Ethan berjalan cepat tak lama setelah dia mendapatkan telepon, raut wajahnya berubah panik. "Siapkan mobil dan pulanglah!" perintah Ethan sambil berlalu ketika dia berjalan melewati meja sekretarisnya. "Baik, Pak." Ethan terus berjalan hingga dia tiba di tempat parkir, mobilnya sudah berada di depan pintu dan sopir pribadinya bergegas membukakan pintu. "Rumah Sakit Pelita Bunda!" ucap Ethan. "Baik, Pak Ethan." Jalanan yang lumayan lengang membuat mobilnya melaju kencang ke rumah sakit, tak lama kemudian Ethan sampai dan langsung menuju ke kamar rawat mamanya yang berada di deretan kamar VVIP. Ethan benar-benar panik saat melihat mamanya terbaring lemas di tempat tidur, padahal pagi tadi mamanya masih baik-baik saja saat dia berkunjung. Dia segera menghampiri dokter yang merawat mamanya. “Dok, bagaimana keadaan mama saya?” tanya Ethan cemas. “Ethan mama sakit parah.” Suara mamanya membuat Ethan menoleh, bukannya dokter yang menjawab justru mamanya. “Ma, jangan bercanda! Mama
“Ethan apa yang kamu lakukan?”Ethan berhenti saat melihat mamanya berjalan ke arahnya, tidak menyangka mamanya berada di rumah padahal tadi masih berada di rumah sakit. “Mama sudah pulang?”“Apa yang sudah kamu lakukan, Ethan? Mengacaukan dinner yang sudah mama siapkan?” Wanita paruh baya itu menatap putranya tajam, merasa putus asa karena selalu gagal menjodohkan putranya. “Omong kosong apa yang kamu bicarakan pada Gisel?”Ethan melonggarkan dasinya yang sudah membuat lehernya tercekik, ternyata wanita itu mengadu pada mamanya. “Yang dikatakan Gisel memang benar, Ma.”Usai menjawab pertanyaan mamanya, Ethan melenggang pergi begitu saja. Namun, mamanya ternyata mengejarnya, menahan pergelangan tangannya lantas menghadang langkah kakinya. “Kamu sudah punya calon istri?” Wanita paruh baya itu menatap putranya tak percaya, selama ini dia tidak pernah melihat Ethan dekat dengan wanita.Ethan mengangguk mantap. “Ya, Ma.”“Astaga! Sungguh?” Wanita itu speechless bahkan sampai menutup mulu
Ethan terdiam setelah mendengar bisikan dari sekretarisnya, dia bahkan langsung mengambil ponsel sekretarisnya dan melihat foto yang sudah tersebar di grup maskapai. Ruang meeting seketika senyap. “Cari tahu di mana mereka sekarang!” perintah Ethan.Sekretaris itu mengangguk lantas kembali ke tempat duduknya masing-masing. Ethan kembali fokus pada meeting yang tinggal beberapa saat lagi. “Ada yang mau ditanyakan?”“Tidak ada, Pak Ethan,” jawab ketua tim meeting hari ini. Ethan mengangguk. “Revisi laporannya saya tunggu paling lambat besok siang. Sekian untuk meeting hari ini.”Lelaki itu bergegas keluar dari ruang meeting, diikuti oleh sekretarisnya. “Di mana mereka?”“Ada di café dekat terminal keberangkatan, Pak.”Tanpa mengatakan apapun, Ethan pergi menemui mamanya. Dia sama sekali tidak menyangka mamanya datang menemui Joanna, bisa gempar semua orang akibat tindakan mama. ***Joanna merasa tidak nyaman meskipun sudah tidak berada di ruang kru, ternyata di café tempat mereka du
"Maaf, bisa diulangi lagi!"Joanna semakin keringat dingin mendengar pertanyaan itu, dia justru mengatupkan mulutnya rapat-rapat membuat pegawai apotik itu kebingungan. "Mbak bisa diulangi? Maaf, saya tidak dengar," ucap pegawai itu sopan. "Test Pack, Mbak," jawab Joanna cepat. Jantungnya berdebar semakin menggila selepas menjawab pertanyaan itu. Dia benar-benar takut membeli barang yang seharusnya tidak dia beli. "Ini, Mbak."Joanna segera menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan dan bergegas meninggalkan tempat itu. "Mbak. Mbak kembaliannya."Suara teriakan dibelakangnya dia abaikan begitu saja. Wanita itu mencengkeram erat kantong plastik yang dia bawa. BRAK! Kepanikan membuat Joanna tidak fokus berjalan hingga membuatnya menabrak seseorang dan membuat kantong kresek yang dia bawa terjatuh. Wanita itu bergegas membungkuk, sebelum mengambil testpack yang keluar dari plastik, sebuah tangan mengambilnya lebih dulu. "Joanna apa yang kamu lakukan di sini?"DEG!Tubuh Joanna m
Mual yang terasa secara mendadak membuat Ethan spontan membuka matanya dan berlari menuju ke kamar mandi. Rasanya ingin muntah, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya dan itu justru membuat Ethan semakin tersiksa."Sebenarnya ada apa denganku?" gumam Ethan. Sudah hampir seminggu dia mengalami mual selepas bangun tidur, beberapa kali melakukan pemeriksaan dan semua dokter yang dia temui mengatakan jika dia baik-baik saja.Ethan membasuh wajahnya dengan air setelah mual yang dia rasakan mereda. Lelaki itu langsung kembali ke tempat tidurnya. Dia menyambar ponsel lantas menghubungi sekretarisnya. "Halo, Pak Ethan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sekretarisnya dari seberang telepon sana.“Cepat telepon Dokter Agnes! Minta datang sekarang juga!” pinta Ethan. “Baik, Pak.”Ethan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, keringat dingin langsung membasahi tubuhnya. Baru saja mencoba memejamkan mata, tiba-tiba saja matanya kembali terbuka saat merasakan perutnya kembali bergejolak. “S
“Buat kamu saja.” Sekretaris Ethan menatap atasannya kebingungan, beralih menatap kantong kresek yang ada di atas meja untuk memastikan dia tidak salah beli pesanan yang diminta oleh Ethan. “Pak apa saya salah beli? Bukannya tadi bapak minta mangga muda?” "Ya, tapi aku tidak menginginkannya lagi. Buatmu saja," ucap Ethan. Lelaki itu kembali fokus pada layar komputernya. Namun, tak lama kemudian dia menahan sekretarisnya saat akan pergi. "Ada yang bisa saya bantu, Pak Ethan?""Carikan jadwal penerbangan Joanna hari ini!" perintah Ethan. "Baik, Pak. Akan segera saya kirim."Ethan benar-benar tidak tenang dan karena itu dia harus bertanya langsung pada Joanna untuk memastikan. Sambil menunggu lelaki itu menyeruput secangkir kopi yang baru dibuatkan oleh sekretarisnya. Raut wajahnya berubah setelah menyeruputnya. "Kenapa rasanya tidak enak sekali?" gerutunya. "Apa dia lupa takarannya?" Ethan menyambar ponselnya saat ada notifikasi pesan masuk dari sekretarisnya. Dia langsung membuka
Tamparan yang tiba-tiba mendarat dipipi Joanna membuat wanita itu terhuyung ke belakang beberapa langkah. “ARGGHH!” pekik Joanna menggelegar saat ayahnya tiba-tiba saja menjambak rambutnya dengan keras. “Jangan buat ayah malu, Joanna! Katakan kalau kamu baru saja berbohong,” bisik ayahnya penuh ancaman. Masih meringis kesakitan, Joanna menggeleng pelan. Mata Joanna menatap Tegar, lelaki paruh baya yang terus mengancamnya agar dia menikahi lelaki itu jika tidak bisa melunasi hutang. “Ayah yang berhutang! Aku tidak mau menanggung semuanya,” balas Joanna. “Diam kamu, Joanna! Cepat turuti permintaan ayah!” bisik ayahnya panik. PYAR!Suara meja kaca yang pecah membuat ayah Joanna melepaskan putrinya. Segera Joanna mengambil tasnya lantas menjauh dari tempat itu. Namun, sebelum Joanna berhasil kabur, ayahnya terlebih dahulu menahannya, mencengkeram tangannya dengan erat. Tegar berdiri dari tempat duduknya, sudah muak dengan drama yang ada di depan matanya. “Apa-apaan kalian ini? Kau
Dengan panik Ethan menatap Joanna dari atas sampai bawah, lelaki itu menyentuh pelan bahu wanita itu. “Joanna, kamu terluka?”Wanita itu menepis tangan Ethan. “Aku tidak apa-apa, Pak Ethan. Terima kasih.”Ethan meraih pergelangan tangan Joanna lantas membawa wanita itu ke dalam mobil. “Tolong jangan tanya apapun, Pak Ethan!” pinta Joanna penuh harap, dia tahu pasti banyak yang ingin ditanyakan oleh Ethan. Wanita itu masih belum siap menjawab pertanyaan dari lelaki itu. Ethan menghargai permintaan Joanna, lelaki itu menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu, mencari tempat nyaman untuk mereka mengobrol. Hanya keheningan malam yang menemani mereka sepanjang perjalanan. Ethan menurunkan kecepatan mobilnya lantas menoleh menatap Joanna, ternyata wanita itu jatuh tertidur. “Kenapa dia hutang sebanyak itu?” gumam Ethan. Lelaki itu kesal karena tak bisa leluasa bertanya pada Joanna, rasa penasaran itu bisa membuatnya gila. Dia menepikan mobilnya lantas melepaskan jaket yang dia gunak