Home / Romansa / Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin / Chapter 6 | Panaskan Jantungku

Share

Chapter 6 | Panaskan Jantungku

last update Last Updated: 2025-10-03 15:08:14

Pikiran Selina masih menebak-nebak maksud pesan terakhir Dusan di restoran tadi. Bahkan ketika sampai di rumah, bayangan kalimat itu belum juga lepas dari benaknya.

Hingga sebuah getar notifikasi membuyarkan lamunannya. Ketika mengangkat ponsel, sebuah pesan dari Giovanni terpampang di layar.

[Sayang, maaf aku harus lembur hari ini. Aku akan pulang ke apartemen supaya lebih dekat. Jangan tunggu aku makan malam.]

Selina menghela napas panjang. Baru dua hari cincin perkawinan itu melingkar di jarinya, tetapi sosok Giovanni sudah tenggelam pada dunianya sendiri. 

Namun, bukankah pernikahan ini memang sekadar tiket untuk masuk ke keluarga Mathias? Ya, tetapi bagaimanapun sisi dirinya yang lain tak bisa memungkiri jika ia membutuhkan sepasang bahu yang menemaninya setiap malam.

Selina lantas membawa laptop ke tepi kolam renang, mencoba menyibukkan diri dengan merancang desain baru untuk perhiasan galerinya. 

Tepat saat Selina melepas earphone-nya, ia mendengar suara dari ruang makan.

“Pa, ini Mama baru saja buatkan jus strawberry. Pasti segar sekali setelah olahraga,” suara Marissa terdengar lembut, penuh perhatian.

Selina mengintip dari balik kaca. Marissa sedang menuang jus untuk Dusan yang bertelanjang dada. Cahaya lampu makan memantul di kulit kuning langsat pria itu, menonjolkan otot-otot dada dan lengan yang masih basah keringat olahraga. 

Sialnya, bayangan saat ia duduk di pangkuan Dusan pagi tadi kembali menyerbu. Jantungnya berdegup cepat, dan jemarinya refleks mencengkeram tepi laptop saat sensasi panas tiba-tiba menjalari tubuhnya

Sementara di sisi lain Dusan menerima gelas itu dan meneguknya perlahan. Sesaat kemudian, ia menatap istrinya sambil berkata, “Mama terlihat lebih cantik hari ini, apa ini efek perawatan ratusan juta yang kamu lakukan itu?”

Mendengar itu, Marissa tersipu kecil. “Oh ya? Mungkin ini hasil treatment rutin yang Mama lakukan. Sepertinya sudah kelihatan hasilnya, ya?”

“Hm.” Dusan mengangguk, lalu menaruh gelas yang telah setengah tandas ke meja. “Kalau hasilnya begini, mau dapat tagihan miliaran pun Papa nggak keberatan.”

“Papa bisa aja!” Marissa tersipu kembali dan menepuk pelan lengan suaminya. Beberapa saat kemudian, pandangan Marissa langsung tertumbuk pada cincin hitam yang melingkar di jari manis Dusan. “Eh, Papa beli cincin baru lagi?”

"Ini … papa nggak beli, Ma. Selina yang kasih tadi pagi," katanya seraya menunjukkan ukiran QA pada bagian bawah cincin itu.

Begitu melihat dua huruf itu Marissa melebarkan matanya bibirnya hampir membulat. "Pa, kamu tahu? Cincin ini edisi terbatas dari galeri Selina. Mama lihat di katalog galeri, harganya bisa tembus puluhan miliar! Papa nggak kasih apa-apa untuk menantu kita?"

Dusan terlihat menelan ludah sejenak. "Papa sudah kasih cek tadi, tapi dia nggak mau," ujarnya, karena memang itu yang terjadi.

Selina tersenyum saja mendengar itu, ia segera menutup laptop dan melangkah menuju ruang makan. Tak lupa ia membawa sebuah kantong paper bag berwarna hitam berisi kotak perhiasan dan beberapa kotak teh mawar yang sempat dijanjikan Selina.

"Astaga, Papa, jelaslah Selina nggak mau. Dia pasti sungkan kalau seperti itu," ucap Marissa lalu membuang napas panjang. "Nanti deh, biar mama yang kasih dia hadiah tanda terima kasih."

Saat itu juga Selina masuk dari pintu samping. "Nggak perlu, Ma. Selina berikan ini bukan untuk minta hadiah," sahutnya seraya tersenyum lebar. 

“Cincin itu memang Selina pilih khusus untuk Papa,” lanjut Selina dengan senyum hangat. “Sebagai salah satu tokoh besar di ibu kota, sekaligus pemimpin Mathias Group yang menguasai hampir tujuh puluh persen pasar nasional, Selina merasa hanya Papa yang benar-benar pantas mengenakannya. Aura wibawa Papa membuat cincin itu jadi lebih hidup.”

Sementara itu Marissa segera menghampiri Selina. Wanita paruh baya itu langsung memeluk lengan menantunya dengan ekspresi antusias.

“Selina juga punya hadiah untuk Mama,” katanya seraya menyerahkan paper bag hitam. “Ini ada beberapa kotak teh mawar seperti yang semalam Selina janjikan, dan satu cincin edisi sama dengan milik Papa. Kalau Mama yang pakai, pasti serasi sekali. Semoga Mama suka.”

“Selina, kamu memang luar biasa. Mama sampai malu sendiri rasanya, baru beberapa hari jadi bagian keluarga kita, tapi perhatianmu sudah sebesar ini,” ucap Marissa penuh syukur, matanya berbinar.

Selina tersenyum lembut, membiarkan dirinya dirangkul erat. “Selina hanya ingin yang terbaik untuk Papa dan Mama. Toh, sekarang Selina juga sudah menjadi bagian dari keluarga Mathias, kan?”

Ucapan itu membuat Marissa makin terharu. Ia menoleh sebentar pada Dusan, seakan ingin menunjukkan betapa beruntungnya mereka mendapatkan menantu seperti Selina. “Akhir minggu nanti, temani Mama ya. Kita belanja bersama. Anggap saja Mama balas kebaikanmu hari ini.”

“Dengan senang hati, Ma,” jawab Selina sambil mengangguk manis.

Tatapannya sekilas melirik Dusan yang masih duduk diam di kursinya. Pria itu hanya menyesap kembali jus yang tersisa, wajahnya tampak datar. Pria ini liar ketika di luar, tapi diam saja ketika di rumah.

“Oh iya, Ma. Selina izin ya, nanti malam nggak ikut makan bersama. Ada meeting online dengan klien luar kota. Lagi pula, Selina tadi sudah makan di kantor sebelum pulang,” tutur Selina lembut.

Mendengar itu Marissa menoleh, sedikit kecewa tetapi tetap mengangguk. “Oh begitu… ya sudah, Nak. Tapi kalau nanti tiba-tiba kamu lapar langsung turun dan makan ya.”

Selina tersenyum kecil. “Iya, Ma. Lagi pula Giovanni juga nggak pulang malam ini. Katanya ada pekerjaan mendadak, jadi dia akan langsung menginap di apartemen.”

Kening Marissa semakin berkerut. Tatapannya lantas berpindah ke arah suaminya. “Pa, kenapa sih Gio kamu biarkan lembur? Mereka kan baru menikah. Kalau begini terus, kasihan Selina.”

Dusan menghela napas panjang, bahunya terangkat santai. “Kamu tahu sendiri sifat Gio. Kalau sudah menyangkut pekerjaan, dia bisa mengorbankan apapun.”

Marissa mendengus pelan, lalu meremas lengan Selina, seolah memberi dukungan padanya. “Maafkan Gio ya, Nak. Nanti kalau adiknya sudah pulang nanti, beban pekerjaan Gio pasti nggak seberat sekarang dan waktu kalian berdua akan lebih banyak.”

Selina hanya mengangguk dan membalas senyuman mertuanya. Namun, tatapannya sempat tertahan pada ekspresi Dusan, dan hatinya tak bisa menahan rasa ingin tahu.

Apakah benar hanya pekerjaan yang membuat Gio tidak pulang hari ini… atau ada sesuatu yang lain yang disembunyikan oleh Dusan?

Akan tetapi, Selina tidak mengambil pusing hal itu. Ia lantas berpamitan pada kedua mertuanya untuk pergi ke dalam kamar.

Matanya sempat bertemu dengan pandangan Dusan. Dan, tanpa sepengetahuan Marissa, Selina menerbitkan senyum manis, sebelum melangkah menuju tangga, seolah memberi sebuah isyarat bahwa malam ini, apa yang ingin dilakukan oleh Dusan, Selina akan menunggunya. 

***

Saat tengah malam, Selina terbangun karena merasakan sebuah tangan kekar melingkar di perutnya. Dalam ruangan yang remang, Selina tidak bisa melihat jelas wajah pria di sampingnya. 

Namun, indera penciumannya mengatakan hal lain. Wangi oud dan leather itu bukan ciri khas Giovanni. 

“Gio? Kamu pulang?” tanyanya seraya menyentuh lampu meja yang otomatis menyala ketika ada gerakan. 

Ketika membalikkan badan sepasang mata Selina membelalak ketika mendapati pria berhidung tinggi telah terbaring di sampingnya dengan setelan piyama hitam yang kontras dengan kulitnya. 

Pria itu memiringkan badan dan tersenyum ke arah Selina.

“Papa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 73 | Aku Memang Gila

    Dinner. Restoran kecil di bawah apartemen itu sebenarnya tidak istimewa, tetapi menu standar mereka cukup layak untuk menjamu tiga anggota keluarga Mathias beserta satu orang sekretaris. Sejak makan malam dimulai, hanya Giovanni dan sekretarisnya yang berusaha mencairkan suasana lewat obrolan ringan mengenai agenda mereka ke depan. Sementara itu, Raven dan Selina sama-sama bungkam. Sesekali tatapan mereka bersinggungan—dan setiap kali itu terjadi, Selina selalu menjadi pihak yang terlebih dahulu memalingkan wajah. Namun ada hal lain yang membuat Selina jauh lebih tidak nyaman. Sebuah rasa lembap dan hangat tiba-tiba mengalir di bagian bawah tubuhnya, disertai nyeri yang membuat wanita itu gelisah di kursinya. Dilanda kekhawatiran akan kemungkinan terburuk, Selina menoleh pelan pada suaminya. “Sayang, aku ke kamar mandi sebentar,” ucapnya lirih. Begitu Giovanni mengangguk, Selina segera bangkit, meraih tas kecilnya, lalu meninggalkan meja makan itu. Di dalam kamar mandi

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 72 | Malam Bersalju Waktu Itu

    One night stand itu terjadi jauh sebelum pernikahan, saat Selina masih merantau di negara Norvast. Pada malam bersalju di penghujung tahun itu, ia memutuskan merayakan hari terakhirnya di sana—tanpa pernah membayangkan bahwa keputusan impulsif tersebut akan menjeratnya di kemudian hari. Dan bertemu kembali dengan pria yang telah merenggut kegadisannya, dalam situasi seperti ini, adalah hal yang tak pernah Selina inginkan. Meski begitu, ia tak bisa sepenuhnya menyalahkan Raven. Malam itu bukan semata keinginan pria tersebut, dirinya pun ikut memilih melangkah terlalu jauh. “Ternyata namamu Selina.” Suara bariton Raven menggunting lamunan wanita berambut gelombang itu. Sedangkan Giovanni yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengangkat alis. “Sebelum ini kalian sudah pernah ketemu?” tanya penuh rasa ingin tahu. Selina cepat-cepat mengembalikan pandangan pada suaminya. “Sayang. Kami—” “Pernah.” Raven memotong cepat ucapan Selina membuat wanita itu melayangkan tatapan tajam k

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 71 | Adik Iparku Ternyata....

    Jarak mereka terbentang beberapa meter. Namun, Suara berat dan dominan itu begitu berhasil memantik sesuatu dalam diri Selina hingga membuat tubuhnya kaku. Telinganya kembali berdengung terngiang bagaimana nada yang sama memanggil 'Sweetheart' di malam itu. "Atau... Merindukan sentuhanku?" lanjut pria itu. Selina berusaha untuk tetap fokus di tengah gelombang ingatan yang terus memutar potongan peristiwa antara dirinya dengan pria ini. Ia memejamkan mata kala kilasan hentakan tubuh pria itu memasuki dirinya di malam panas satu tahun lalu. Sial! "Maaf, aku salah kamar!" Selina meraih kembali kopernya tapi tubuhnya kembali terpaku saat pria itu bicara. "Klise." Pria itu kenbali bicara tetapi ekspresinya menatap lurus ke arah Selina. "Pura-pura salah kamar untuk menarik sebuah perhatian." Selina segera menatap pria itu dengan sorot mata elangnya. "Pertama, kamu salah orang. Kedua, aku merasa kita nggak pernah ketemu!" "Perlukah aku mengingatkan bagaimana kamu mendesah

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 70 | Long Time No See

    Selina memindah posisi ponsel ke telinga satunya, bahunya sedikit terangkat menahan posisi. “Bu… Pak Giovanni sejak semalam sudah tidak enak badan,” ucap Clara, terdengar seperti sedang menurunkan volume suaranya agar tak kedengaran orang lain. “Pagi ini beliau tetap memaksa bekerja, dan sekarang kondisinya makin parah. Saya sudah ingin memanggil dokter, tapi beliau tidak berkenan. Jadi saya… saya cuma bisa menghubungi Ibu. Bisa… Ibu datang ke sini?” Selina diam beberapa detik. Pandangannya menyipit, tubuhnya condong ke depan seolah ingin mendengar lebih jelas. "Astaga... kenapa bisa sakit?" "Pak Giovanni terlambat makan, kemarin juga sempat kehujanan di lokasi proyek." Clara kembali berucap pelan. Sedangkan Selina memijat pelipisnya sendiri. "Tapi saya sudah beri obat, Bu, hanya Pak Gio tidak mau istirahat." "Ya sudah, saya ke sana, tapi saya harus ketemu beberapa klien dulu hari ini, jadi kemungkinan tiba agak sore," Selina akhirnya menjawab demikian. Tidak mungkin ia

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 69 | Urgent?

    Selina tersenyum kecil melihat pesan Marissa. Bertemu dengannya? Oh! Jangan harap! Selina tidak sebodoh itu. Bukan karena tidak berani... tapi karena belum waktunya. Selina lantas mengetikkan jawaban. [Sayangnya aku tidak punya waktu. Suamimu setiap hari minta jatah padaku.] Setelah itu Selina membawa ponsel dan cangkirnya ke dalam kamar. Dengan bersandar di kepala ranjang Selina menanti balasan Marissa. Dan, tidak butuh waktu lama Marissa langsung mengirim pesan balasan. [Dasar jalang!] makinya dalam pesan itu. Namun, detik berikutnya sebuah pesan susulan kembali masuk. [Kamu tidak tahu sedang bicara dengan siapa?] Selina hampir tertawa membaca pesan itu. Wajah Marissa yang merah padam sangat tergambar jelas di benaknya. [Tahu. Marissa Octavia, si mantan model internasional yang sangat terkenal pada zamannya.] [Tapi sayangnya suamimu bilang tubuhku lebih legit dari pada tubuh keriputmu yang sudah bau tanah itu! Hahaha!] Setelah mengirim dua pesan be

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 68 | Bertengkar Lagi

    Alih-alih turun untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada ibu mertuanya, Selina justru masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri terlebih dulu.Beberapa menit kemudian barulah ia muncul. Dengan piyama yang sudah rapi menempel di tubuhnya, Selina menuruni tangga sambil membawa gelas kosong. Langkahnya tenang seperti biasanya, sedikit berayun santai.Ketika tiba di dapur, langkah Selina terhenti. Wajah pucat Marissa menjadi pemandangan pertama yang tertangkap matanya. Bibir ibu mertuanya itu bergetar, bola matanya merah dan berair. Sementara Bi Mirna sedang memungut pecahan kaca di bawah meja."Mama?" Seolah terkejut, Selina buru-buru mendekat ke arahnya. "Ada apa, Ma?"Seramah mungkin Selina bertanya, wajahnya dibuat terkejut. Namun, Marissa tidak menjawab."Selina teleponkan Papa gimana, Ma?" Selina hendak melangkah menjauh, tetapi tangan dingin Marissa menyentuh lengannya, membuat Selina segera menoleh pada sang ibu mertua."Mama nggak apa-apa," kata Marissa dengan suara ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status