Beranda / Romansa / Gairah Membara sang CEO Muda / #4 Penderitaan Si Miskin

Share

#4 Penderitaan Si Miskin

Penulis: NaLaTu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-07 20:22:25

Braaak!

Sebuah mobil mewah melaju terlalu dekat dan menyenggol tubuh Naya. Tubuhnya terhuyung dan terjatuh ke trotoar. Lututnya luka.

"AAHHH!"

Seseorang keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berpakaian seksi, "Oh, shit!" Ia langsung menghampiri Naya.

Melihat perawakan Naya, ekspresi wanita itu berubah. "Ah elah... lo ya! Ngapain sih jalan di tengah-tengah!"

Naya hanya menunduk sambil memegangi lututnya yang berdarah. "Aduuuh..."

"Alah! Gak usah lebai deh!" Wanita itu melihat kap depan mobil mewah itu sedikit lecet. "Heh, orang miskin! Liat tuh! Lecet gara-gara lo! Emang lo sanggup buat ganti rugi, hah?"

Derren—yang sedang duduk di kursi kemudi—keluar dengan panik. “Sarah, udah, jangan gitu.”

Sarah, si asisten montoknya, melotot. “Dia yang salah! Liat, Jadi lecet mobil kamu!”

"Ah, udah, gak usah dipikirin mobil ini." Derren memeriksa kondisi Naya. “Kamu luka? Maaf ya, saya nggak sengaja. Saya... saya nggak fokus tadi.”

"Dih, kok malah belain dia sih?" Sarah kesal.

"Sini, saya bantu duduk di situ!" ucap Deren membantu Naya duduk di bangku dekat pohon rindang.

Naya turut.

Sarah masih ngedumel, lalu Derren menatap tajam padanya. “Sar, denger! Kalau dia mau, dia bisa tuntut kita. Lo tau kita tadi habis ngapain, kan?"

Sarah akhirnya diam, menghentakkan kakinya, dan masuk ke mobil sambil cemberut.

Derren merogoh dompetnya dan mengeluarkan selembar kartu nama. “Ini. Kalau kamu butuh bantuan, telepon saya. Saat ini saya buru-buru. So, nih saya ada uang buat berobat kaki kamu!”

Naya hanya menatapnya. “Aku gak butuh uang kamu.”

Derren terdiam, terkesima. "Oh ya? Kenapa?"

"Karena aku gak butuh dikasihani!"

"Wah, good!" puji Derren.

"Yasudah, aku mau pergi!" ucap Naya menguatkan diri dan mencoba berdiri.

"Tapi kamu yakin gak mau uang ini?"

Naya menatap Derren sekali lagi. "Aku tidak butuh uang kamu dan rasa kepedulianmu!"

“Oke, fine! So, saya cuma... mau minta maaf,” ucapnya pelan, lalu menyelipkan kartu nama itu di saku Naya sebelum berbalik kembali ke mobil. "Have a nice day!"

Naya tak menghiraukannya, sambil berjalan ia memegang lututnya yang terasa perih itu.

***

Setelah mengantar Rendi ke sekolah dan diserempet mobil, Naya sampai di apartemen dengan langkah terseok. Kakinya berdarah, sedikit sobek, dan terasa ngilu tiap kali menapak. Ketika membuka pintu, ibunya langsung terkejut.

“Naya! Ya Allah, kaki kamu kenapa, Nak?!”

Naya mencoba tersenyum tapi gagal. “Cuma kecelakaan kecil, Bu... nggak apa-apa, kok.”

"Nggak apa-apa gimana?" Ibu buru-buru mengambil air hangat dan kotak P3K seadanya. Ia duduk di lantai dan mulai membersihkan luka di lutut putrinya dengan perlahan, penuh kasih, walau tangannya gemetar dan batuk masih menyerang sesekali.

“Aduh, ini luka dalam, Nay...” Ibu menatap putrinya, matanya berkaca-kaca. "Kamu abis darimana, Sayang?"

"Aku abis ngantar Rendi, Bu."

"Iya, tapi kamu kok bisa begini? Ada apa tadi, Sayang?"

"Tadi, Naya diserempet mobil. Udahlah, Bu aku nggak kenapa-kenapa kok."

"Lain kali, kamu itu harus hati-hati... uhhuk... uhhuk... harus liat kanan-kiri kalau lagi jalan tuh, fokus."

"Iya, Bu," jawab Naya lembut.

Naya memperhatikan Ibunya yang begitu antusias dan penuh kasih sayang membersihkan lukanya. Ia terharu.

"Bu..."

"Ya? Kenapa, Sayang?"

"Ada yang mau aku bilang sama Ibu."

"Oh ya? Apa?"

"Tapi Ibu jangan marah ya."

"Iya, Ibu nggak akan marah. Ada apa Sayang?"

“Aku...” Naya menunduk. “Aku dipecat. Pabrik tempat aku kerja bangkrut...”

Ibunya langsung memeluk Naya dengan tubuh ringkihnya. “Gak apa-apa, Nak. Kita masih bisa cari jalan lain. Yang penting kamu jangan nyerah. Kita masih punya satu sama lain.”

Naya nggak kuat lagi. Air matanya jatuh. Tangisnya pecah begitu saja.

“Kenapa, Bu... kenapa hidup kita kayak gini terus? Dunia tuh kayak gak pernah capek nyakitin kita. Rasanya semua orang bisa hina kita, dorong kita ke bawah, seakan-akan kita ini... nggak layak hidup!”

"Shuuut! Jangan ngomong begitu. Tuhan itu Maha Adil. Ia tidak akan memberikan cobaan yang sangat berat yang bahkan kita nggak sanggup menghadapinya. Percayalah, Tuhan udah nyiapin sesuatu yang baik di kemudian hari. Tinggal kitanya yang harus tegar, tetap bersyukur dan penuh kasih setiap hari."

Ibunya mulai batuk, sedari tadi ia mencoba menahannya sambil menggenggam tangan Naya.

"Ibu..."

“Iya. Dengar ya, Sayang...” ucapnya pelan tapi tegas. “Orang boleh hina kita, dunia boleh seret kita sejauh apapun. Tapi asal kamu masih punya hati yang baik dan gak nyerah, kamu akan tetap berdiri. Kita boleh miskin, tapi jangan pernah kehilangan harga diri.”

Naya mengangguk, memeluk ibunya erat, tak peduli rasa perih di lututnya.

Brak!

Tiba-tiba—

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #23 Naya kembali!

    Di dalam ballroom utama Mansion HartawanAcara gala tengah berlangsung megah. Di sekeliling ruangan, berjejer meja-meja bulat dengan taplak putih dan lilin tinggi menyala, diiringi alunan musik klasik dari orkestra live. Di tengah panggung, Kakek Tohari berdiri dengan gagah, memberikan sambutan kepada keluarga besar dan tamu kehormatan.> “Malam ini bukan hanya ajang silaturahmi, tapi bentuk kepedulian kita,” ujar Kakek Tohari dengan suara mantap. “Seluruh donasi yang terkumpul akan disalurkan ke panti asuhan, rumah sakit, hingga lembaga sosial di bawah yayasan keluarga Hartawan. Karena... kekayaan yang sesungguhnya adalah bisa memberi manfaat.”Semua orang bertepuk tangan sopan.Tapi Adrian hanya duduk kaku di kursinya. Di sisi kirinya, Luna semakin agresif: tangannya mencoba meraba jari Adrian, sesekali menyenderkan tubuh. Namun Adrian berusaha tetap formal, menjaga postur tubuh dan memasang wajah dingin.> “Adrian,” bisik Luna sambil tersenyum, “malam ini indah banget ya... Kita co

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #22 Gala Hartawan

    Adrian masih berdiri di tengah lobby kosong, menatap ke arah lorong panjang dengan ekspresi yang semakin tegang.Tangannya terkepal di sisi tubuh, napasnya berat.Di saat pikirannya sibuk mencari kemungkinan-kemungkinan buruk soal Naya, suara hak tinggi berdetak-detak mendekat."Tuk...tuk...tuk..."Adrian menoleh dengan refleks.Muncullah Luna, mengenakan dress bodycon hitam ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Belahan roknya tinggi, memperlihatkan paha putih mulus. Bibirnya merah menyala. Rambutnya ditata bergelombang sempurna.Dengan senyum genit, Luna mendekati Adrian."Hai, Adrian," sapanya manja, suaranya dibuat-buat lembut.Adrian mendengus pelan, tidak menyembunyikan ketidaksukaannya."Apa maumu, Luna?" gumamnya dingin.Luna pura-pura tersinggung, membentuk mulutnya cemberut kecil."Aku cuma... mau bilang," katanya sambil memutar rambut di jarinya, "Kalau kamu masih butuh pasangan buat gala nanti... aku siap kok nemenin kamu."Dia menyentuh lengan jas Adrian pelan, sengaja me

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #21 Naya menghilang!

    Besok paginya, suasana kantor Hartawan Group terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para staf berlalu lalang dengan kemeja rapi dan ekspresi penuh kesibukan.Adrian, seperti biasa, berjalan masuk ke dalam lobby utama dengan langkah tegap, jas hitam membalut tubuh tegapnya, wajahnya datar dan tanpa emosi.Namun, sesuatu menghentikannya.Seorang wanita cantik berdiri di tengah lobby, mengenakan dress formal biru langit yang menonjolkan kecantikannya. Wajahnya manis, rambutnya bergelombang rapi.Dia melambai dengan malu-malu ke arah Adrian.Adrian mengernyit.Matanya melirik ke sekeliling, mencari-cari sumber masalah ini — dan benar saja, dari balik pilar, Derren muncul, dengan senyum penuh harap.Adrian langsung menghela napas panjang, matanya memicing tajam ke arah sahabatnya itu.Derren berjalan cepat ke arah Adrian sambil berbisik,"Surprise, bro! Ini... calon pasangan buat gala nanti. Namanya Jessica."Adrian menatap Derren dengan tatapan membunuh."Kamu bercanda," gumam Adrian dingin.

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #20 CEO Berkuasa

    Siang itu, kantor Hartawan Group masih sibuk.Naya baru saja keluar dari pantry, membawa tumpukan dokumen yang harus dibagikan ke beberapa ruangan.Langkahnya cepat—sedikit tergesa.Saat berbelok di lorong sempit, tanpa sengaja—Brak!Naya menabrak seseorang.Dokumen bertebaran di lantai."Aduh...!" seru Naya panik, buru-buru membungkuk.Namun sosok pria itu juga membungkuk pada waktu bersamaan, membuat wajah mereka hanya beberapa sentimeter saja.Dan dalam momen itu, karena keseimbangan Naya goyah, tubuhnya terdorong maju.Ciuman kecil.Hanya sepersekian detik. Tapi cukup untuk membuat dunia seakan berhenti berputar.Naya membelalak.Adrian juga membeku.Suasana hening, sangat hening.Sementara di ujung lorong, seseorang menyaksikan semuanya dengan mata melebar marah—Sarah.Senyuman sinis muncul di bibirnya.**"Maaf! Maaf banget, Pak Adrian!" seru Naya gugup sambil buru-buru berdiri dan mundur beberapa langkah.Adrian sendiri tampak berusaha menguasai diri. Ia berdeham pelan, kembal

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #19 Pembelaan

    Pagi itu kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Adrian berjalan menyusuri lorong panjang lantai eksekutif, kemeja biru gelap membalut tubuhnya. Ada bekas luka samar di pipi kirinya, dan jalannya sedikit kaku. Namun dia tetap menjaga aura wibawanya. Dari arah berlawanan, Naya datang dengan membawa nampan berisi kopi-kopi untuk ruangan meeting. Langkahnya berhenti mendadak. Mata Naya membelalak pelan saat melihat Adrian yang tampak babak belur. Ada rasa khawatir yang otomatis muncul. "Pak Adrian...?" gumamnya lirih. Mereka saling memandang sekilas. Hening. Canggung. Suasana mendadak seperti freeze. Naya panik, dia reflek mau ke kanan. Adrian—dengan gugupnya—ikut melangkah ke kanan. Naya buru-buru ke kiri. Adrian juga geser ke kiri. Mereka hampir bertubrukan. "Ah... anu... m-mohon maaf, Pak!" kata Naya panik, menunduk dalam-dalam. Adrian mengangkat tangannya, mencoba terlihat santai, walau mukanya sudah merah. "Tidak apa-apa..." Mereka akhirnya berhasil

  • Gairah Membara sang CEO Muda   #18 Perasaan Pak CEO

    Cling...Setelah berjam-jam yang terasa seperti seumur hidup, pintu lift akhirnya terbuka.Naya hampir menangis lega. Ia berdiri cepat-cepat, diikuti Adrian yang tetap terlihat tenang walaupun kemejanya sudah kusut sedikit.Mereka melangkah keluar, disambut petugas teknisi dan beberapa satpam."Maafkan kami, Pak Adrian, Nona..." para teknisi membungkuk dalam-dalam.Adrian hanya mengangguk malas, satu tangannya refleks menahan punggung Naya agar tidak terinjak-injak kerumunan. Ia bahkan tidak sadar saat melakukan itu.Jam menunjukkan pukul 02.17 dini hari. Kantor sudah sepi."Naya."Suara Adrian dalam. "Aku antar pulang."Naya langsung gelagapan. "T-tapi, Pak, saya biasa naik angkutan kok... nggak apa-apa, sungguh!"Adrian menatapnya dingin. "Tidak ada diskusi."Dengan berat hati, Naya akhirnya masuk ke dalam mobil hitam mewah milik Adrian. Selama perjalanan, mereka hanya diam. Sesekali Naya mencuri pandang, tak percaya ia satu mobil dengan pria paling dingin se-kantor.Mobil melaju me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status