Share

#6 Ada Harapan!

Author: NaLaTu
last update Last Updated: 2025-03-07 20:48:08

“Halo?”

Suara laki-laki di ujung sana membuat jantung Naya melonjak.

“Ma—maaf, ini… aku Naya, perempuan yang tadi pagi ditabrak... maksudnya… bukan ditabrak... diserempet, Pak.”

Derren langsung terdiam sejenak.

“Oh. Iya, saya ingat. Ada apa?”

Naya menarik napas dalam, menahan gemetar.

“Saya... butuh pekerjaan. Tolong... saya siap kerja apapun. Saya beneran butuh bantuan.”

Suaranya nyaris pecah. Rintihan pelan itu membuat dada Derren terasa berat.

"Tapi, sebelumnya kamu bilang kamu tidak butuh dikasihani bukan? So, what's this?"

"Aku nggak minta dikasihani, aku minta diuji. Kasih aku kerja, dan nilai sendiri aku layak atau nggak.” Naya tersadar. "Ma-maaf kalau aku berlebihan."

"No no no! Itu luarbiasa! You know, I like you!!"

"Maksudnya, Pak?"

“Oke... kamu butuh pekerjaan ya? Fine! Datang ke kantor saya besok jam sembilan pagi. Saya akan carikan posisi yang bisa kamu isi dan kamu akan langsung diwawancarai. Gimana? You like it?"

Naya nyaris nggak percaya.

“I-ini seriusan?"

"Ya, ini serius!"

"Kalau begitu terima kasih... terima kasih banyak, Pak. Saya nggak tahu harus bilang apa lagi.”

"Kantor saya ada di kartu itu. Kamu lihat saja dan segera ke sana besok! Saya tunggu kedatangan kamu."

"Baik, Pak! Terimakasih ya, Pak!"

"Ya, sama-sama. Oh iya luka kamu sudah diobati?"

"Sudah, Pak!"

"Bagus, kalau begitu sampai ketemu besok!"

"Baik, Pak!"

Setelah menutup telepon, Naya langsung masuk dan menggoyang pelan tubuh ibunya.

“Bu..."

Ibunya membuka mata, "Ada apa, Sayang?"

"Aku dapat kerjaan. Besok aku akan diwawancara!”

"Apa? Seriusan?"

"Iya, Bu! Orang yang ngasih kerjaan ini tuh orang yang nyerempet aku."

“Ya, Alhamdulillah, Nak. Kebaikan itu memang akan selalu ada bagi siapapun. Termasuk kamu. Terimakasih ya Tuhan!'"

***

Sementara itu, di sisi lain kota, di sebuah kantor mewah…

Adrian tengah fokus mengerjakan laporan yang menumpuk di depannya. Wajahnya lelah, tapi matanya masih tajam menatap layar laptop di depannya. Tangannya sibuk mengetik, hingga suara ketukan pelan membuatnya mengangkat wajah.

Pintu terbuka. Luna masuk dengan setumpuk berkas di tangan.

“Selamat malam, Tampan-, eh maksud saya, Pak!" Luna tampak sengaja. "Ini, saya bawa laporan dari bagian finance, Pak,” ucap Luna sambil berjalan genit ke arahnya.

"Kamu jangan keterlaluan!" Adrian melotot ke Luna. "Jangan tiba-tiba masuk nyelonong begitu aja di ruangan saya!"

"Ups! Siap, Pak!" Luna menghormat, "Saya akan lebih sopan lagi ke Bapak. Ia melontarkan senyum genitnya ke Adrian.

"Letakkan di sini!" tunjuk Adrian.

"Duh, Bapak... saya minta maaf ya udah buat Bapak jadi greget sama saya. Tapi tampang Bapak nggak berubah kok kalau marah. Masih tampan, rawr!" goda Luna dengan wajah memelas sambil mengibaskan rambutnya.

Adrian tak menghiraukannya lagi. Ia fokus pada apa yang tengah ia kerjakan.

Ketika meletakkan berkasnya di atas meja Adrian, tangan mereka bersentuhan. Sentuhan yang sebenarnya biasa… tapi Luna dengan sengaja mengelus jemari Adrian. Pelan. Panas.

"Pak..." Luna menggigit bibirnya sambil menggoyangkan tubuhnya dengan lembut.

"Pak, Rian..."

Adrian langsung menarik tangannya cepat-cepat. “Jaga sikapmu, Luna. Ini kantor.”

Luna malah tertawa kecil. “Santai aja, Pak. Saya cuma bantu... bikin malam Bapak nggak terlalu tegang, kok.”

Ia lalu berjalan ke sofa, duduk santai, lalu menggoyang-goyangkan kaki jenjangnya.

“Aduh... panas ya di sini. AC-nya mati, ya?” katanya sambil membuka blazer-nya perlahan.

Kini, Luna hanya mengenakan tanktop ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya jelas. Ia menyilangkan kaki, matanya menatap tajam ke arah Adrian.

"Ah! Panas!" desah Luna bagai menggoda. Ia memegangi buah dadanya.

"Pak..."

Adrian memalingkan wajah. “Luna. Keluar.”

Luna tersenyum, “Yakin, Pak? Nggak pengen saya bantu relaksasi dikit?” bisiknya, menggoda, dengan senyum menggantung di bibirnya. "Bapak tuh udah capek seharian kerja, kan?"

Adrian berdiri, wajahnya memerah karena emosi.

“Keluar, sebelum saya beneran marah!”

Tapi Luna hanya menatapnya… makin dalam. Tersenyum tipis. "Bapak..."

"KELUAR!" nada Adrian naik satu oktaf.

Luna berdiri pelan, mendekat, dan berbisik ke telinganya...

“Pak, jangan terlalu memaksakan diri!" bisiknya.

Lalu ia pergi… meninggalkan aroma parfum mahal yang menusuk… dan kode mata yang sempat ia lontarkan ke Adrian bersamaan dengan senyuman licik dari wajahnya.

Setelah ia benar-benar pergi, Adrian mengusap wajahnya keras-keras. Frustasi.

***

Keesokan harinya...

Cahaya pagi menelusup lewat jendela retak apartemen. Naya berdiri di depan cermin kecil yang terpasang seadanya di dinding. Tangannya gemetar merapikan kerudungnya. Kakinya masih sedikit perih bekas serempetan mobil kemarin, tapi ia tetap tersenyum kecil melihat bayangannya.

Hari ini... mungkin adalah awal baru.

Ia keluar kamar, dan mendapati Ibunya sedang menyiapkan sarapan seadanya—hanya dua lembar roti bakar dan teh panas. Rendi duduk diam, wajahnya sedikit lesu.

“Bu, aku berangkat dulu ya,” ucap Naya lembut, memeluk Ibunya.

Sang ibu membalas pelukan itu erat, walau tubuhnya sedikit goyah karena batuk yang belum reda.

“Hati-hati, Nak. Jangan terlalu berharap... tapi juga jangan menyerah,” bisik ibunya sambil mengelus punggung putrinya. "Doa Ibu akan selalu ada bersamamu."

Naya mengangguk, tak sanggup berkata. Ia tak ingin menangis di depan ibunya.

Rendi menatap kakaknya dari sudut meja, seakan ingin bicara, tapi lidahnya kelu.

“Ada apa?" tanya Naya.

"Aku... aku malu ke sekolah, Kak."

"Lho, malu kenapa?"

"Aku malu karena cuma aku yang nggak ikut praktek."

Naya menghela napasnya. "Dek, its oke! Kalau kamu nggak bisa ikut praktek, bukan berarti kamu gagal. Kamu harus kuat, kamu kan anak cowok."

"Iya, Kak, tapi..."

"Kakak janji, Kakak-"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #7 Merendahkan Diri

    "Kakak bakal ingkar lagi?" potong Rendi.Naya terdiam."Rendi!" tegur Ibunya lembut."Nggak apa-apa, Bu!" jawab Naya.Naya memegang bahu adiknya itu. "Percaya sama Kakak. Kali ini Kakak akan bantu kamu. Semester depan, kamu bakal bisa ikut praktek bahkan punya sepatu baru,” ujar Naya, menenangkan hati adiknya. "Ya!"Rendi perlahan tersenyum. "Kakak janji?""Kakak selalu berjanji!""Terimakasih, Kak!" Ibunya ikut tersenyum kecil. Mereka berpelukan.***Naya berdiri terpaku di depan gedung menjulang—Hartawan Corp. Logo emas di atas pintu berkilau ditimpa matahari pagi. Ia menelan ludah. Ini... terlalu mewah untuk dirinya.Seorang satpam menghampirinya, memperhatikan pakaian Naya yang sederhana.“Bisa saya bantu, Mbak?”“Saya... saya diundang oleh Pak Derren. Ini kartu namanya.”Satpam memeriksa kartu itu. Lalu dengan senyum kecil yang sopan, ia memberi kode pada resepsionis dan membawa Naya masuk.Langkah-langkah Naya terdengar gemetar, lantai marmer itu seperti membisikkan bahwa dia b

    Last Updated : 2025-04-23
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #8 Harga Diri Seorang Pelayan

    Hari pertama Naya di Hartawan Corp. Dengan kemeja putih sederhana dan sepatu butut yang sudah dia semir berkali-kali, Naya melangkah gugup ke dalam gedung megah itu. Setiap ubin yang dia pijak seakan mengingatkan betapa jauhnya dia dari dunia tempat ia dibesarkan—kini dia memasuki habitat para penguasa, orang-orang bermerek dan penuh ambisi. Meski hanya bekerja sebagai OB sementara, Naya tetap bersyukur. Setidaknya, ada penghasilan yang bisa ia bawa pulang. "Eh, kamu anak baru, ya?" tegur seorang wanita berlipstik tebal dengan nada nyinyir, matanya menelusuri tubuh Naya dari atas sampai bawah. Naya bertemu dengan wanita itu di kamar mandi. Naya mengangguk sopan. "Iya, saya Naya." Perempuan itu mendecak. "Pantes… aromanya beda." Naya memilih diam. Saat wanita itu selesai bersolek di depan cermin wastafel, ia menubruk bahu Naya sebelum pergi. *** Waktu makan siang tiba, Naya duduk di salah satu bangku kosong di kantin. Di pojok ruangan, ia melihat seorang pria bertub

    Last Updated : 2025-04-25
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

    Last Updated : 2025-04-27
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

    Last Updated : 2025-04-28
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #11 Sekretaris Menggila!

    Langkah Adrian terdengar mantap di koridor kantor Hartawan Corp yang sudah mulai sepi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi dia memutuskan kembali ke ruangannya untuk mengambil berkas.Begitu memasuki area lobby privat yang hanya diperuntukkan bagi jajaran direksi, Adrian mendadak berhenti.Seorang wanita berdiri anggun di dekat pintu ruangannya. Luna.Tapi kali ini… bukan dalam balutan setelan kantor. Ia mengenakan dress ketat warna merah marun, belahan tinggi, makeup tebal, dan rambut disanggul ke atas dengan efek messy-sexy."Pak Adrian," ucap Luna manja, tangannya menyentuh pundaknya pelan. "Sekali-kali Bapak harus santai... nikmati kekayaan Bapak. Kan gak ada salahnya kalau Bapak ikut saya dan Pak Derren ke klub malam ini."Adrian menatap Luna dingin."Apa maksudmu, Luna?"Luna melirik ke bawah, memainkan jemarinya di kancing jas Adrian. "Saya cuma ingin membuat malam Bapak menyenangkan. Derren sudah tunggu di mobil. Yuk, Pak..."Adrian langsung menarik tangannya kasar

    Last Updated : 2025-04-29
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #12 Membela yang Salah!

    Semua orang menoleh. "Pak Adrian... biar semua orang tahu dong... gimana panasnya pria sejati!" ucap Luna sambil tertawa terbahak, mulai menari-nari kecil dengan jas Adrian. Adrian langsung berdiri. Matanya merah menahan malu dan marah. "Cukup, Luna!" bentaknya. Namun Luna menantangnya dengan tatapan liar. "Kenapa? Malu? Tadi malam kamu nikmatin aku kan, walau cuma imajinasi! Terus sekarang pura-pura suci?!" teriaknya. "Luna, kau mabuk." "YA, AKU MABUK!" teriak Luna lebih keras. "MABUK SAMA SIKAP KAMU, ADRIAN!" Semua orang memperhatikan mereka kini. "Aku capek jadi pelengkap buat hidup kamu yang kosong! Aku ini perempuan juga, tahu sakit hati tuh kayak apa?!" Tiba-tiba, pelayan yang panik lewat tersandung kabel speaker. PLAK! Minuman pecah dan menyiram dress Luna. Dress mahal itu basah kuyup. Makeup-nya mulai luntur. Rambutnya acak-acakan. Dia berdiri terpaku, menggigil... lalu memandang Adrian dengan mata berkaca-kaca. "Kamu cuma bisa kasih luka. Kamu cuma bisa nyakitin

    Last Updated : 2025-04-30
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #13 Ancaman dari Mertua!

    Setelah kejadian itu, Naya kembali bekerja. Meski hatinya masih campur aduk, ia menahan semua rasa bersalah itu. Tugas-tugasnya tetap menumpuk — mengantar dokumen, membersihkan ruangan, membuang sampah, semua dikerjakannya dengan kepala tertunduk.Sore menjelang malam, begitu jam pulang, Naya tidak langsung ke rumah.Dia menggenggam catatan kecil berisi alamat yang diberi OB lain tadi siang.Aku harus ketemu Dayat. Aku harus minta maaf.Dengan langkah cepat, Naya menyusuri jalanan kota yang mulai dipenuhi lampu-lampu neon. Ia mencari-cari alamat itu. Menyusuri gang demi gang, belok kiri, belok kanan, tapi tetap tidak menemukan.Peluh menetes di keningnya.Naya duduk di trotoar, menghela napas panjang. Kakinya pegal, tubuhnya lelah.Saat itulah, tanpa sengaja, di seberang jalan, ia melihat sosok yang dikenalnya—Dayat.Dayat duduk sendirian di pinggir trotoar. Matanya kosong, menatap lurus ke arah jalanan yang ramai.Naya langsung bangkit dan berlari kecil menyeberang."Dayat!" panggiln

    Last Updated : 2025-05-01
  • Gairah Membara sang CEO Muda   #14 Permintaan Nona Ratna

    Adrian baru saja memarkir mobil sport hitamnya di garasi vila mewah itu. Wajahnya lelah, dasinya sudah longgar, dan langkahnya berat. Ia membuka pintu utama dan masuk ke ruang tamu bergaya klasik.Di sana, Ibu Ratna sudah menunggunya, duduk di kursi berlengan dengan ekspresi wajah tegang."Adrian!" seru ibunya begitu melihatnya.Adrian mendesah panjang. "Apa lagi, Bu? Saya capek."Ibu Ratna berdiri, matanya merah. Ia berjalan cepat ke arah Adrian, lalu menyodorkan ponsel ke wajah putranya."Barusan kakekmu telepon!" katanya dengan suara bergetar. "Dia... dia mempermalukan kita, Adrian! Mengancam kita!"Adrian mengernyit. "Apa lagi urusannya?""Kakekmu mau semua anak dan cucunya datang di Gala Hartawan. Dan kau... kau harus hadir mewakili mendiang ayahmu!" suara Ibu Ratna meninggi. "Dengan pasangan!"Adrian mengangkat alis, seolah baru mendengar sesuatu yang benar-benar konyol. "Pasangan? Jangan bercanda, Bu.""Aku serius, Adrian!" Ibu Ratna menjerit kecil. "Kalau kau tidak datang bawa

    Last Updated : 2025-05-03

Latest chapter

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #17 Terjebak

    Sore itu, Adrian tiba di rumah mewah keluarga Hartawan. Langit mulai menggelap, dan hawa dingin menyeruak masuk bersama embusan angin dari taman. Di ruang tamu, Ibu Ratna sudah duduk di kursi empuk, mengenakan piyama sutra warna gading. Meski wajahnya masih tampak pucat, ada sorot tajam di matanya. Adrian menghampiri, membungkuk sedikit mencium tangan ibunya. "Bagaimana keadaan Mama?" tanyanya pelan. Ibu Ratna tersenyum lemah. "Sudah lebih baik... berkat kamu mau dengar Mama, Nak." Adrian hanya mengangguk kecil, duduk di seberangnya. "Ngomong-ngomong, Mama mau ketemu Luna." Nada suara Ibu Ratna mengeras sedikit. "Suruh dia datang makan malam ke rumah. Kita harus mulai perkenalan sebelum acara gala." Deg. Adrian mengerjap, tapi cepat-cepat menutupi keterkejutannya. Senyum tipis tersungging di wajahnya, penuh kepalsuan. "Luna... lagi sibuk, Ma. Dia ada meeting panjang. Nanti kalau dia senggang, aku ajak ke sini." Ibu Ratna menghela napas panjang. "Jangan lama-lama, Adrian. Ga

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #16 Cemburu

    Sepanjang hari itu, Adrian merasa pikirannya tidak fokus.Setiap kali ia mencoba menunduk memeriksa laporan di mejanya, bayangan wajah Naya kembali terlintas. Tatapan polos itu... tubuh mungil yang gemetar dalam dekapannya... aroma sabun sederhana yang tercium samar dari rambut gadis itu. Semua bercampur membanjiri otaknya, membuatnya tidak nyaman."Sialan," gumamnya pelan, mengacak rambutnya sendiri.Adrian memutuskan keluar dari ruangannya untuk sekadar menghirup udara segar. Ia berjalan melewati koridor, langkahnya panjang-panjang, tangan masih dimasukkan ke saku celana.Secara tidak sengaja, matanya menangkap sosok Naya yang sedang membungkuk di pojok ruangan, sibuk mengatur minuman dan makanan ringan untuk rapat sore.Gadis itu kelihatan berusaha cekatan, tapi tetap saja sesekali menjatuhkan sendok, lalu buru-buru memungutnya lagi.Bibir Adrian sedikit terangkat, sangat tipis, nyaris tak terlihat. Sesuatu dalam dirinya merasa... geli."Apa anak itu selalu ceroboh begini?" pikirny

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #15 Diam-diam Suka

    Mobil sport hitam itu berhenti mulus di depan gerbang rumah besar bergaya modern minimalis. Adrian menatap sekilas bangunan megah itu, lalu menghela napas panjang sebelum turun. Dengan langkah berat, ia berjalan ke pintu depan.Seorang pembantu muda berseragam hitam-putih membungkuk sopan."Selamat sore, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?""Saya mau ketemu Nona Luna," jawab Adrian dingin.Pembantu itu tersenyum kaku. "Sebentar ya, Tuan."Ia bergegas masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Adrian menunggu di teras, merasa tidak nyaman berdiri di bawah sinar matahari sore yang hangat.Di dalam, pembantu itu berjalan ke belakang rumah, menuju area kolam renang.Di sana, Luna tengah berbaring santai di kursi berjemur, mengenakan bikini merah elegan. Dua potong timun menempel di matanya, headphone di telinganya, seolah dunia ini hanya miliknya."Nona Luna," kata pembantu itu pelan."Ada tamu—seorang pria, ingin bertemu."Luna mengangkat satu tangan malas, tanpa membuka mata. "Suruh aja masuk...

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #14 Permintaan Nona Ratna

    Adrian baru saja memarkir mobil sport hitamnya di garasi vila mewah itu. Wajahnya lelah, dasinya sudah longgar, dan langkahnya berat. Ia membuka pintu utama dan masuk ke ruang tamu bergaya klasik.Di sana, Ibu Ratna sudah menunggunya, duduk di kursi berlengan dengan ekspresi wajah tegang."Adrian!" seru ibunya begitu melihatnya.Adrian mendesah panjang. "Apa lagi, Bu? Saya capek."Ibu Ratna berdiri, matanya merah. Ia berjalan cepat ke arah Adrian, lalu menyodorkan ponsel ke wajah putranya."Barusan kakekmu telepon!" katanya dengan suara bergetar. "Dia... dia mempermalukan kita, Adrian! Mengancam kita!"Adrian mengernyit. "Apa lagi urusannya?""Kakekmu mau semua anak dan cucunya datang di Gala Hartawan. Dan kau... kau harus hadir mewakili mendiang ayahmu!" suara Ibu Ratna meninggi. "Dengan pasangan!"Adrian mengangkat alis, seolah baru mendengar sesuatu yang benar-benar konyol. "Pasangan? Jangan bercanda, Bu.""Aku serius, Adrian!" Ibu Ratna menjerit kecil. "Kalau kau tidak datang bawa

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #13 Ancaman dari Mertua!

    Setelah kejadian itu, Naya kembali bekerja. Meski hatinya masih campur aduk, ia menahan semua rasa bersalah itu. Tugas-tugasnya tetap menumpuk — mengantar dokumen, membersihkan ruangan, membuang sampah, semua dikerjakannya dengan kepala tertunduk.Sore menjelang malam, begitu jam pulang, Naya tidak langsung ke rumah.Dia menggenggam catatan kecil berisi alamat yang diberi OB lain tadi siang.Aku harus ketemu Dayat. Aku harus minta maaf.Dengan langkah cepat, Naya menyusuri jalanan kota yang mulai dipenuhi lampu-lampu neon. Ia mencari-cari alamat itu. Menyusuri gang demi gang, belok kiri, belok kanan, tapi tetap tidak menemukan.Peluh menetes di keningnya.Naya duduk di trotoar, menghela napas panjang. Kakinya pegal, tubuhnya lelah.Saat itulah, tanpa sengaja, di seberang jalan, ia melihat sosok yang dikenalnya—Dayat.Dayat duduk sendirian di pinggir trotoar. Matanya kosong, menatap lurus ke arah jalanan yang ramai.Naya langsung bangkit dan berlari kecil menyeberang."Dayat!" panggiln

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #12 Membela yang Salah!

    Semua orang menoleh. "Pak Adrian... biar semua orang tahu dong... gimana panasnya pria sejati!" ucap Luna sambil tertawa terbahak, mulai menari-nari kecil dengan jas Adrian. Adrian langsung berdiri. Matanya merah menahan malu dan marah. "Cukup, Luna!" bentaknya. Namun Luna menantangnya dengan tatapan liar. "Kenapa? Malu? Tadi malam kamu nikmatin aku kan, walau cuma imajinasi! Terus sekarang pura-pura suci?!" teriaknya. "Luna, kau mabuk." "YA, AKU MABUK!" teriak Luna lebih keras. "MABUK SAMA SIKAP KAMU, ADRIAN!" Semua orang memperhatikan mereka kini. "Aku capek jadi pelengkap buat hidup kamu yang kosong! Aku ini perempuan juga, tahu sakit hati tuh kayak apa?!" Tiba-tiba, pelayan yang panik lewat tersandung kabel speaker. PLAK! Minuman pecah dan menyiram dress Luna. Dress mahal itu basah kuyup. Makeup-nya mulai luntur. Rambutnya acak-acakan. Dia berdiri terpaku, menggigil... lalu memandang Adrian dengan mata berkaca-kaca. "Kamu cuma bisa kasih luka. Kamu cuma bisa nyakitin

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #11 Sekretaris Menggila!

    Langkah Adrian terdengar mantap di koridor kantor Hartawan Corp yang sudah mulai sepi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi dia memutuskan kembali ke ruangannya untuk mengambil berkas.Begitu memasuki area lobby privat yang hanya diperuntukkan bagi jajaran direksi, Adrian mendadak berhenti.Seorang wanita berdiri anggun di dekat pintu ruangannya. Luna.Tapi kali ini… bukan dalam balutan setelan kantor. Ia mengenakan dress ketat warna merah marun, belahan tinggi, makeup tebal, dan rambut disanggul ke atas dengan efek messy-sexy."Pak Adrian," ucap Luna manja, tangannya menyentuh pundaknya pelan. "Sekali-kali Bapak harus santai... nikmati kekayaan Bapak. Kan gak ada salahnya kalau Bapak ikut saya dan Pak Derren ke klub malam ini."Adrian menatap Luna dingin."Apa maksudmu, Luna?"Luna melirik ke bawah, memainkan jemarinya di kancing jas Adrian. "Saya cuma ingin membuat malam Bapak menyenangkan. Derren sudah tunggu di mobil. Yuk, Pak..."Adrian langsung menarik tangannya kasar

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #10 Yes, Baby!

    "Naya... Naya, bangun!" Suara Dayat terdengar samar, mengguncang tubuh Naya yang terlelap di ruang istirahat kecil itu. Matanya mengerjap perlahan, merasakan dunia nyata kembali menariknya keluar dari mimpi indahnya — mimpi tentang Adrian, tentang kebaikan yang hanya terjadi di dunia semu itu. "Na-Naya, udah waktunya pulang. A-ayo bangun," ujar Dayat lagi, kali ini lebih keras. Naya bangkit perlahan, pandangannya masih buram. Tapi sebelum ia sempat bertanya apapun, Dayat langsung mundur dua langkah, wajahnya canggung. "A-aku duluan ya," kata Dayat buru-buru, nyaris berlari keluar dari ruangan. Naya tercengang. Ada rasa sakit yang menusuk. "Dey?" Naya bangkit dengan tergesa, berusaha mengejar. Sandalnya berderap pelan di lorong gedung yang sudah mulai sepi. "Dey tunggu! Ak- Bruk! "Aw!" Tubuh Naya membentur seseorang. Kepalanya mendongak, dan matanya langsung membelalak. Adrian. Dan di sebelahnya, seorang wanita berpakaian rapi dengan clipboard di tangan — sekret

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #9 Hayalan bersama Bos Besar

    "Ups..." Naya kaget, minuman itu tumpah di atas lantai. Pecahan kaca gelas itu berserakan, ditambah genangan air minuman itu. "Duh, lantai marmernya jadi kotor. Marmer itu harus dibersihkan gak sih? Soalnya marmer itu ma-hal," ucap Mezzalina dengan nada merendahkan. Naya kebingungan. Ia berdiri, hendak kembali ke ruangannya, mengambil sesuatu. "Eits!" tegur Mezzalina. Naya berhenti. Berbalik. "Kamu mau kemana?" "Saya, mau ambil kain lap, Bu!" "Ow, very bad! Marmer ini harus langsung dibersihin. Gak boleh berlama-lama. Harganya jadi murah." "Maaf, Bu!" "Hahaha..." Mezzalina tertawa kecil. "Saya nggak butuh minta maaf, Putri. Yang saya mau adalah marmer ini bersih. Sekarang!" "Tap-tapi sa-" "Pakai ini dong!" tunjuk Mezzalina ke keningnya, menyindir. Naya masih kebingungan. "Ck, pakai baju kamu!" Naya tersentak. "Tap-tapi, Bu..." "Se-ka-rang!" Naya tak punya pilihan. Mezzalina tersenyum puas. Tangan Naya sibuk mengelap tumpahan minuman di lantai, meng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status