnya panjang-panjang, tangan masih dimasukkan ke saku celana.

Secara tidak sengaja, matanya menangkap sosok Naya yang sedang membungkuk di pojok ruangan, sibuk mengatur minuman dan makanan ringan untuk rapat sore.

Gadis itu kelihatan berusaha cekatan, tapi tetap saja sesekali menjatuhkan sendok, lalu buru-buru memungutnya lagi.

Bibir Adrian sedikit terangkat, sangat tipis, nyaris tak terlihat. Sesuatu dalam dirinya merasa... geli.

"Apa anak itu selalu ceroboh begini?" pikirny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #17 Terjebak

    Sore itu, Adrian tiba di rumah mewah keluarga Hartawan. Langit mulai menggelap, dan hawa dingin menyeruak masuk bersama embusan angin dari taman. Di ruang tamu, Ibu Ratna sudah duduk di kursi empuk, mengenakan piyama sutra warna gading. Meski wajahnya masih tampak pucat, ada sorot tajam di matanya. Adrian menghampiri, membungkuk sedikit mencium tangan ibunya. "Bagaimana keadaan Mama?" tanyanya pelan. Ibu Ratna tersenyum lemah. "Sudah lebih baik... berkat kamu mau dengar Mama, Nak." Adrian hanya mengangguk kecil, duduk di seberangnya. "Ngomong-ngomong, Mama mau ketemu Luna." Nada suara Ibu Ratna mengeras sedikit. "Suruh dia datang makan malam ke rumah. Kita harus mulai perkenalan sebelum acara gala." Deg. Adrian mengerjap, tapi cepat-cepat menutupi keterkejutannya. Senyum tipis tersungging di wajahnya, penuh kepalsuan. "Luna... lagi sibuk, Ma. Dia ada meeting panjang. Nanti kalau dia senggang, aku ajak ke sini." Ibu Ratna menghela napas panjang. "Jangan lama-lama, Adrian. Ga

    Last Updated : 2025-05-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #1 Hamil

    “Selamat pagi, Nona. Kami telah memeriksa hasil tes darah dan USG-nya.” Suara dokter perempuan itu lembut, tapi kalimat yang keluar darinya bagai guntur di kepala Naya. Naya yang baru pulang dari pabrik tekstil tempat dia bekerja segera memeriksakan diri ke klinik terdekat karena ia merasa ada sesuatu yang tak beres dengan perutnya. “Kamu… hamil satu bulan.” Deg. Dunia Naya runtuh seketika. Matanya membelalak, telinganya berdenging, dan seluruh tubuhnya lemas. “A-apa?” bibirnya gemetar, suaranya lirih. “I-Itu… nggak mungkin, Dok. Aku… aku nggak pernah…” "Maaf, Nona. Sesuai hasil dari surat ini, semua sudah jelas. Anda memang hamil satu bulan." Ia menutup mulutnya. Ingatannya melayang. "Lisa..." Ingatannya tertuju pada sebuah bar. Bunyi musik yang keras. Temannya, Lisa, menariknya masuk dengan paksa. "Cuma sebentar, Nay! Ayok ih! Biar lo nggak stres mikirin dunia terus!" Itu kata Lisa waktu itu. Tapi entah sejak kapan Lisa menghilang, dan Naya… ia tak ingat apa pun set

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #2 Asisten Pemuas Nafsu

    Deg! Pluk! Korek itu jatuh tepat ke benda cair itu. Napas Naya tertahan sejenak. Bum! Salah satu dari preman itu menendang pintu. “Masih untung hari ini aku siram air! Kalau ke depannya belum ada kabar dari kalian…” Ia mengangkat lagi botol besar yang ternyata berisi air itu lalu menyiraminya lagi ke bolongan pintu itu. “…BENSIN YANG BAKAL KUSIRAM!!” teriaknya sambil menyalakan korek api lain dan melemparkannya ke lubang pintu. Alhasil, api itu padam lagi karena benda cair itu memanglah air. Naya menjerit pelan, buru-buru menghampiri Rendi dan Ibunya. Ia memeluk erat mereka. "Bu..." *** Di sisi lain kota, lampu-lampu gedung pencakar langit bersinar terang di antara langit malam yang pekat. Di lantai tertinggi sebuah gedung mewah, seorang pria masih duduk sendiri di ruang kantor besar yang sunyi. Adrian Hartawan, CEO muda dengan reputasi dingin dan nyaris tak tersentuh, masih menatap layar laptopnya yang menampilkan laporan keuangan kuartal pertama. Rambutnya sedi

    Last Updated : 2025-03-04
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #3 Godaan Sekretaris Baru

    Adrian menunjuk ke pintu. "KELUAR!" Wanita itu kaget. Ia lalu berdiri dan setelahnya ia melempar senyuman. Ia lalu berjalan dengan seksi menuju pintu. Saat wanita itu hendak membuka pintu untuk keluar, pintu itu terbuka dari luar. Seorang wanita paruh baya dengan aura elegan masuk—Ibu Adrian. Di belakangnya muncul Derren menemani Ibu Adrian. "Sial!" umpat Adrian dalam hati. "Derren!" geram Adrian sambil melotot ke Derren yang tersenyum licik di samping ibunya. Ibu Adrian melihat ke arah sekretaris seksi tadi dan tersenyum puas. “Sayang, dia aku yang rekrut. Cantik, kan? Sekretaris harus punya penampilan yang menarik.” Adrian langsung mengangkat suara. “Apa? Jadi Ibu yang bawa dia ke sini?" "Iya, Sayang. Ibu lakukan yang terbaik buat kamu. Gimana? Kamu suka?" "Pasti suk-" "Diam lu, Der!" potong Adrian. Derren tersenyum licik merasa puas melihat temannya itu kesal. Adrian membuang napas kasarnya. "Yang terbaik? Ibu bercanda? Ini yang terburuk!" "ADRIAN!" Adr

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #4 Penderitaan Si Miskin

    Braaak! Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka. "AAHHH!" Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya. Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!" Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..." "Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?" Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Sarah, udah, jangan gitu.” Sarah, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, Jadi lecet mobil kamu!” "Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.” "Dih, kok malah belain dia sih?" Sarah kesal.

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #5 Penderitaan Silih Berganti

    BRAK!! Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu. Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu. Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk. Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..." "Sudah, Bu!" belai Naya, berdiri, sambil mengelus-elus bahu Ibunya. Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!” Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya. "Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Ia melirik ke kaki Naya. “Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. "Urus aja diri Ayah sendiri!" Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar. Saat ia hendak membuka pintu kamar, Nay

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #6 Ada Harapan

    “Halo?” Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak. “Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.” Derren langsung terdiam sejenak. “Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?” Naya menarik napas dalam, menahan gemetar. “Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.” Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat. "Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?" "Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan." "No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!" "Maksudnya, Pak?" “Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?" Naya nyaris nggak percaya. “I

    Last Updated : 2025-03-07
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Memuaskan hasrat

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi. Naya terdiam. "Rendi!" tegur Ibunya lembut. "Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya. Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!" Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?" "Kakak selalu berjanji!" "Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan. *** Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya. Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana. “Bisa saya bantu, Mbak?” “Eh, Pak... saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.” "Pak Derren? Direktur marketing?" Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk. "Semoga beruntung

    Last Updated : 2025-04-23

Latest chapter

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #17 Terjebak

    Sore itu, Adrian tiba di rumah mewah keluarga Hartawan. Langit mulai menggelap, dan hawa dingin menyeruak masuk bersama embusan angin dari taman. Di ruang tamu, Ibu Ratna sudah duduk di kursi empuk, mengenakan piyama sutra warna gading. Meski wajahnya masih tampak pucat, ada sorot tajam di matanya. Adrian menghampiri, membungkuk sedikit mencium tangan ibunya. "Bagaimana keadaan Mama?" tanyanya pelan. Ibu Ratna tersenyum lemah. "Sudah lebih baik... berkat kamu mau dengar Mama, Nak." Adrian hanya mengangguk kecil, duduk di seberangnya. "Ngomong-ngomong, Mama mau ketemu Luna." Nada suara Ibu Ratna mengeras sedikit. "Suruh dia datang makan malam ke rumah. Kita harus mulai perkenalan sebelum acara gala." Deg. Adrian mengerjap, tapi cepat-cepat menutupi keterkejutannya. Senyum tipis tersungging di wajahnya, penuh kepalsuan. "Luna... lagi sibuk, Ma. Dia ada meeting panjang. Nanti kalau dia senggang, aku ajak ke sini." Ibu Ratna menghela napas panjang. "Jangan lama-lama, Adrian. Ga

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #16 Cemburu

    Sepanjang hari itu, Adrian merasa pikirannya tidak fokus.Setiap kali ia mencoba menunduk memeriksa laporan di mejanya, bayangan wajah Naya kembali terlintas. Tatapan polos itu... tubuh mungil yang gemetar dalam dekapannya... aroma sabun sederhana yang tercium samar dari rambut gadis itu. Semua bercampur membanjiri otaknya, membuatnya tidak nyaman."Sialan," gumamnya pelan, mengacak rambutnya sendiri.Adrian memutuskan keluar dari ruangannya untuk sekadar menghirup udara segar. Ia berjalan melewati koridor, langkahnya panjang-panjang, tangan masih dimasukkan ke saku celana.Secara tidak sengaja, matanya menangkap sosok Naya yang sedang membungkuk di pojok ruangan, sibuk mengatur minuman dan makanan ringan untuk rapat sore.Gadis itu kelihatan berusaha cekatan, tapi tetap saja sesekali menjatuhkan sendok, lalu buru-buru memungutnya lagi.Bibir Adrian sedikit terangkat, sangat tipis, nyaris tak terlihat. Sesuatu dalam dirinya merasa... geli."Apa anak itu selalu ceroboh begini?" pikirny

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #15 Diam-diam Suka

    Mobil sport hitam itu berhenti mulus di depan gerbang rumah besar bergaya modern minimalis. Adrian menatap sekilas bangunan megah itu, lalu menghela napas panjang sebelum turun. Dengan langkah berat, ia berjalan ke pintu depan.Seorang pembantu muda berseragam hitam-putih membungkuk sopan."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?""Saya mau ketemu Nona Luna," jawab Adrian dingin.Pembantu itu tersenyum kaku. "Sebentar ya, Tuan."Ia bergegas masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Adrian menunggu di teras, merasa tidak nyaman berdiri di bawah sinar matahari sore yang hangat.Di dalam, pembantu itu berjalan ke belakang rumah, menuju area kolam renang.Di sana, Luna tengah berbaring santai di kursi berjemur, mengenakan bikini merah elegan. Dua potong timun menempel di matanya, headphone di telinganya, seolah dunia ini hanya miliknya."Nona Luna," kata pembantu itu pelan."Ada tamu—seorang pria, ingin bertemu."Luna mengangkat satu tangan malas, tanpa membuka mata. "Suruh aja masuk...

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #14 Permintaan Nona Ratna

    Adrian baru saja memarkir mobil sport hitamnya di garasi vila mewah itu. Wajahnya lelah, dasinya sudah longgar, dan langkahnya berat. Ia membuka pintu utama dan masuk ke ruang tamu bergaya klasik.Di sana, Ibu Ratna sudah menunggunya, duduk di kursi berlengan dengan ekspresi wajah tegang."Adrian!" seru ibunya begitu melihatnya.Adrian mendesah panjang. "Apa lagi, Bu? Saya capek."Ibu Ratna berdiri, matanya merah. Ia berjalan cepat ke arah Adrian, lalu menyodorkan ponsel ke wajah putranya."Barusan kakekmu telepon!" katanya dengan suara bergetar. "Dia... dia mempermalukan kita, Adrian! Mengancam kita!"Adrian mengernyit. "Apa lagi urusannya?""Kakekmu mau semua anak dan cucunya datang di Gala Hartawan. Dan kau... kau harus hadir mewakili mendiang ayahmu!" suara Ibu Ratna meninggi. "Dengan pasangan!"Adrian mengangkat alis, seolah baru mendengar sesuatu yang benar-benar konyol. "Pasangan? Jangan bercanda, Bu.""Aku serius, Adrian!" Ibu Ratna menjerit kecil. "Kalau kau tidak datang bawa

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #13 Ancaman dari Mertua!

    Setelah kejadian itu, Naya kembali bekerja. Meski hatinya masih campur aduk, ia menahan semua rasa bersalah itu. Tugas-tugasnya tetap menumpuk — mengantar dokumen, membersihkan ruangan, membuang sampah, semua dikerjakannya dengan kepala tertunduk.Sore menjelang malam, begitu jam pulang, Naya tidak langsung ke rumah.Dia menggenggam catatan kecil berisi alamat yang diberi OB lain tadi siang.Aku harus ketemu Dayat. Aku harus minta maaf.Dengan langkah cepat, Naya menyusuri jalanan kota yang mulai dipenuhi lampu-lampu neon. Ia mencari-cari alamat itu. Menyusuri gang demi gang, belok kiri, belok kanan, tapi tetap tidak menemukan.Peluh menetes di keningnya.Naya duduk di trotoar, menghela napas panjang. Kakinya pegal, tubuhnya lelah.Saat itulah, tanpa sengaja, di seberang jalan, ia melihat sosok yang dikenalnya—Dayat.Dayat duduk sendirian di pinggir trotoar. Matanya kosong, menatap lurus ke arah jalanan yang ramai.Naya langsung bangkit dan berlari kecil menyeberang."Dayat!" panggiln

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #12 Membela yang Salah!

    Semua orang menoleh. "Pak Adrian... biar semua orang tahu dong... gimana panasnya pria sejati!" ucap Luna sambil tertawa terbahak, mulai menari-nari kecil dengan jas Adrian. Adrian langsung berdiri. Matanya merah menahan malu dan marah. "Cukup, Luna!" bentaknya. Namun Luna menantangnya dengan tatapan liar. "Kenapa? Malu? Tadi malam kamu nikmatin aku kan, walau cuma imajinasi! Terus sekarang pura-pura suci?!" teriaknya. "Luna, kau mabuk." "YA, AKU MABUK!" teriak Luna lebih keras. "MABUK SAMA SIKAP KAMU, ADRIAN!" Semua orang memperhatikan mereka kini. "Aku capek jadi pelengkap buat hidup kamu yang kosong! Aku ini perempuan juga, tahu sakit hati tuh kayak apa?!" Tiba-tiba, pelayan yang panik lewat tersandung kabel speaker. PLAK! Minuman pecah dan menyiram dress Luna. Dress mahal itu basah kuyup. Makeup-nya mulai luntur. Rambutnya acak-acakan. Dia berdiri terpaku, menggigil... lalu memandang Adrian dengan mata berkaca-kaca. "Kamu cuma bisa kasih luka. Kamu cuma bisa nyakitin

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #11 Sekretaris Menggila!

    Langkah Adrian terdengar mantap di koridor kantor Hartawan Corp yang sudah mulai sepi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi dia memutuskan kembali ke ruangannya untuk mengambil berkas.Begitu memasuki area lobby privat yang hanya diperuntukkan bagi jajaran direksi, Adrian mendadak berhenti.Seorang wanita berdiri anggun di dekat pintu ruangannya. Luna.Tapi kali ini… bukan dalam balutan setelan kantor. Ia mengenakan dress ketat warna merah marun, belahan tinggi, makeup tebal, dan rambut disanggul ke atas dengan efek messy-sexy."Pak Adrian," ucap Luna manja, tangannya menyentuh pundaknya pelan. "Sekali-kali Bapak harus santai... nikmati kekayaan Bapak. Kan gak ada salahnya kalau Bapak ikut saya dan Pak Derren ke klub malam ini."Adrian menatap Luna dingin."Apa maksudmu, Luna?"Luna melirik ke bawah, memainkan jemarinya di kancing jas Adrian. "Saya cuma ingin membuat malam Bapak menyenangkan. Derren sudah tunggu di mobil. Yuk, Pak..."Adrian langsung menarik tangannya kasar

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Doy?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sepatunya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Doy tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekretaris Adrian — menatapnya tajam. "Hei! Lihat jalan dong!" bentak Luna, nadanya

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Sarah dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Permisi, Nona!" "Eits!" tegur Sarah. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Non!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya bisa jadi murah." "Maaf, Non!" "Hahaha..." Sarah tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Cantik. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Sarah ke keningnya, menyindir. "Katanya ada kemampuan." Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu, bego!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Non..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Sarah tersenyum puas. Tangan Naya sibuk meng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status