Share

Bab 7. Tergoda Olehmu

Author: Kak Gojo
last update Last Updated: 2025-10-03 19:00:44

Mendengar pertanyaan itu, Elyssa segera menjauhkan dirinya dari Sean. Ia tidak ingin terjebak lebih jauh dengan Sean.

Sudah cukup ia menikmati perhatian-perhatian kecil dan juga sentuhan-sentuhan ringan dari Sean, ia tidak ingin jatuh lebih dalam. Ia masih memikirkan kesetiaannya dengan Albert, walaupun suaminya sendiri tidak pernah peduli padanya.

Melihat respon Elyssa, Sean menyadari kesalahannya. “Maaf. Aku sudah kelewat batas.”

Elyssa hanya menunduk seraya meremas jari-jarinya.

“Sebaiknya kamu tidur, Elyssa. Udah malam. Begadang gak bagus buat kesehatan.”

Elyssa mengangguk pelan. Setuju dengan Sean. “A-aku ke kamar duluan.” Ia bergegas melangkah dengan cepat meninggalkan Sean dengan debaran jantung luar biasa.

Malam itu Elyssa kembali kesulitan tidur. Pikirannya terus dipenuhi oleh Sean.

“Aku gak boleh berduaan terus sama Sean,” gumamnya.

Elyssa langsung membuka ponsel dan mengirimkan pesan pada Albert.

[Mas, cepatlah pulang]

****

Pagi ini adalah hari kepulangan Albert. Elyssa sudah menyiapkan sarapan, memakai baju terbaik, berdandan cantik, bahkan memakai parfum favorit sang suami. Semua demi menyambut kepulangan suaminya.

“Kamu benar-benar istri yang sempurna. Albert beruntung memilikimu,” puji Sean.

Elyssa yang mendengarnya hanya tersenyum tipis.

Karena sudah hampir jam kerja, Sean berpamitan duluan. Sedangkan Elyssa masih menunggu kabar dari Albert.

Satu jam berlalu, Albert belum juga tiba. Akhirnya Elyssa memutuskan untuk menghubunginya.

“Apa, Mas? Kamu udah di kantor?”

“Iya. Kerjaanku masih banyak,” jawab Albert datar.

Elyssa mendesah kecewa. “Kamu gak pulang dulu, Mas? Istirahat bentar. Masa bos kamu gak ngasih pengertian, kamu kan pasti capek, Mas.”

Jujur, Elyssa mencemaskan suaminya. Takut Albert jatuh sakit karena berlebihan bekerja.

Albert langsung membalasnya dengan nada tinggi. “Kenapa kamu bawel banget sih?! Kamu lupa aku ini direktur keuangan?! Dengan jabatan penting seperti itu udah pasti aku gak punya waktu luang, Elyssa! Aku banyak kerjaan!”

Mata Elyssa memanas mendengar bentakan Albert, meski begitu, ia tetap meminta maaf.

“Sudahlah, aku sibuk!” ketus Albert. Panggilan pun terputus.

Elyssa tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia langsung mengunci diri di kamar dan terisak di sana.

****

Sudah pukul sebelas malam, Elyssa masih betah mengurung diri.

Sore tadi, ia hanya keluar sebentar untuk memasak makan malam, lalu kembali ke kamar. Ia bahkan mengabaikan Sean yang mengetuk pintunya. Ia terlalu lelah dan tidak punya energi untuk berinteraksi.

Tapi, meskipun lelah, Elyssa tetap tidak bisa tidur. Dengan cemas, ia terus mengecek ponsel, menanti balasan dari Albert yang tak kunjung pulang.

Saat Elyssa hendak memejamkan mata, suara derit pintu terdengar. Akhirnya, Albert pulang juga. Seketika, rasa lelahnya sirna. Elyssa langsung sigap menyambutnya, mengambil tas kerja, membantu suaminya melepas jas, dan melonggarkan dasinya.

“Aku tau kamu sibuk, Mas. Tapi tolong, balas chatku, Mas, biar aku tau kamu bakalan pulang jam berapa. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa di kantor.”

“Gak sempat,” balas Albert datar.

“Emang sesibuk apa sampai gak sempat, Mas?” tanya Elyssa lagi. Nadanya terdengar hati-hati.

Albert tidak menjawab. Setelah berganti pakaian, ia langsung mengambil ponselnya dan sibuk sendiri.

Melihat sikap Albert yang terus fokus pada ponselnya, kecurigaan Elyssa muncul. Ia teringat kembali foto yang dikirimkan oleh temannya. Dengan hati-hati, ia memberanikan diri bertanya. "Mas, kamu gak selingkuh, kan?"

Albert langsung menoleh, menatap Elyssa tajam. “Apa kamu bilang? Selingkuh?! Kamu menuduhku, Elyssa?!” bentaknya.

Elyssa tersentak dan langsung menunduk. “Maaf, Mas. Aku hanya—”

“Kamu ini kenapa sih?! Suami sibuk kerja malah nuduh sembarangan! Kamu gak suka punya suami pekerja keras?! Apa aku harus 24 jam di rumah, biar kamu gak mikir aneh-aneh?!”

Mata Elyssa memanas. “M-maaf, Mas. Aku cuman….”

“Cuman apa, Elyssa?!”

Elyssa akhirnya menumpahkan isi hatinya. "Aku cuma mau kamu luangkan sedikit waktu untuk aku, Mas. Aku pengen seperti istri pada umumnya, ngobrol sama suami, malam mingguan, atau minimal kita bisa video call saat kamu istirahat kerja, Mas. Itu aja kok,” lirihnya. Air matanya langsung menetes.

Melihat Elyssa menangis, Albert merendahkan suaranya. Ia mendekati istrinya dan mengusap pipinya.

“Kamu harus mengerti posisiku, Elyssa. Jabatanku itu gak main-main loh. Makanya aku harus fokus sama kerjaan dan lebih sering di kantor. Lagian, aku kerja keras juga demi kamu, kan? Semua gajiku ujung-ujungnya lari ke kamu. Kamu gak mungkin bisa hidup nyaman di rumah mewah begini kalau bukan karena aku. Iya, kan?”

Elyssa mengangguk pelan, membenarkan kata suaminya.

Elyssa kini bertatapan dengan Albert. Dalam posisi sedekat ini, ia berharap usapan lembut di pipinya akan berubah menjadi sentuhan yang lebih dalam. Ia berharap dicium, bahkan ciuman singkat di pipi pun sudah cukup.

Namun Albert justru berkata, “Buatin aku makanan. Aku laper.”

Elyssa kecewa, tapi ia tetap mengangguk. “Tunggu sebentar ya, Mas.” Ia cepat-cepat ke dapur untuk memasak.

Di meja makan, Elyssa hanya diam memandangi Albert. Karena suaminya itu mengunyah makanan sambil terus fokus pada ponselnya, tidak sekali pun mengajaknya berbicara.

Bahkan ketika Elyssa berusaha mencari topik, Albert hanya menanggapi dengan jawaban singkat.

Setelah makan, Albert justru langsung tidur, tak peduli dengan Elyssa yang masih duduk di sisi ranjang.

Suara dengkuran Albert sudah terdengar. Elyssa hanya bisa menghela napas panjang, mendesah kecewa. Sekalipun Albert ada waktu, suaminya itu memang tidak berminat padanya.

Karena tak bisa tidur, Elyssa memutuskan menonton TV di ruang tengah. Ia hanya ditemani suara hujan deras yang membuat ruangan terasa dingin.

Di tengah kesendiriannya, Sean muncul. "Kok belum tidur?"

Elyssa menoleh, hanya membalas dengan senyum tipis.

Sean dengan santainya duduk di sebelah Elyssa. Tatapannya lekat. Melihat mata Elyssa yang sembab, ia pun bertanya, “Kamu habis nangis?”

Elyssa menggeleng pelan. Tiba-tiba, suara guntur menggelegar, mengejutkannya. Elyssa yang takut pada suara guntur, secara refleks mencengkeram dan memeluk tubuh Sean.

Sesaat kemudian, Elyssa tersadar. "M-maaf," ucapnya cepat, lalu melepaskan pelukan.

"Kamu takut guntur, ya?" tanya Sean lembut.

“I-iya,” jawab Elyssa tanpa menatap Sean. Pandangannya menunduk. Kedua tangannya mengusap-usap lengannya yang terasa dingin.

Suara guntur kembali memecah keheningan, bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya. Elyssa tersentak kaget. Matanya terpejam rapat, dan tubuhnya bergetar.

Sean yang peka langsung membawa tubuh Elyssa masuk ke dekapannya. “Gapapa. Jangan takut.”

Elyssa terkejut dengan tindakan spontan Sean, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirannya bercampur aduk antara takut, kaget, dan… nyaman.

“Sean…”

Namun, Sean justru semakin mengeratkan pelukan, mengusap punggung Elyssa dan menuntun kepala wanita itu agar bersandar nyaman di dadanya. “Aku akan peluk kamu terus sampai hujannya reda. Kamu aman. Aku di sini.”

Dekapan itu membuat jantung Elyssa berdetak semakin kencang. Namun, ketika ia ingin menjauh, rasa takut akan guntur itu terasa lebih besar. Akhirnya, ia hanya bisa menutup matanya sambil mencengkeram erat baju Sean.

Dan tanpa Elyssa sangka, Sean justru mulai menyanyikan sebuah lagu.

Mendengar suara merdu Sean, Elyssa akhirnya berani membuka matanya. Ia mendongak, menatap Sean penuh arti.

Sean membalas tatapan itu, semakin intens, dalam jarak yang sangat dekat. “Kamu masih takut?”

Refleks, Elyssa menggelengkan kepala, tetapi tatapannya tidak lepas dari mata Sean.

Napas mereka saling menyapu wajah masing-masing. Elyssa terlihat bingung dan rentan.

Dalam jarak sedekat itu, Elyssa bisa merasakan napas hangat Sean di wajahnya. Wajahnya yang rentan dan sembap, kini hanya berjarak sejengkal dari Sean. Ia tahu, Sean sedang melihatnya— melihat ketakutannya, melihat kerapuhannya.

Sean memiringkan wajahnya, gerakannya begitu perlahan, seolah meminta izin. Matanya yang hangat menatap lurus ke mata Elyssa, mengunci pandangan mereka.

Jantung Elyssa berdebar tak karuan, ia tahu apa yang akan terjadi, tetapi tubuhnya tak mampu bergerak.

Tanpa menunggu persetujuan verbal, Sean melabuhkan bibirnya.

Elyssa tidak memberontak. Ia justru memejamkan mata, menikmati kehangatan dan ketulusan dalam ciuman itu, sebuah sentuhan yang sudah lama ia rindukan, sentuhan yang membuatnya merasa diinginkan.

Ciuman itu semakin dalam. Elyssa merasakan tangan Sean menahan tengkuknya, memperdalam keintiman. Tangan Sean yang lain bergerak sangat perlahan dari punggungnya, turun ke pinggang, lalu naik dan meremas dadanya dengan lembut.

Napas Elyssa tercekat. "Hnghh... Sean...."

Didinginkan oleh cuaca dan dihangatkan oleh sentuhan Sean, Elyssa membiarkan dirinya terbuai.

Saat pagutan itu terlepas, Elyssa membuka matanya dan mendapati Sean juga menatapnya. 

Mereka bertatapan cukup lama hingga Elyssa menyadari bahwa ini salah.

Elyssa menelan saliva, merasa makin gugup ketika melihat Sean terus memperhatikan bibirnya.

“Sean….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 7. Tergoda Olehmu

    Mendengar pertanyaan itu, Elyssa segera menjauhkan dirinya dari Sean. Ia tidak ingin terjebak lebih jauh dengan Sean.Sudah cukup ia menikmati perhatian-perhatian kecil dan juga sentuhan-sentuhan ringan dari Sean, ia tidak ingin jatuh lebih dalam. Ia masih memikirkan kesetiaannya dengan Albert, walaupun suaminya sendiri tidak pernah peduli padanya.Melihat respon Elyssa, Sean menyadari kesalahannya. “Maaf. Aku sudah kelewat batas.”Elyssa hanya menunduk seraya meremas jari-jarinya.“Sebaiknya kamu tidur, Elyssa. Udah malam. Begadang gak bagus buat kesehatan.”Elyssa mengangguk pelan. Setuju dengan Sean. “A-aku ke kamar duluan.” Ia bergegas melangkah dengan cepat meninggalkan Sean dengan deb

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 6. Boleh Aku Pegang?

    Keesokan paginya, Sean sudah bangun lebih dulu. Ia melangkah ke dapur, berniat menyiapkan sarapan untuk Elyssa.Sementara itu, di dalam kamar, Elyssa berdiam diri. Ia terlalu malu untuk keluar karena belum mandi. Keran shower di kamar mandinya rusak.Setelah beberapa waktu, akhirnya Elyssa memberanikan diri menemui Sean di dapur. "M-maaf mengganggu, apa kamu bisa membetulkan keran air di kamar mandiku? Sepertinya macet," tanyanya.Sean mengangguk. "Tentu. Kamu punya perkakas?""Ada di gudang."Setelah mengambil alat, Sean melangkah ke kamar mandi Elyssa, diikuti oleh wanita itu di belakangnya.Elyssa mengagumi Sean yang terlihat telaten saat memperbaiki keran.Sementara Sean sendiri agak kesulitan. "Sebentar ya. Agak keras," katanya.Elyssa hanya mengangguk kecil.Tanpa diduga, Sean justru merusak keran itu, membuat air menyembur ke mana-mana.Elyssa terkejut saat air itu menyembur ke arahnya, membasahi kaos putihnya."Astaga, maaf," seru Sean panik. Ia buru-buru membuka bajunya dan m

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 5. Foto Itu...

    Malam itu, Sean pulang dan melihat kamar Elyssa tertutup rapat. Tidak biasanya Elyssa menyembunyikan diri seperti ini.Sean lalu berjalan ke dapur dan membuka tudung saji. Tidak ada apa-apa di sana. Ia berpikir Elyssa pasti belum makan. Ia pun keluar sebentar untuk membeli makanan.Tok tok tok!Di dalam kamar, Elyssa mendengar ketukan pintu. Ia tahu itu Sean, tapi ia terlalu malu untuk keluar. Malu karena perasaannya selalu saja gugup saat mereka bertemu.Namun, lama-lama Elyssa merasa tidak enak karena membiarkan Sean menunggu di depan kamar.Elyssa akhirnya membuka pintu. Terlihat Sean berdiri di sana dan langsung tersenyum."Kamu udah makan?" tanya Sean.Elyssa baru tersadar kalau ini sudah malam. Ia kelupaan memasak. Padahal Albert sudah berpesan agar selalu menyiapkan keperluan Sean, termasuk makannya."M-maaf. Aku belum memasak," jawab Elyssa. Ia pun terburu-buru hendak ke dapur.Lagi-lagi, Sean menahan tangan Elyssa. "Kamu gak perlu memasak. Aku udah beli makanan di luar kok. A

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 4. Tanganmu Menyentuh Punyaku

    Elyssa terbangun dan langsung ke dapur untuk membuat sarapan. Kebetulan Albert juga masih mandi.Kemarin Albert pulang pukul satu pagi, saat Elyssa sudah terlelap. Jadinya mereka tidak punya waktu untuk mengobrol karena pagi ini Albert akan berangkat kerja lagi.Pagi ini, Elyssa hendak membuat omelet. Ia mencari-cari teflonnya dan baru ingat ia menyimpannya di kabinet atas. Ia pun berjinjit, namun tubuhnya tak sampai. Akhirnya, ia mengambil kursi plastik untuk meraih teflon itu.“Kamu lagi nyari apa?”Suara Sean tiba-tiba mengejutkannya. Elyssa terhuyung, nyaris terjatuh kalau saja Sean tidak sigap menangkapnya. Tubuhnya kini berada dalam dekapan Sean. Mata mereka bertemu begitu dekat hingga napas Elyssa tercekat. Degup jantungnya berlari kencang, membuat wajahnya panas seketika.Baru saat Sean menoleh, Elyssa tersadar ada sesuatu yang salah. Tangan pria itu menyentuh bongkahan padat di dadanya. Ia terdiam, tubuhnya kaku, sebelum akhirnya berbisik dengan wajah merah padam, “T-tanganmu

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 3. Lagi Pengen

    Namun, respon Albert tidak sesuai ekspetasinya. Suaminya justru mengomentari penampilannya.“Kamu gak dingin apa pakai lingerie super tipis begitu? Ada-ada aja!” Albert bergeleng kecil lalu kembali berbaring dan menarik selimut.Elyssa menatap tak percaya. Ia mencoba memanggil suaminya lagi. “Mas….”“Jangan ajak aku ngomong, Elyssa! Aku capek! Mau tidur!” sahut Albert tanpa menoleh.Elyssa membeku di belakang Albert. Hatinya terasa diremas. Ia tak minta banyak. Hanya ingin dipeluk, dicintai, dan dianggap ada. Bukan sekadar dijadikan pajangan di rumah.Elyssa membatin. ‘Aku pengen disentuh kamu, Mas. Aku kangen.’ Matanya menatap sendu punggung suaminya.Hingga sepuluh menit kemudian, Elyssa masih berharap Albert berbalik dan menyentuhnya malam ini. Namun yang ia dapatkan justru suara Albert yang mendengkur keras. Pria itu telah tertidur pulas.Elyssa menggigit bibir bawahnya. Sudah setahun ia hidup tanpa kehangatan dari suaminya. Ia tidak mengerti mengapa Albert bisa menahan diri. Bahk

  • Gairah Panas Sahabat Suamiku   Bab 2. Sentuh Aku, Mas!

    "Ada noda di pipimu," kata Sean, senyumnya terukir tipis.Elyssa terkejut, namun segera mengangguk. "Oh ini... kecipratan bumbu saat memasak."Sean melepaskan tangannya dari pipi Elyssa, namun matanya masih menatap lekat. "Memangnya di sini tidak ada ART? Kenapa harus kamu yang memasak?"Elyssa hanya tersenyum canggung. Jantungnya berdebar kencang dan ia merasa gugup."Oh ya, kalau kamu udah berpakaian, langsung ke meja makan ya? Mas Albert udah nungguin,” sahutnya menyudahi percakapan. Berduaan di dekat Sean, membuatnya salah tingkah.Sean mengangguk. "Oke. Makasih ya.”Saat makan malam berlangsung, Albert terus mengajak Sean berbicara, tidak sedikit pun ia menghiraukan Elyssa.Elyssa merasa asing di meja makan itu. Bahkan Albert belum memperkenalkannya sebagai istri di depan Sean.Barulah saat Sean bertanya, “Oh, ya. Kalian sudah lama menikah?”Saat itu Albert baru tersadar. “Astaga, aku lupa ngenalin istriku. Namanya Elyssa. Kami sudah menikah tiga tahun.”Kemudian, Albert memperke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status