/ Romansa / Gairah Membara sang CEO Muda / #5 Penderitaan Silih Berganti

공유

#5 Penderitaan Silih Berganti

작가: NaLaTu
last update 최신 업데이트: 2025-03-07 20:34:45

BRAK!!

Pintu terbuka dengan sangat keras, membentur dinding dan hampir copot engselnya. Seorang pria tinggi dengan bau alkohol menyengat berdiri di ambang pintu.

Pria itu bersendawa dengan jari tangannya ia masukkan ke bolongan pintu itu.

Naya dan ibunya menoleh bersamaan. Pria itu... ayah Naya. Tiga hari menghilang, dan kini pulang dalam keadaan mabuk.

Ibu Naya langsung berdiri meski masih batuk. “Kamu dari mana aja?! Tiga hari nggak pulang! Uhhuk... uhhuk..."

"Sudah, Bu!" belai Naya, berdiri, sambil mengelus-elus bahu Ibunya.

Ayah Naya menatap dengan sorot mata kosong. “AARKKH! Gak usah ngatur-ngatur! Ini hidupku! Urusanku sendiri!”

Ibu Naya hanya terdiam dan menahan batuknya.

"Kenapa kamu?" tanya Ayahnya dengan sikap peduli tak peduli. Ia melirik ke kaki Naya.

“Gak urusan Ayah!" jawab Naya ketus. "Urus aja diri Ayah sendiri!"

Ayahnya diam. Tak ada pembelaan, tak ada penyesalan. Ia hanya mendengus dan berjalan menuju kamar.

Saat ia hendak membuka pintu kamar, Naya bersuara lantang, penuh amarah yang selama ini ditahan.

“AYAH!"

Ayahnya kaku.

"Pintu di depan itu bolong karena Ayah, Ayah tau nggak?! Ayah lihat pintu itu nggak? Gara-gara utang Ayah yang gak dibayar! Preman itu hampir bakar rumah ini karena Ayah! AYAH TAU NGGAK?!"

Ayahnya tidak menoleh. Ia membuka pintu kamar dan masuk begitu saja. Hening.

"JAWAB AYAH!"

Tidak ada jawaban.

Naya menatap ke arah ibunya, yang hanya bisa menggeleng pelan sambil menahan batuknya lagi.

Naya menghampiri Ibunya lagi lalu menangis bersama.

"Ibu bohong!" ucap Rendi tiba-tiba. Ia muncul di pintu dengan penampilan yang begitu memperihatinkan.

Sontak, Naya dan Ibunya menyudahi Isak tangisnya.

"Rendi? Kok kamu udah pulang, Sayang?" tanya sang Ibu sambil berjalan menghampirinya. "Lho, kamu kenapa? Kenapa kamu lusuh begini?"

Rendi menghindar, "Jangan dekat-dekat, Bu!" Air mata Rendi tiba-tiba mengucur. "Ibu pembohong!"

"Rendi! Kamu ngomong apa??" tegur Naya.

"Ibu bilang, Ibu akan datang bayar uang prakteknya. Tapi Ibu bohong!"

Ibunya tersadar dan segera ke berdiri menuju kamar.

"Bu? Ibu mau kemana?"

Ibunya tak menghiraukannya lagi. Ia masuk ke kamar.

Rendi dan Naya kebingungan.

"Ren..." panggil Naya.

"Kakak juga pembohong! Katanya bakal beli sepatu baru. Tadi mereka ngelempar sepatu aku ke parit." Rendi menghapus air matanya.

Naya tak kuasa mendengar cerita Rendi.

"Dan Kakak tau, aku gak dibolehin ikut praktek hari ini."

Naya mendekat dan memeluk Rendi. Namun Rendi menghindar.

"Jangan dekat-dekat, Kak! Kakak sama Ibu pembohong!"

"AHHHHHH!" jerit Ibu Naya dari dalam kamar.

"IBU?!" Naya dan Rendi segera menuju kamar.

Bruk!

Ayah Naya menabrak Rendi dan Naya.

"Aduh!"

"Hahahaha, aku udah duga, kamu pasti nyembunyiin ini dari aku!" tawa ayah Naya sambil pergi membawa kotak kalung emas itu.

"AYAH!" teriak, Naya. Ia berlari mengejar ayahnya.

"Balikin Ayah!" Naya berusaha menahan Ayahnya di pintu.

"AWAS!" Ayah Naya dengan mudah menepis tangan putrinya itu.

Naya terjatuh di lantai.

Ayahnya tidak menghiraukannya lagi, ia pergi entah kemana.

"Kakak nggak kenapa-kenapa?" tanya Rendi membantu Naya berdiri.

"Ibu... Ibu, Ren!" ucap Naya, panik.

Mereka berdua segera menuju Ibunya.

***

Malam itu, Naya tak bisa tidur.

Ia berdiri di balkon kecil apartemen kumuh mereka, menatap lampu-lampu kota yang berkelip seperti mengejek nasibnya. Udara dingin menusuk, tapi pikirannya jauh lebih menusuk dari itu. Ia memikirkan banyak hal—terutama soal Ibunya. Ia juga pernah menjanjikan sepatu baru buat adiknya itu. Namun apa boleh buat? Bahkan uang makan pun pas-pasan. Sementara ayahnya? Pergi membawa emas yang selama ini disimpan oleh Ibunya yang untuk keperluan yang benar-benar mendadak.

Dan tak lupa, Naya tengah membawa janin yang ia sendiri tidak tahu siapa ayah dari janin itu. Ia sudah lelah, lelah menangis. Lelah atas semua masalah yang datang bertubi-tubi ke keluarganya.

Naya menggenggam erat sweater tipisnya, menahan lagi air mata yang hampir jatuh. Dan saat itu… ia teringat sesuatu.

Kartu nama.

Tangannya buru-buru masuk ke saku celana yang ia gantung di kursi. Ada. Kartu nama itu masih di sana. Derren Alvaro. Nama yang asing… tapi entah kenapa terasa lebih bisa diandalkan dibanding ayah kandungnya sendiri.

Dengan ragu, Naya membuka ponsel bututnya. Mengetik nomor itu. Jempolnya bergetar saat menekan tombol panggil.

Tuut… Tuut…

"Halo?"

Bersambung...

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #23 Naya kembali!

    Di dalam ballroom utama Mansion HartawanAcara gala tengah berlangsung megah. Di sekeliling ruangan, berjejer meja-meja bulat dengan taplak putih dan lilin tinggi menyala, diiringi alunan musik klasik dari orkestra live. Di tengah panggung, Kakek Tohari berdiri dengan gagah, memberikan sambutan kepada keluarga besar dan tamu kehormatan.> “Malam ini bukan hanya ajang silaturahmi, tapi bentuk kepedulian kita,” ujar Kakek Tohari dengan suara mantap. “Seluruh donasi yang terkumpul akan disalurkan ke panti asuhan, rumah sakit, hingga lembaga sosial di bawah yayasan keluarga Hartawan. Karena... kekayaan yang sesungguhnya adalah bisa memberi manfaat.”Semua orang bertepuk tangan sopan.Tapi Adrian hanya duduk kaku di kursinya. Di sisi kirinya, Luna semakin agresif: tangannya mencoba meraba jari Adrian, sesekali menyenderkan tubuh. Namun Adrian berusaha tetap formal, menjaga postur tubuh dan memasang wajah dingin.> “Adrian,” bisik Luna sambil tersenyum, “malam ini indah banget ya... Kita co

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #22 Gala Hartawan

    Adrian masih berdiri di tengah lobby kosong, menatap ke arah lorong panjang dengan ekspresi yang semakin tegang.Tangannya terkepal di sisi tubuh, napasnya berat.Di saat pikirannya sibuk mencari kemungkinan-kemungkinan buruk soal Naya, suara hak tinggi berdetak-detak mendekat."Tuk...tuk...tuk..."Adrian menoleh dengan refleks.Muncullah Luna, mengenakan dress bodycon hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Belahan roknya tinggi, memperlihatkan paha putih mulus. Bibirnya merah menyala. Rambutnya ditata bergelombang sempurna.Dengan senyum genit, Luna mendekati Adrian."Hai, Adrian," sapanya manja, suaranya dibuat-buat lembut.Adrian mendengus pelan, tidak menyembunyikan ketidaksukaannya."Apa maumu, Luna?" gumamnya dingin.Luna pura-pura tersinggung, membentuk mulutnya cemberut kecil."Aku cuma... mau bilang," katanya sambil memutar rambut di jarinya, "Kalau kamu masih butuh pasangan buat gala nanti... aku siap kok nemenin kamu."Dia menyentuh lengan jas Adrian pelan, sengaja me

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #21 Naya menghilang!

    Besok paginya, suasana kantor Hartawan Group terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para staf berlalu lalang dengan kemeja rapi dan ekspresi penuh kesibukan.Adrian, seperti biasa, berjalan masuk ke dalam lobby utama dengan langkah tegap, jas hitam membalut tubuh tegapnya, wajahnya datar dan tanpa emosi.Namun, sesuatu menghentikannya.Seorang wanita cantik berdiri di tengah lobby, mengenakan dress formal biru langit yang menonjolkan kecantikannya. Wajahnya manis, rambutnya bergelombang rapi.Dia melambai dengan malu-malu ke arah Adrian.Adrian mengernyit.Matanya melirik ke sekeliling, mencari-cari sumber masalah ini — dan benar saja, dari balik pilar, Derren muncul, dengan senyum penuh harap.Adrian langsung menghela napas panjang, matanya memicing tajam ke arah sahabatnya itu.Derren berjalan cepat ke arah Adrian sambil berbisik,"Surprise, bro! Ini... calon pasangan buat gala nanti. Namanya Jessica."Adrian menatap Derren dengan tatapan membunuh."Kamu bercanda," gumam Adrian dingin.

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #20 CEO Berkuasa

    Siang itu, kantor Hartawan Group masih sibuk.Naya baru saja keluar dari pantry, membawa tumpukan dokumen yang harus dibagikan ke beberapa ruangan.Langkahnya cepat—sedikit tergesa.Saat berbelok di lorong sempit, tanpa sengaja—Brak!Naya menabrak seseorang.Dokumen bertebaran di lantai."Aduh...!" seru Naya panik, buru-buru membungkuk.Namun sosok pria itu juga membungkuk pada waktu bersamaan, membuat wajah mereka hanya beberapa sentimeter saja.Dan dalam momen itu, karena keseimbangan Naya goyah, tubuhnya terdorong maju.Ciuman kecil.Hanya sepersekian detik. Tapi cukup untuk membuat dunia seakan berhenti berputar.Naya membelalak.Adrian juga membeku.Suasana hening, sangat hening.Sementara di ujung lorong, seseorang menyaksikan semuanya dengan mata melebar marah—Sarah.Senyuman sinis muncul di bibirnya.**"Maaf! Maaf banget, Pak Adrian!" seru Naya gugup sambil buru-buru berdiri dan mundur beberapa langkah.Adrian sendiri tampak berusaha menguasai diri. Ia berdeham pelan, kembal

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #19 Pembelaan

    Pagi itu kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Adrian berjalan menyusuri lorong panjang lantai eksekutif, kemeja biru gelap membalut tubuhnya. Ada bekas luka samar di pipi kirinya, dan jalannya sedikit kaku. Namun dia tetap menjaga aura wibawanya. Dari arah berlawanan, Naya datang dengan membawa nampan berisi kopi-kopi untuk ruangan meeting. Langkahnya berhenti mendadak. Mata Naya membelalak pelan saat melihat Adrian yang tampak babak belur. Ada rasa khawatir yang otomatis muncul. "Pak Adrian...?" gumamnya lirih. Mereka saling memandang sekilas. Hening. Canggung. Suasana mendadak seperti freeze. Naya panik, dia reflek mau ke kanan. Adrian—dengan gugupnya—ikut melangkah ke kanan. Naya buru-buru ke kiri. Adrian juga geser ke kiri. Mereka hampir bertubrukan. "Ah... anu... m-mohon maaf, Pak!" kata Naya panik, menunduk dalam-dalam. Adrian mengangkat tangannya, mencoba terlihat santai, walau mukanya sudah merah. "Tidak apa-apa..." Mereka akhirnya berhasil

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #18 Perasaan Pak CEO

    Cling...Setelah berjam-jam yang terasa seperti seumur hidup, pintu lift akhirnya terbuka.Naya hampir menangis lega. Ia berdiri cepat-cepat, diikuti Adrian yang tetap terlihat tenang walaupun kemejanya sudah kusut sedikit.Mereka melangkah keluar, disambut petugas teknisi dan beberapa satpam."Maafkan kami, Pak Adrian, Nona..." para teknisi membungkuk dalam-dalam.Adrian hanya mengangguk malas, satu tangannya refleks menahan punggung Naya agar tidak terinjak-injak kerumunan. Ia bahkan tidak sadar saat melakukan itu.Jam menunjukkan pukul 02.17 dini hari. Kantor sudah sepi."Naya."Suara Adrian dalam. "Aku antar pulang."Naya langsung gelagapan. "T-tapi, Pak, saya biasa naik angkutan kok... nggak apa-apa, sungguh!"Adrian menatapnya dingin. "Tidak ada diskusi."Dengan berat hati, Naya akhirnya masuk ke dalam mobil hitam mewah milik Adrian. Selama perjalanan, mereka hanya diam. Sesekali Naya mencuri pandang, tak percaya ia satu mobil dengan pria paling dingin se-kantor.Mobil melaju me

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status